AMERIKA SERIKAT – “Selain itu, dengan perlambatan ekonomi global akibat pandemi virus korona dan penurunan harga energi, Eropa memiliki banyak bahan bakar,” sebagaimana disadur dari The New York Times, Selasa (1/9).
Tampaknya juga aneh bagi negara-negara Mediterania dan Eropa untuk terjerumus ke dalam ketegangan. Ketika ada begitu banyak krisis serius yang membuat mereka sibuk, termasuk ekonomi, pandemi, ketegangan politik di Amerika Serikat, bentrokan jalanan di Belarusia, dan ancaman Rusia, dua negara seperti Yunani dan Turki justru malah berperang.
Di era sebelumnya, Amerika Serikat akan turun tangan memisahkan mitra NATO yang berseteru, seperti yang terjadi ketika Yunani dan Turki hampir berperang pada tahun 1996.
Diketahui bahwa, Presiden Trump memang menelepon Erdogan dan mendesaknya untuk bernegosiasi, tetapi itu telah terjadi tetapi tidak berpengaruh apa-apa.
Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump tidak dianggap sebagai perantara yang layak, terutama saat Trump tengah memasuki masa kampanye.
Inggris juga telah mundur dari urusan Eropa sekarang setelah keluar dari Uni Eropa. Uni Eropa juga kurang memiliki pengaruh atas Turki karena telah terbukti bahwa Turki di bawah Erdogan, terlepas dari statusnya sebagai calon anggota, tidak memiliki kesempatan untuk bergabung dengan serikat tersebut.
Jadi, Jerman yang saat ini memegang jabatan sebagai ketua bergilir di Dewan Eropa, menjadi majelis pengaturan kebijakan dari Uni Eropa ternyata telah mencoba membawa Turki dan Yunani ke meja perundingan. Saat itu, Menteri Luar Negeri Jerman Heiki Maas bolak-balik bepergian antara Ankara dan Athena untuk melakukan mediasi.
Mediasi tidak sepenuhnya altruistik, karena saat terpojok, Turki akan kembali membanjiri Eropa dengan pengungsi asal Suriah. Dimana kebanyakan pengungsi ini ingin mencapai Jerman. Tetapi dengan hampir tiga juta orang Turki tinggal di Jerman, Erdogan memiliki setidaknya jaminan bahwa argumen dari pihaknya akan di dengar.
Itu penting. Meskipun hukum internasional sebagian besar berada di pihak Yunani dalam sengketa maritim, masih ada ruang untuk negosiasi, dan eksplorasi Turki di perairan yang disengketakan belum melewati garis merah hukum.
Pada hari Jumat kemarin, Heiki Maas hadir mengatakan akan mendukung peran Jerman dalam menunda diskusi tentang sanksi terhadap Turki sampai dua kepala negara yakni Yunani dan Turki serta negara-negara lain pada akhir September.
Perang bukanlah kepentingan siapa pun, dan konflik antara anggota NATO seharusnya tidak perlu terjadi. Tetapi ketika ketegangan terjadi di Mediterania timur, seperti yang dikatakan okeh Maas, bahkan percikan terkecil pun dapat menyebabkan bencana.
Jerman telah meminta semua pihak untuk segera menghentikan latihan militer yang provokatif. Sebuah langkah yang seharusnya diikuti dengan moratorium eksplorasi di perairan yang disengketakan. Kemudian biarkan diplomasi mengambil alih.