24.2 C
Indonesia

Akibat Pandemi Corona Bisnis Properti Turun Hingga 50 Persen

Must read

JAKARTA – Pandemi corona membuat pengusaha properti berpikir dua kali lebih cerdas agar produk jualan mereka tetap laku bak kacang goreng.

“Corona ini berat, penjualan turun. Ada lebih dari 50 persen penurunannya,” ungkap Theresia.

Kalau bicara penjualan, lanjutnya, kurang lebih turun banyak. Meski demikian Theresia berharap situasi ini segera berubah, terutama saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selesai. Ia ingin agar minat masyarakat terhadap properti tetap ada.

Baca Juga:

Bila minat masyarakat terhadap properti kembali, lanjutnya, Intiland di semester kedua tahun 2020 kembali akan melanjutkan target kerja yang sudah disusun dari sebelumnya.

Meski demikian, untuk konstruksi tetap akan jalan. Kata Theresia, selaku developer, Intiland memiliki komitmen dengan pihak lain dalam hal konstruksi. Mau tidak mau, proyek yang mereka miliki harus terus berjalan meski dibayangi oleh pandemi virus corona.

“Konstruksinya tetap jalan, kita tetap ikuti timelinenya,” ujar Theresia sembari menyebut beberapa nama proyek yang tengah dikerjakan oleh Intiland.

“Tapi delay (keterlambatan) akibat corona memang ada,” ungkapnya.

Keterlambatan ini terjadi karena lebih kurang karena faktor sumber daya manusia. Diantaranya libur nasional yang mengharuskan mereka harus meliburkan pekerja dan pada akhirnya sulit kembali ke Ibukota dan daerah proyek kerja karena pemberlakuan aturan Covid-19 yang sangat ketat.

Keterlambatan kerja ini diharapkan Theresia hanya berlaku di pihak swasta saja, bila pemerintah, khususnya kementerian terkait juga tidak pro aktif menyelesaikan persoalan corona, maka kondisi ekonomi menurutnya tidak akan pernah stabil.

“Jangan menyalah gunakan program Work From Home (WFH), itu yang penting. Jadi, perizinan dan jasa dari pemerintah jangan sampai berhenti karena WFH. Ada beberapa departemen yang terhambat karena WFH ini,” jelasnya.

Menurut Theresia, saat ini tidak hanya properti namun semua sektor usaha yang berada di bawah kendali pihak swasta sedang dalam kesulitan karena pandemi. Pendapatan menurun, untuk itu Theresia berharap segera mengeluarkan intensif meski belum efektif ke perusahaan.

Efektivitas yang diharapkan Theresia adalah cash flow seperti kredit modal kerja perusahaan properti dan KPR terhadap konsumen. Kredit modal kerja yang tidak mendapat restrukturisasi untuk pembayaran bunga utang dan segala macam turunannya akan mempersulit perusahaan bergerak.

“Bila KPR saja susah, maka properti mau hidup dari mana?” tanya Theresia.

Theresia berharap pemerintah tidak menganggap persoalan ekonomi yang sedang surut ini sepele. Ia sangat memaklumi sikap Presiden Joko Widodo yang berang melihat sikap para menterinya yang tidak cepat tanggap menanggapi perubahan ekonomi yang turun drastis ini.

Menjadikan WFH sebagai alasan untuk memperlambat pelayanan publik menurut Theresia akan menjadi pintu baru kejatuhan ekonomi Indonesia. Mengingat selama ini kinerja mereka juga belum sempurna sehingga harus mengundang amarah dari pemerintah pusat.

“Proses izin kok sangat lambat sementara kredit KPR ini kan tinggi sekali bunga pinjamannya. Bagaimana kita mau kompetitif kalau waktu yang dipakai tidak efektif, jadi semua yang dikerjakan tidak sesuai jadwal akhirnya,” tambah Direktur Pengembangan Bisnis PT Intiland Development Tbk Permadi Indra Yoga.

Kata Yoga, dalam bisnis properti, masyarakat juga turut serta menanggung beban ekonomi bila kinerja aparatur negara lambat. Diantaranya adalah dengan naiknya harga perumahan karena jangka waktu pengerjaannya yang lama.

Dari penuturan Yoga diketahui bahwa, aturan pengerjaan sebuah proyek properti sangat jelas dan tidak bisa lewat dari waktu yang telah ditentukan. “Harus sesuai timeline,” katanya.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru