20.7 C
Indonesia

Memilih Tetap Bertahan. Ngaku Sembiring Tidak Takut Desanya Akan Ditenggelamkan Oleh Bendungan Lau Simeme

Must read

THE EDITOR – Dusun 3 Kuala Sabah, Desa Kuala Dekah akan tenggelam saat Bendungan Lau Simeme di Kecamatan Sibiru-Biru, Sumatera Utara, Indonesia diaktifkan, namun ternyata masih ada warganya yang belum menerima uang kompensasi yang dijanjikan oleh pemerintah hingga saat ini. Padahal bendungan ini sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Oktober 2024 lalu.

Perlu diketahui, Dusun 3 kuala Sabah didiami oleh puluhan kepala keluarga yang lokasi desa mereka tepat berada di tengah aliran sungai Bendungan Lau Simeme. Saat ini situasi desa masih kering, namun, di masa depan, desa ini tidak bisa lagi ditempati karena aliran air bendungan diperkirakan akan menenggelamkan rumah warga sehingga harus direlokasi.

Ngaku Sembiring (65), salah satu warga dari desa Dusun 3 Kuala Sabah mengatakan bila pemerintah hanya menghargai rumahnya, yakni sebesar Rp 200.000 per meter. Kondisi ini menyulitkannya untuk membeli tanah baru yang letaknya tak jauh dari desanya.

Baca Juga:

“Pemerintah hanya bayar 200.000 per meter sehingga sulit untuk pindah dan beli tanah baru di dusun sebelah yang harganya 500.000 – 600.000 per meter,” ungkap Ngaku Sembiring kepada The Editor pada Jumat (15/2/2025).

Situasi desa yang sudah mulai sepi karena sebagian warga sudah memilih pindah meski harus menerima uang ganti rugi seadanya dari pemerintah demi pembangunan Bendungan Lau Simeme (FOTO: Nampati Sembiring/THE EDITOR)
Situasi desa yang sudah mulai sepi karena sebagian warga sudah memilih pindah meski harus menerima uang ganti rugi seadanya dari pemerintah demi pembangunan Bendungan Lau Simeme (FOTO: Nampati Sembiring/THE EDITOR)

Hingga berita ini ditayangkan, masih ada warga desa di Dusun 3 Kuala Sabah yang belum pindah. Sebagian rumah terlihat sudah tidak lama tidak ditinggali sehingga rusak.

“Kami mau keluar tapi tanah di samping desa kami 600.000 per meter. Itulah kenapa kami belum mau pindah dari sini,” kata Ngaku yang ditemani oleh istrinya, Rabeka Beru Barus (63).

Tak hanya rumah, ternyata pemerintah juga hanya menghargai tanah garapan dan kebun Ngaku Sembiring dan istrinya sebesar Rp 15.000 – Rp 20.000 per meter.

“Makanya kami tetap bertahan dan kami kerja di kebun kami,” katanya.

MASYARAKAT TETAP BERTAHAN MESKI TERANCAM DESA AKAN TENGGELAM

Lingkaran berwarna merah adalah lokasi Dusun 3 Kuala Sabah, Desa Kuala Sabah berada. Lokasi tersebut merupakan salah satu titik terendah dari kawasan bendungan yang di masa depan akan dipenuhi oleh jutaan kubik air (FOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)
Lingkaran berwarna merah adalah lokasi Dusun 3 Kuala Sabah, Desa Kuala Sabah berada. Lokasi tersebut merupakan salah satu titik terendah dari kawasan bendungan yang di masa depan akan dipenuhi oleh jutaan kubik air (FOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)

Meski dusun mereka akan tenggelam, namun, Ngaku Sembiring mengatakan bila ia dan warga lainnya akan tetap bertahan sampai pemerintah memberikan harga yang masuk akal bagi mereka.

Karena alasan itu, beberapa warga masih hidup bertahan di sana bersama dengan hewan ternak mereka.

“Kalau tenggelam tetap tenggelam, tetap kami bertahan disini,” katanya tegas bersama istrinya.

“Kalau memang tenggelam, tenggelamkanlah. Apa boleh buat,” katanya.

Baca Juga: Hiruk Pikuk Peresmian Bendungan Lausimeme oleh Presiden Jokowi Meninggalkan Duka Bagi Petani Yang Lahannya Dibayar Dengan Tak Pantas Oleh Pemerintah

Dalam Penentuan Harga Tanah Warga Terdampak Bendungan Lau Simeme, KJPP MBPRU Pakai Undang-Undang Yang Sudah Tak Berlaku

Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Mutaqqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan Rekan ( MBPRU) mengatakan bila penetapan harga atas tanah warga yang terkena imbas pembangunan Bendungan Lau Simeme diputuskan berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) 19 Tahun 2020.

Namun, nyatanya pemerintah pusat telah mengubah aturan UU yang digunakan oleh KJPP MBPRU ini melalui UU Cipta Kerja.

Bagaimana kronologisnya?

Pada Jumat (14/2/2025) The Editor mendatangi kantor KJPP MBPRU yang dinyatakan menang tender atas proyek apraisal tanah untuk kepentingan pembangunan Bendungan Lau Simeme yang berada di Jalan Setia Budi, Komplek Taman Setia Budi Indah, Medan, Sumatera Utara.

Saat tiba, gedung bertingkat berwarna putih ini terlihat sangat sepi, seolah tidak ada aktivitas perkantoran di sana. Hanya ada dua orang satpam yang berjaga dan tengah duduk di bagian kanan kantor. Kesan yang didapatkan adalah seolah gedung tersebut sudah lama ditinggalkan oleh para penghuninya.

Redaksi diarahkan ke bagian kanan gedung yang baru terlihat seperti kantor dengan kaca agak gelap. 

Akhirnya, seorang pria bernama Erwin dipertemukan dengan The Editor. Ia enggan menyebutkan nama lengkapnya. Namun, dari hasil wawancara tersebut, Ia mengatakan bila pihaknya menentukan harga tanah warga yang terkena dampak pembangunan Bendungan Lau Simeme berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) 19 Tahun 2020 serta standart menganalisa.

“Karena sesuai dengan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2022, Peraturan Pemerintah (PP) 19 Tahun 2020 termasuk juga standart menganalisa, penilai tidak bisa menilaii disamaratakan, tetap nilainya bidang per bidang. Nggak mungkin penilaian KJPP itu sama, nggak mungkin,” kata Erwin pada The Editor pada Jumat (14/2/2025) siang.

Ia mengatakan, melalui aturan tersebut, harga tanah warga meski bersebelahan tetap tidak bisa mendapat harga yang sama. Serta, berdasarkan aturan itu juga, lanjutnya, maka harga lahan juga tidak bisa sama bila luasnya tidak sama.

Baca Selengkapnya Mengenai Investigasinya Di: Dalam Penentuan Harga Tanah Warga Terdampak Bendungan Lau Simeme, KJPP MBPRU Pakai Undang-Undang Yang Sudah Tak Berlaku. Simak Liputannya!

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru