THE EDITOR – Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Mutaqqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan Rekan (MBPRU) mengatakan bila penetapan harga atas tanah warga yang terkena imbas pembangunan Bendungan Lau Simeme diputuskan berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) 19 Tahun 2020.
Namun, nyatanya pemerintah pusat telah mengubah aturan UU yang digunakan oleh KJPP MBPRU ini melalui UU Cipta Kerja.
Bagaimana kronologisnya?
Pada Jumat (14/2/2025) The Editor mendatangi kantor KJPP MBPRU yang dinyatakan menang tender atas proyek apraisal tanah untuk kepentingan pembangunan Bendungan Lau Simeme yang berada di Jalan Setia Budi, Komplek Taman Setia Budi Indah, Medan, Sumatera Utara.
Saat tiba, gedung bertingkat berwarna putih ini terlihat sangat sepi, seolah tidak ada aktivitas perkantoran di sana. Hanya ada dua orang satpam yang berjaga dan tengah duduk di bagian kanan kantor. Kesan yang didapatkan adalah seolah gedung tersebut sudah lama ditinggalkan oleh para penghuninya.
Redaksi diarahkan ke bagian kanan gedung yang baru terlihat seperti kantor dengan kaca agak gelap.
Baca Juga: Lepas Tangan, BWS Sumatera II Medan Mengaku Tidak Tahu Menahu Soal Harga Tanah Warga Terdampak Pembangunan Bendungan Lau Simeme di Sumatera Utara
Akhirnya, seorang pria bernama Erwin dipertemukan dengan The Editor. Ia enggan menyebutkan nama lengkapnya. Namun, dari hasil wawancara tersebut, Ia mengatakan bila pihaknya menentukan harga tanah warga yang terkena dampak pembangunan Bendungan Lau Simeme berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) 19 Tahun 2020 serta standart menganalisa.
“Karena sesuai dengan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2022, Peraturan Pemerintah (PP) 19 Tahun 2020 termasuk juga standart menganalisa, penilai tidak bisa menilaii disamaratakan, tetap nilainya bidang per bidang. Nggak mungkin penilaian KJPP itu sama, nggak mungkin,” kata Erwin pada The Editor pada Jumat (14/2/2025) siang.
Ia mengatakan, melalui aturan tersebut, harga tanah warga meski bersebelahan tetap tidak bisa mendapat harga yang sama. Serta, berdasarkan aturan itu juga, lanjutnya, maka harga lahan juga tidak bisa sama bila luasnya tidak sama.
KJPP MBPRU TERNYATA MENGGUNAKAN UNDANG-UNDANG YANG SUDAH TIDAK BERLAKU LAGI

Perlu diketahui, saat ini Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PPPU) RI Nomor 2 Tahun 2020.
Aturan ini diubah karena adanya UU Cipta Kerja yang tujuannya agar dalam pengadaan tanah maka yang dikedepankan harus prinsip kemanusiaan, demokratis dan adil.
Hukum Online pada 19 Februari 2021 merilis data bila UU Nomor 2 Tahun 2012 masih memiliki kekurangan.
““Setelah adanya undang-undang tersebut, pelaksanaan pengadaan tanah sudah menjadi lebih baik. Walau begitu, ada juga kendalanya, antara lain adanya dokumen perencanaan pengadaan tanah yang didukung oleh data serta anggaran yang akurat, sehingga terjadi revisi karena tidak sesuai kondisi fisik dan akibatnya adalah penambahan anggaran. Kemudian penetapan lokasi atau penlok, yang diterbitkan oleh Gubernur, belum sesuai dengan tata ruang, akibatnya ada penolakan dalam pelaksanaan,” ungkap Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Himawan Arief Sugoto, saat memberikan paparan pada Webinar Internasional, yang diselenggarakan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), Kamis (18/2/2021).
“Selain itu, apabila izin pelepasan objek pengadaan tanah yang masuk ke kawasan hutan, tanah wakaf, Tanah Kas Desa (TKD), tanah aset instansi, ini pelepasannya butuh waktu yang lama. Kemudian pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) terhambat karena belum termasuk jenis kepentingan umum, sehingga tidak dapat menggunakan UU Nomor 2 Tahun 2012,” tambahnya
Untuk itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PPPU) RI Nomor 2 Tahun 2020 yang berisi terobosan dalam pelaksanaan pengadaan tanah sehingga kendala dalam pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2012 dapat diatasi.
Baca Juga: Hiruk Pikuk Peresmian Bendungan Lausimeme oleh Presiden Jokowi Meninggalkan Duka Bagi Petani Yang Lahannya Dibayar Dengan Tak Pantas Oleh Pemerintah
Dalam UU Cipta Kerja ini, dikatakan bila penyelesaian ganti rugi seharusnya dapat diselesaikan dalam jangka waktu 14 hari dengan aturan penentuan lokasi skala kecil dapat ditetapkan oleh Bupati dan Walikota. Sementara itu ganti rugi untuk kas desa serta tanah wakaf maka sifat ganti ruginya bersifat final dan mengikat.
Sementara itu, tidak banyak data yang beredar tentang PP 19 Tahun 2020 yang disebutkan oleh Erwin. Namun, The Editor menemukan data bila aturan yang berkaitan UU tersebut adalah Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2020 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik.
KJPP MBPRU TIDAK PAKAI HARGA BPN DAN NJOP

Erwin mengatakan dalam penentuan status bidang per bidang atas tanah warga yang terdampak oleh pembangunan Bendungan Lau Simeme dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), bukan KJPP MBPRU.
Namun, Erwin mengatakan bila pihaknya memang tidak menentukan harga atas tanah warga berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) karena mereka merunut pada peraturan Dirjen Pajak khusus yang menangani perihal PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
“Disana disebutin bahwa NJOP hanya digunakan dalam hal penetapan PBB saja. Tidak bisa digunakan untuk transaksi. Makanya di UU No 2 Tahun 2012 jelas disebutkan dalam penentuan harga atau penentuan ganti rugi adalah KJPP bukan BPN,” tutupnya.