25.4 C
Indonesia

Kegagalan Dunia Mengecam Erdogan Justru Pemicu Awal Munculnya Konflik Negara-Negara Makmur Di Timur Tengah

Must read

JAKARTA – Melindungi situs warisan dunia seperti Hagia Sophia bukan berarti melindungi agama Kristen atau Islam. Hagia Sophia yang sejak awal pembangunannya merupakan sebuah Katedral Ortodoks tidak akan pernah mengubah dirinya menjadi bangunan masjid tanpa campur tangan manusia. Namun, kedaulatan suatu negara ternyata mampu mengubah status Hagia Sophia menjadi bangunan baru dalam sejarah dunia, Presiden Turki Erdogan adalah orang pertama yang berhasil mengabaikan seruan internasional di era modern sekarang ini. Dalam perjalanannya, Erdogan dikhawatirkan sengaja memelihara isu sensitifitas Islam di negara yang berada di antara dua benua tersebut.

Museum Hagia Sophia (Fotografer: Haytam Muhamed Nawar untuk The Editor)

“Yang mengusik kita adalah tentang perdamaian dunia dan tentang Hagia Sophia. Hagia Sophia bukan soal Orthodox saja, Hagia Sophia adalah simbol kejayaan Kristen dimasa lalu. Selama erdogan berkuasa maka isu Islam akan jadi konsumsi utama di negara itu,” ujar Akademisi STT Paulus Medan Doktor Adolfina Koamesakh dalam sebuah diskusi singkat secara virtual kemarin, Kamis (16/7) dengan tema Alih Fungsi Hagia Sophia: Provokasi Erdogan Terhadap Barat.

Dalam pandangannya, PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) hanya diam melihat perubahan status Hagia Sophia. PBB dianggap gagal menjalankan fungsinya sebagai penjaga perdamaian dan keamanan dunia karena Erdogan secara terang-terangan menunjukkan sikap otoriter terhadap situs yang berada di bawah perlindungan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), badan khusus PBB yang mendukung perdamaian, dan keamanan dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya.

“UNESCO sendiripun hanya melihat bagaimana Erdogan memutuskan (aturan) ini. Ia (Erdogan) menjadi role model penindasan di masa depan. Ini bukan masalah Orthodox saja, tapi ini berbicara tentang kedaulatan Allah yang kita bicarakan,” jelasnya.

Perpecahan justru paling cepat terjadi di Timur Tengah, Bukan Dunia Barat

Dalam konteks keagamaan, Adolfina meminta dukungan dunia internasional agar mendorong Erdogan bersikap netral terhadap situs warisan dunia apapun yang ada di Turki, terutama Hagia Sophia. Keputusan sepihak Erdogan diyakininya akan memberikan efek terhadap dunia, salah satunya perpecahan di Timur Tengah sendiri. Karena pada kenyataannya, ancaman paling cepat ternyata justru datang dari Yunani, sebuah negara yang letaknya tak jauh dari Turki.

Menteri Pembangunan Desa Yunani Makis Voridis dengan tegas menyampaikan ancaman terhadap Erdogan. Lewat wawancara dengan MEGA, Voridis menyampaikan bahwa pihaknya akan mengubah rumah kelahiran Mustafa Kemal Ataturk di Thessaloniki sebagai museum genosida. Mustafa Kemal Ataturk merupakan Bapak Turki Modern yang lahir di Tesalonika, Yunani pada tahun 1881.

“Bila sudah begini maka dunia akan terlibat semua, cost politiknya akan sangat tinggi,” kecam Adolfina.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Center for European Union Partogi Pieter Samosir. Dimatanya, sikap Erdogan terhadap Hagia Sophia hanya sebagai alat untuk meraih dukungan. Pasalnya, sejak awal Pilkada 2019 lalu popularitas Erdogan menurun. Dukungan suara terhadap Erdogan di Ankara dan Istanbul turun drastis, padahal Ia melakukan kampanye langsung di dua lokasi tersebut.

“Jadi Ia (Erdogan) berpikir melakukan hal aneh dan bagi kita menyakitkan. Tapi itulah cara Erdogan mempertahankan kekuasannya,” jelasnya.

Erdogan Berani Karena Kekuatan Militer Turki Yang Kuat

Salah satu faktor yang membuat Erdogan berani mengambil keputusan mengubah situs warisan dunia Hagia Sophia adalah kekuatan militer. Amerika dianggap tidak serius saat menegur Erdogan, karena terbukti sekarang Hagia Sophia tetap diubah peruntukannya menjadi masjid.

“Semua peralatan militernya dari Amerika. Bila Amerika serius mau mengingatkan, (maka) dia (Amerika) ya harus dilakukan dengan lebih serius. Kalau Menlu (menteri luar negeri) Amerika cuma bilang jangan dan erdogan tetap lakukan artinya kedaulatan Turki tetap nomor 1,” sindirnya.

Pengamat Militer dan Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API) Brigjen Harsanto Adi mengatakan pemerintah Turki menganggarkan dana sebanyak 320 triliun untuk angkatan militernya. Tanpa Kapal Induk seperti Amerika Serikat, kekuatan militer Turki peringkat 8 terbaik di dunia. Di Timur Tengah sendiri hanya Mesir yang mampu menyaingi kekuatan militer Turki. Kekuatan militer sedemikian besar menurutnya membuat Erdogan berani melakukan manufer politik demi kemenangan di Pilpres mendatang. Sayangnya, pilihan Erdogan adalah dengan mengorbankan sits warisan dunia Kristen, Hagia Sophia untuk jadi tempat ibadah bagi umat muslim.

“Siapa yang akan menjamin situs Kristen di Museum Hagia Sophia? Mimpi Erdogan mendengar lantunan azan di Hagia Sophia merupakan manufer politik karena persaingan politik untuk pemilihan di masa depan,” jelasnya.

Pilar-pilar yang menjulang tinggi di dalam Museum Hagia Sophia (Fotografer: Haytham Muhamed Nawar untuk The Editor) klik dua kali untuk memperbesar foto

Kemenangan Hagia Sophia Adalah Kebangkitan Awal Membebaskan Masjid Al-Aqsa

Keberanian Erdogan dalam aksi militer di Timur Tengah diakui oleh Founder Hadassah of Indonesia Monique Rijkers. Rijkers menjelaskan bahwa saat ini Islam tengah berebut pengaruh antara Yemen dan Irak. Dan Erdogan sendiri ternyata berani menempatkan diri sebagai musuh barat dengan memerangi Pasukan Kurdi yang merupakan koalisi Amerika Serikat dalam memerangi ISIS. Dengan kata lain, Erdogan mendukung organisasi ISIS menang di seluruh wilayah Timur Tengah.

“Erdogans angat berani dalam aksi militer. Pasukan kurdi adalah mitra amerika dalam memerangi ISIS, jadi Turki ini memang sangat terang-terangan,” jelas Rijkers.

Sikap Erdogan ini menurutnya adalah bentuk pemberontakan melawan Dewan Wakaf Yordania untuk merebut Masjid Al Aqsa. Ia mengingatkan bahwa selama ini Masjid Al Aqsa tidak berada di bawah pemerintahan Israel. Rijkers mengaku sangat khawatir dengan kemampuan akses Erdogan ke Eropa dan Timur Tengah justru menuai konflik baru yang tidak pernah diketahui selama ini.

“Jadi, dengan pernyataan akan mengambil alih Al Aqsa apakah akan mengambil alih Yordania?” tanya Rijkers.

Dengan dikembalikannya Hagia Sophia sebagai situs warisan dunia Kristen diyakini juga menjadi jalan untuk membebaskan Masjid Al Aqsa di masa depan.

“Kebangkitan Hagia sophia adalah kebangkitan awal membebaskan masjid Al Aqsa,” tambah Pengamat Militer dan Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API) Brigjen Harsanto Adi.

Masyarakat Muslim Indonesia Diminta Untuk Tidak Salah Paham

Permintaan agar Indonesia terlibat mencegah perubahan situs warisan dunia UNESCO Hagia Sophia agar tidak berubah menjadi masjid tersirat sangat jelas dalam diskusi tersebut.

Dosen Pengajar Alkitab Ibrani asal Indonesia Rita Wahyu menjelaskan bahwa terdapat kepingan sejarah yang salah di mengerti oleh masyarakat Indonesia terkait Konstantinopel, kota terbesar dan termakmur di Eropa pada abad pertengahan.

Rita menjelaskan bahwa kekalahan Konstantinopel atau sekarang disebut Istanbul, atas kaum Utsmaniyah pada tahun 1453 menurutnya harus jadi kebanggaan tersendiri bagi umat Muslim karena Perang Salib dimenangkan oleh Kesultanan Utsmaniyah. Rita sangat berharap kedepannya tidak ada lagi kemarahan masyarakat Indonesia saat berbicara tentang sejarah Perang Salib karena kemenangan Kesultanan Utsmaniyah merupakan babak baru bagi kejayaan dunia Islam di Turki.

“Jadi ini adalah friksi Perang Salib yang seharusnya mereka (Islam) senang karena Eropa kalah,” jelas Rita.

Belajar dari sejarah Konstantinopel, lanjutnya, kekalahan Eropa dalam Perang Salib justru jadi pemicu munculnya babak baru kolonialisme. Dalam perjalanannya, di Indonesia sendiri mulai terjadi penginjilan.

“Eropa mulai masuk ke Indonesia dan mulai terjadi penginjilan. Ini yang membuat Islam marah seolah kita kembali ke crusade bahwa kristen adalah agama barat,” jelasnya.

“Eropa kalah (dalam Perang Salib) tapi bangkit lewat Kolonialisme, tapi mereka (masyarakat Muslim Indonesia) marah karena masuknya Kolonialisme. Balutan masa lalu ini tetap PR (pekerjaan rumah) bersama,” tutupnya.

Artikel yang berkaitan: Selain Jadi Masjid, Pihak Kristen Ortodhox Juga Meminta Agar Hagia Sophia Kembali Jadi Bait Suci Bagi Umat Kristen

spot_img

More Articles

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Baru