NORWEGIA – Salah satu produsen amunisi terbesar di Eropa mengaku tengah berhadapan dengan kemungkinan adanya hambatan dalam melakukan ekspansi seperti yang telah direncanakan sebelumnya.
Dan itu semua, mereka sebut, disebabkan oleh platform berbagi video TikTok dan “video-video kucingnya”.
Mengapa bisa demikian?
Kepada Financial Times, kepala eksekutif Nammo Morten Brandtzæg mengatakan bahwa pertumbuhan perusahaan senjata dapat terhambat karena TikTok memperluas fasilitas penyimpanannya.
Nammo (Nordic Ammunition Company) sendiri adalah kelompok kedirgantaraan Norwegia/Finlandia yang mengkhususkan diri pada produksi amunisi, motor roket, dan aplikasi ruang angkasa (Wikipedia).
Mereka saat ini dilaporkan tengah kewalahan dengan banyaknya permintaan amunisi akibat perang di Ukraina.
Brandtzæg bahkan mengatakan permintaan pasokan artileri saat ini 15 kali lebih tinggi dari biasanya.
Jumlah itu, sebutnya, adalah sesuatu yang belum pernah pihaknya lihat dalam sejarah mereka.
Di tengah kondisi ini, Nammo justru mendapat kabar mengenai kekosongan energi untuk pabrik Raufoss-nya yang terletak di pusat Norwegia.
Hal ini disebabkan oleh pusat data TikTok, yang hanya terletak 25 kilometer dari Raufoss, menggunakan semua listrik yang tersedia di daerah tersebut.
“Kami prihatin karena kami melihat pertumbuhan masa depan kami tertantang oleh penyimpanan video-video kucing,” tutur Brandtzæg.
Perusahaan energi Elvia pun mengonfirmasi keadaan tersebut, mengungkap bahwa jaringan listrik saat ini tidak memiliki kapasitas energi yang tersisa akibat pusat-pusat data TikTok.
Mengutip UNILAD, Elvia mengatakan mereka beroperasi dengan sistem “pertama datang, pertama dilayani”.
“Jika Nammo memesan kapasitas, tergantung berapa banyak yang dibutuhkan, akan memakan waktu sebelum tersedia kapasitas karena jaringan transmisi perlu diperkuat,” kata Elvia.
Adapun jumlah pusat data yang dibangun TikTok di negara itu pada tahun ini, menurut penyedia pusat data Norwegia Green Mountain, mencapai tiga titik.
Jumlah itu disebutkan mungkin akan bertambah menjadi lima pada tahun 2025 nanti.
Menanggapi kondisi ini, Brandtzæg mengatakan pemerintah perlu menetapkan prioritas mengenai industri mana yang bisa mendapatkan akses khusus ke energi.
“Untuk Eropa, ini adalah sebuah perhatian utama untuk industri: industri yang genting harus punya akses ke energi,” katanya.
“Saya tidak berpikir itu hanya satu kali, saya pikir itu adalah tren untuk masa depan,” tambahnya.
Para ahli berpendapat pertarungan tentang perusahaan mana dan tipe industri mana yang akan mendapat akses prioritas ke jaringan listrik mungkin akan meningkat di seluruh Eropa.