21.6 C
Indonesia

Bulog Ogah Serap Gabah Tapi Semangat Impor Beras, Apa Ada Fee?

Must read

JAKARTA – Panen raya padi dalam negeri tengah berlangsung hingga saat ini April 2024, sehingga ketersediaan beras nasional dipastikan melimpah.

Menurut data BPS amatan Maret 2024, Maret 1,10 juta hektare menghasilkan 3,38 juta ton beras. Bulan April, 1,78 juta hektare menghasilkan 5,53 juta ton beras. Dan Mei, 1,12 juta hektare menghasilkan 3,19 juta ton beras

Menyikapi kondisi ini, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Yadi Sofyan Noor mempertanyakan  kinerja Perum Bulog yang tidak optimal menyerap gabah petani.

Baca Juga:

Pada masa panen raya awal 2024 saat ini, Bulog justru kalah bersaing dengan pedagang beras dalam membeli gabah petani, dan nampak mengandalkan impor dalam pengadaan cadangan beras.

“Ini kan lagi panen raya padi dan jagung, kenapa Bulog tidak bisa serap gabah dan jagung petani? Harga di petani jatuh tinggal Rp4.000 per kilogram. Padahal Bulog sangat diharapkan menyerap optimal pada masa panen raya ini agar harga gabah tidak anjlok,” demikian dikatakannya di Jakarta, Jumat (26/4).

Menurut Yadi, tidak ada alasan bagi Perum Bulog untuk tidak menyerap gabah petani sebab pedagang mampu melakukannya tanpa ada kendala.

Apalagi alasannya kemampuan dalam menyerap gabah petani itu sangat tidak logis, yakni potensi rebutan gabah karena periode panen yang pendek, sehingga terjadi antrean yang panjang untuk bisa masuk ke proses pengeringan Bulog maupun ke penggilingan mitra Bulog dan adanya dampak dari situasi pupuk di tahun 2023 dan awal tahun 2024, yang mana pupuknya pada waktu itu masih mengalami kendala.

“Mestinya ada lagi kadar air, rendemen, pecah, kuning, dan lainnya dijadikan alasan tidak serap, mengapa? Karena itu kena banjir, jumlahnya tidak banyak. Karena buktinya pedagang sanggup serap. Coba bandingkan modalnya, pedagang modalnya tidak besar paling Rp50 sampai 100 juta, sedangkan Bulog modal miliaran dan punya gudang banyak pula,” tegasnya.

Oleh karena itu, Yadi Sofyan menilai sikap Perum Bulog yang justru menyalahkan situasi untuk menutupi kinerja buruknya dalam menyerap gabah petani adalah sebuah keanehan.

Padahal, kalau diberikan tugas untuk melakukan impor beras sangat bersemangat mencari ke berbagai negara. Apa ada fee?

“Ini kan menjadi aneh, bila gabah petani banyak syarat, kualitas, ribet. Lha bila hasil panen petani tidak diserap, petani tidak semangat tanam padi, terus gimana tiga hingga enam bulan ke depan? Nanti Bulog akan bilang tidak ada panen dan tidak ada gabah petani, sehingga tidak serap. Jangan salahkan petani,” tuturnya.

Yadi Sofyan menambahkan, Perum Bulog sudah dari dulu sering diingatkan agar membeli ke petani pada saat panen raya untuk disimpan dijadikan stok.

Sebaiknya Bulog menyerap gabah, bukan beras karena petani memiliki hasil panen gabah, bukan beras.

“Ini panen raya momentum tepat untuk serap gabah petani, bisa pola komersial bisa pola PSO, apalagi sudah ada kebijakan fleksibilitas harga gabah petani Rp6.000 per kilogram. Saat gadu melepas stok, jangan sebaliknya. Aneh ini. Coba cek sekarang berapa realisasi serapnya? Masih kecil ya?” terangnya.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru