24.4 C
Indonesia

India Dilanda Krisis Tomat, Harganya Naik Lima Kali Lipat

Must read

INDIA – Makanan-makanan di India, baik makanan rumahan maupun yang disajikan di restoran, kini kehilangan sentuhan khasnya: tomat.

Hal ini dikarenakan harga sayuran itu yang tengah meroket sangat tinggi, sekitar lima kali lipat dari harga pada umumnya.

Melansir CNBC, data dari Departemen Konsumen India menunjukkan bahwa harga tomat per 11 Juli 2023 mencapai 108,92 rupee (sekitar Rp20 ribu) per kilogram, dari sebelumnya hanya 24,68 rupee (sekitar Rp4.500) per kilogram.

Di ibu kota, New Delhi, harga tomat pada pekan lalu mencapai 138 rupee (sekitar Rp25 ribu) per kilogram, dari sebelumnya hanya 27 rupee (sekitar Rp5 ribu) untuk berat yang sama.

Melonjaknya harga tomat di negara berpenduduk lebih dari satu miliar itu didorong oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah hujan lebat yang menyebabkan banjir.

Menurut National Institute of Biotic Stresses Management India, banjir di negara-negara bagian penghasil tomat adalah faktor utama naiknya harga sayuran itu.

Dewan yang dikhususkan untuk penelitian pertanian itu menyebut wilayah yang dimaksud di antaranya adalah Andhra Pradesh, Maharashtra, dan Karnataka.

“Karena curah hujan yang berlebihan di negara-negara bagian ini, [tanaman] tomat sangat terpengaruh… Sebagian besar tanaman tomat telah hancur karena hujan dan banjir,” kata dewan tersebut.

Bersamaan dengan itu, musim panas yang lebih panas dan lebih panjang kali ini juga merusak tanaman sehingga memperbarui panen yang dihasilkan.

Diberitakan oleh CNN Business, India pada April lalu dilanda gelombang panas yang menyebabkan suhu di New Delhi melebihi 40 derajat Celcius selama tujuh hari berturut-turut.

Selain merusak tanaman, kondisi itu memaksa sekolah-sekolah untuk meliburkan murid-muridnya dan membuat pejabat mengimbau warganya untuk tetap berada di dalam rumah.

Hasil panen, termasuk tomat, yang rusak karena terpengaruh cuaca ekstrem pun dibuang karena tak dapat dijual. Alhasil, jumlah tomat di pasaran semakin menipis sementara musim panen kedua belum tiba.

“Suhu di atas rata-rata selama Juni dan Juli 2023, ditambah awal yang terlambat hingga musim barat daya 2023 telah memengaruhi produksi,” kata Charles Hart, Analis Komoditas di BMI, unit riset Fitch Solutions.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Baru