27.4 C
Indonesia

Apa Yang Terjadi Bila Partai Tak Siap Jadi Oposisi?

Must read

JAKARTA – Pemilu hanya akan jadi aksi ritual semata bila partai politik tak siap jadi oposisi saat kalah diajang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres).

Demikian dikatakan oleh Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Hurriyah saat berbincang dengan dengan Redaksi The Editor beberapa waktu lalu.

“Buat apa membuang emosi masyarakat diaduk-aduk untuk menihilkan kandidat yang lain sementara pasca pemilu kontestasinya justru tidak terlihat. Jadinya apa? Pemilu hanya jadi prosedural belaka,” kata Hurriyah.

Minimnya kontestasi usai Pemilu menurut Hurriyah sudah terjadi selama puluhan tahun. 

Bahkan di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo juga terjadi. 

Kabinet kerja bakti yang menggabungkan partai oposisi dan partai koalisi membuat banyak janji kampanye Jokowi tak terwujud.

“Itu kelihatan di era Jokowi kan, bagaimana nawacita begitu cepat menguap, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya tak terpenuhi. Tapi tidak mengganggu popularitas Jokowi pada saat pemilu termasuk kepuasan masyarakat terhadap jokowi,” tambahnya lagi.

Masyarakat Tak Berdaulat Sama Sekali

Masyarakat juga dinilai tak memiliki daulat apapun bila tak ada partai yang siap jadi oposisi.

Padahal negara memberi hak setiap warganya untuk memilih pemimpin yang mereka inginkan.

Uang triliunan rupiah juga dikeluarkan oleh negara untuk menyelenggarakan pesta demokrasi ini.

Tapi, lanjutnya, dalam setiap periode Pemilu, partai oposisi nyaris tak bersuara saat janji-janji politik dilupakan oleh para penguasa.

“Padahal dari sisi demokrasi keberadaan oposisi akan menciptakan demokrasi yang sehat,” ungkapnya.

Jadi, menururt Hurriyah, Partai Oposisi yang kalah dalam Pemilihan Umum (Pemilu) seharusnya bangga dan siap menjalankan fungsinya untuk mengkritisi kebijakan yang diambil, dan dijalankan oleh pemerintah.

Untuk menjadi partai oposisi yang berhasil menjalankan demokrasi, Hurriyah meminta agar peserta Pemilu harus siap kalah, dan siap menang.

Tujuannya agar pemenang Pilpres tidak lupa akan janji-janji mereka saat kampanye, dan menggantinya dengan ilusi keberhasilan belaka.

Bila tidak ada partai yang siap jadi oposisi maka pada akhirnya laga Pemilu tidak berarti apapun.

Atau dengan kata lain, Pemilu hanya akan jadi ritual semata yang dilakukan oleh partai politik untuk memberi kesan ke masyarakat bila mereka memiliki daulat penuh untuk memilih pemimpin.

Tapi faktanya kedulatan tersebut tidak pernah ada karena partai politik hanya menghabiskan uang triliunan rupiah.

Hurriyah mengatakan selama ini pemerintah lebih suka membangun kabinet kerja bakti saat menjalankan fungsinya.

Karena pasca Pemilu berlangsung, kontestasi yang seharusnya terjadi justru hilang, dan tidak terlihat.

“Kalau semuanya kabinet kerja bakti buat apa buang uang triliunan rupiah buat menyelenggarakan pemilu,” ungkapnya.

“Buat apa membuang emosi masyarakat diaduk-aduk untuk menihilkan kandidat yang lain sementara pasca pemilu kontestasinya justru tidak terlihat. Jadinya apa? Pemilu hanya jadi prosedur belaka,” tambahnya lagi.

Dengan kata lain, lanjutnya, Pilpres hanya acara hiburan semata yang dimanfaatkan oleh para peserta Pemilu untuk mengaduk-aduk emosi masyarakat.

“Ya kaya dikasih hiburan aja kalau kita punya pemilu demokrastis padahal hanya secara prosedur saja karena masyarakat tidak punya posisi tawar sama sekali. Jadi bagaimana politisi dan pejabat partai itu mempersiapkan jabatan strategis,” tandasnya.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Baru