JAKARTA – Semua orang ingin merasa bahagia dalam hidupnya. Segala upaya pun dilakukan untuk meraih kebahagiaan itu sendiri–meskipun memakan waktu yang tak sebentar.
Akan tetapi, kebahagiaan sejatinya memiliki makna yang berbeda-beda bagi setiap orang.
Ada yang berpikir bahagia adalah ketika memiliki banyak uang, ada yang menyebut berkunjung ke taman hiburan impian sebagai kebahagiaannya, dan sebagainya.
Dalam beberapa kasus, ketika hal-hal tersebut telah terwujud, beberapa orang tidak juga merasa bahagia seperti yang dibayangkannya sebelumnya.
Barulah saat itu ia akan menyadari bahwa kebahagiaan seharusnya datang dari dalam dirinya, lapor UNILAD.
Matthieu Ricard, pria yang digadang-gadang sebagai orang paling bahagia di dunia, punya kunci sederhana untuk keluar dari situasi tersebut.
Berbicara kepada Business Insider beberapa tahun lalu, ia menyoroti pentingnya berhenti berpikir dengan cara yang egois.
“Ini bukan landasan moral. Hanya saja, “saya, saya, saya” sepanjang hari sangatlah pengap,” katanya, dikutip dari UNILAD.
“Dan itu cukup menyedihkan, karena Anda menjadikan seluruh dunia sebagai ancaman, atau sebagai potensi kepentingan [untuk diri Anda sendiri],” sambungnya.
Jika seseorang ingin bahagia, Ricard menyarankan orang itu harus berjuang untuk ‘kebajikan’.
Menurutnya, jika pikiran dipenuhi dengan kebajikan, seperti “semangat dan solidaritas, itu adalah tanda “pikiran yang sehat’, yang kondusif untuk berkembang.
“Jadi Anda sendiri berada dalam kondisi mental yang jauh lebih baik. Tubuh Anda akan lebih sehat, jadi [itu] telah ditunjukkan. Dan juga, orang akan menganggapnya sebagai sesuatu yang baik,” paparnya.
Ricard adalah mantan ilmuwan Prancis, pemegang gelar PhD di bidang genetika molekuler.
Akan tetapi, ia telah meninggalkan kehidupan lamanya untuk menjadi biksu Buddha di Himalaya.
Titel “orang paling bahagia di dunia” didapatkannya setelah mengikuti ekperimen kecil yang dilakukan oleh University of Wisconsin.
Ahli saraf memasangkan tengkoraknya dengan 256 sensor dan menemukan bahwa otak Ricard menghasilkan gelombang gamma yang terkait dengan kesadaran, perhatian, pembelajaran, dan memori pada tingkat yang belum pernah dilaporkan sebelumnya ketika ia bermeditasi.
Terlebih lagi, pemindaian menunjukkan aktivitas yang sangat tinggi di korteks prefrontal kiri otaknya dibandingkan dengan yang kanan.
Itu artinya, ia memiliki kapasitas yang meningkat secara tidak normal untuk kebahagiaan–dan sebaliknya untuk hal-hal negatif.
“Dengan latihan mental, kita selalu bisa membawa [tingkat kebahagiaan kita] ke tingkat yang berbeda,” jelasnya kepada Business Insider.
Latihan mental yang dimaksudnya adalah menghabiskan 10 hingga 15 menit sehari memikirkan hal-hal yang menyenangkan.
Seperti berpikir tentang melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain atau bahkan hanya mengingat saat-saat menyenangkan dari masa lalu.
Menghabiskan lebih dari beberapa detik untuk emosi positif ini akan memberikan manfaat mental dalam jangka panjang.
Menurutnya, latihan ini bahkan dapat memberikan hasil dalam hitungan dua minggu.
Jika terus dilakukan dalam jangka waktu yang lama, lihatlah apa yang terjadi dengan Ricard. Ia tidak menjadi pria paling bahagia di dunia dalam semalam.
Sumber: UNILAD