JAKARTA – “Swasembada bawang putih tidak tahun 2021,” kata Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Prihasto Setyanto saat dihubungi lewat pesan singkat Whatsaap pada Jumat (26/3) malam.
Foto profil Prihasto di Whatsaap yang terlihat tengah naik ke pesawat jet pribadi (private jet) dengan pakaian dinas berwarna cokelat tua kehijauan ini juga sangat ketus.
Pasalnya saat ditanya alasan mengapa swasembada bawang putih ditunda lagi, Ia menjawab agar awak media lebih baik mencari jawabannya di berita yang sudah tayang.
“Kalau mau tny bp di fe banyak foto2, silahkan cek di berita2,” demikian pesan yang diterima redaksi.
Namun beberapa saat kemudian Prihasto langsung menjawab bila benih belum cukup yang jadi alasan mengapa swasembada bawang putih tak kunjung jadi di tahun 2021 ini,
“Benih belum cukup,” katanya.
Jawaban Prihasto ini bertolak belakang dengan pejabat lama yang duduk di kursi Dirjen Hortikultura Suwandi. Dalam wawancara dengan redaksi pada 25 April 2019 lalu, Suwandi mengaku optimis bila swasembada bawang putih bisa dilakukan di akhir 2021 nanti.
“Akhir 2021 target swasembada,” ujar Suwandi saat dihubungi redaksi The Editor 25 April 2019 lalu.
Baca Juga: Menunggu Swasembada Bawang Putih 2021 Atau Hanya Angan Belaka
Sayangnya, saat posisi Dirjen berganti, ternyata target swasembada pun berubah. Karena pada akhirnya swasembada pangan tidak bisa diberikan tongkat estafetnya kepada pejabat baru.
“Ini soal kemauan saja sebenarnya. Jalau ada kemauan maka semua program yang sudah ditargetkan dan dibuat oleh pemerintah bisa jalan. Kalau tidak ya tidak bisa,” pungkas Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamnidah kepada redaksi.
Sejarah Bawang Putih Indonesia
Tahun 2017 lalu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memutuskan untuk memberikan sanksi kepada para importir bawang putih yang telah dinyatakan sebagai tersangka oleh pihak berwajib.
Saat itu, Amran mengeluarkan sanksi atas puluhan importir yang sudah masuk daftar hitam dengan cara memberlakukan wajib tanam sebanyak 5 persen dari pesanan kuota impor para importir.
Saat itu, kementerian pertanian melakukan pengkajian agar bisa menanam bawang putih dalam jumlah besar di Indonesia. Hasilnya, 1.900 hektar lahan tahun 2017 lalu berhasil ditanami bawang putih dan meningkat jadi 11.000 hektar di tahun 2018.
Baca Juga: Impor Bawang Putih Apakah Kementan Kendor Menetapkan Aturan Yang Mereka Ciptakan Sendiri?
Dengan jumlah demikian, kementerian pertanian memprediksi akan menghasilkan benih yang bisa ditanam diatas lahan 20.000 hektar – 30.000 hektar. Di tahun 2020 mereka harapkan juga penanaman bisa dilakukan hingga 50.000 hektar – 60.000 hektar. Sehingga total luas penanaman bibit bawang putih lokal ini di tahun 2021 bisa mencapai 90.000 hektar – 100.000 hektar.
Saat itu, Dirjen Hortikultura Suwandi mengklaim swasembada bawang putih bisa dicapai di tahun 2019. Sayangnya, saat dikonfirmasi, Suwandi mengatakan bila bawang putih yang sudah dipanen di tahun 2019 belum bisa dikonsumi karena masih dijadikan sebagai bibit baru di lahan yang baru.
Anehnya, di saat yang bersamaan Kementerian Pertanian memberikan kemudahan. Karena di tahun 2019 Kementan menerbitkan kebijakan baru terhadap wajib tanam 5 persen dari Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
Permentan 39 Tahun 2019 ternyata isinya membalikkan aturan dalam Permentan No. 38 Tahun 2017.
Permentan 39 Tahun 2019 ternyata mengizinkan importir yang sudah mendapat raport merah melakukan aktivitas impor tanpa melaporkan realisasi wajib tanamnya. Wajib tanam dan pelaporannya dilakukan usai pengusaha mengantongi RIPH. Hal ini tentu sangat bertentangan.
Aturan ini meresahkan banyak pihak karena pada akhirnya percekcokan diantara pengusaha mulai muncul. Pengusaha yang menjalankan aturan dan tidak terlibat dalam skandal gelap impor bawang putih protes pada Kementan. Dan ratusan ribu hektar lahan yang sudah ditanami bawang putih yang dilakukan oleh importir gelap dan petani justru terbengkalai.
Tak hanya itu, di tahun 2020 kasus korupsi impor bawang putih pun muncul. Mantan anggota DPR RI, I Nyoman Dhamantra dituntut dengan hukuman 10 tahun penjara karena diyakini menerima suap dari Direktur PT Cahaya Sakti Argo (CSA) Chandry Suanda alias Afung.
Diketahui dari kasus tersebut bila Nyoman yang pernah menjabat sebagai anggota DPR RI Komisi VI periode 2014-2019 telah menerima uang sebesar Rp3,5 miliar untuk mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag) dan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian.