AFGHANISTAN – Taliban memicu kemarahan dengan mengumumkan bahwa wanita di Afghanistan utara tidak akan lagi diizinkan menggunakan pemandian umum. Padahal, pemandian umum, atau yang dalam bahasa setempat disebut hammam, adalah tradisi kuno yang bagi banyak orang menjadi satu-satunya kesempatan untuk mandi air hangat selama musim dingin yang sangat dingin di negara itu.
Para wanita mengatakan ini adalah contoh lain dari cengkraman Taliban yang diperketat dan melanggar hak-hak dasar mereka.
Pemandian umum itu biasanya mereka gunakan baik untuk mandi biasa maupun mandi yang diwajibkan dalam hukum Islam. Mereka juga khawatir larangan itu akan diperluas ke bagian lain di negara itu.
Pada hari Senin (3/1), Sardar Mohammad Heydari, dari Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan provinsi, mengatakan wanita di Provinsi Balkh dan Herat akan dilarang mandi (di pemandian umum).
Akan tetapi, komandan Taliban lainnya mengatakan kepada Guardian, secara anonim bahwa dia tidak mendukung keputusan tersebut. Menurutnya, para pemimpin baru Afghanistan itu harus fokus pada “permasalahan yang lebih besar”.
Pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada Agustus lalu telah menjerumuskan Afghanistan ke dalam krisis kemanusiaan.
Jutaan orang menghadapi kelaparan dengan sebagian besarnya bahkan tidak mampu membeli kayu bakar atau batu bara untuk pemanas selama bulan-bulan yang lebih dingin.
Sebagian besar rumah tangga tidak memiliki akses langsung ke air, melainkan harus bergantung pada pompa umum atau truk air.
PBB memperkirakan sebanyak 97% warga Afghanistan terancam hidup di bawah garis kemiskinan pada pertengahan tahun ini.
Mereka bahkan kesulitan membayar biaya masuk ke hammam yang sebesar 40 afghani. Meskipun begitu, kebanyakan wanita diketahui masih tetap memperjuangkannya.
Hingga kini, beberapa pemandian umum di bagian barat laut Kota Herat dilaporkan telah ditutup. Situasi ini cukup mengkhawatirkan mengingat hanya 39% area di lingkungan ini yang memiliki akses air dan sanitasi yang memadai.
Winuss Azizi, dari organisasi nirlaba Visions for Children di Afghanistan, mengatakan sebagian besar rumah tangga di Herat dan Mazar-i-Sharif tidak memiliki kapasitas atau fasilitas untuk memanaskan air dalam jumlah besar.
“Itulah mengapa orang bergantung pada hammam di musim dingin,” katanya.
Ia lalu menambahkan, “Islam mewajibkan pembersihan sesuai aturan agama (mandi wajib) setelah menstruasi, melahirkan dan hubungan seksual, yang akhirnya menyebabkan banyak orang mengunjungi pemandian. Saya kerap melihat para wanita melakukan ritual ibadah bersuci mereka di hammam.”
Salah satu warga Herat, Lina Ebrahimi (26) mengatakan, “Kami memiliki rumah yang kecil tanpa ruang untuk kamar mandi lengkap dengan air panas; itu sebabnya saya sering pergi ke hammam.
Keluarga lain mungkin tidak memiliki fasilitas mandi sama sekali dan sepenuhnya bergantung pada pemandian umum untuk bersuci. Kesempatan ini sekarang diambil dari mereka.”
Aturan ini sebelumnya juga pernah diterapkan pada pemerintahan Taliban sekitar tahun 1996 sampai 2001. Banyak pemandian kuno yang diabaikan selama bertahun-tahun dan dihidupkan kembali hanya setelah invasi pimpinan AS tahun 2001 lalu.
Heather Barr, Direktur Asosiasi Hak-Hak Perempuan Human Rights Watch, mengatakan dia “marah” pada “kekejaman menolak satu-satunya bantuan untuk perempuan dalam menghadapi (cuaca) dingin tanpa adanya alasan sama sekali”.
Barr mengatakan, “Mereka tampaknya memiliki niat untuk ingin ikut campur dalam setiap aspek kehidupan wanita. Kami mendapat tanda-tanda dari wanita Afghanistan sejak awal, mengatakan bahwa situasinya akan menjadi lebih buruk. Hari ini, kami melihat bukti bahwa mereka benar.
“Mengapa mereka memikirkan [menghentikan] wanita pergi ke hammam ketika orang-orang kelaparan?” kata Barr.
Minggu ini, Taliban juga memerintahkan pemilik toko untuk mencopot kepala semua manekin. Mereka menyebut manekin-manekin tersebut tidak Islami.
Sumber: The Guardians