24.3 C
Indonesia

UGM: Pemerintah Diminta Mau Memperhatikan Kelanjutan Program Pompanisasi

Must read

JAKARTA – Perlu perencanaan detail agar program pompanisasi dengan target 1 juta hektar sawah tadah hujan dapat berlanjut.

Program pompanisasi dengan target mengairi 1 juta sawah tadah hujan diharapkan dapat terwujud dan berlanjut, sehingga dapat mengurangi impor pangan khususnya beras secara signifikan. 

Lebih jauh dimungkinkan negeri ini  bisa mencapai swasembada pangan beras lagi seperti telah dicapai pada tahun 1985. Bahkan kalau bisa menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045.

Baca Juga:

“Selain biaya investasi, program pompanisasi juga membutuhkan biaya manajemen operasional dan pemeliharaan (O&P) pompa yang kontinyu”, ujar Ahli Manajemen Sumberdaya Air dari Universitas Gadjah Mada Professor Sahid Susanto saat berbincang dengan Redaksi The Editor beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Professor Sahid menjelaskan bahwa sebagian besar sumber air sistem irigasi pompa untuk mengairi lahan tadah hujan berasal dari air tanah atau sumber airnya jauh lebih rendah dari lahan. 

Pompa merupakan sumber energi utama untuk mengangkat air tanah yang kemudian akan dialirkan ke lahan pertanian. 

Biasanya melalui saluran terbuka. Besar dan kecilnya tenaga pompa sangat tergantung pada seberapa jauh posisi dan ketinggian muka air sumbernya. 

“Tenaga pompa airnya biasanya berasal dari mesin diesel. Sekarang sedang dikembangkan, tenaga pompa airnya dari tenaga surya,” katanya.

Untuk itu, Professor Sahid meminta agar pemerintah menghitung secara detail dan teliti biaya investasi dan biaya operasional dan pemeliharaan sistem yang akan digunakan dalam menjalankan proyek irigasi pompa ini. 

Perhitungan ini penting artinya untuk menentukan seberapa besar subsidi yang akan diberikan pemerintah untuk mempertahankan harga beras tetap terjangkau oleh masyarakat. 

Pengalaman pengembangan air tanah dengan irigasi pompa sebagai bagian program swasembada pangan nasional 1970-1985an mengindikasikan bahwa keberadaan umur teknis pompa air menjadi pendek karena dukungan biaya operasional dan pemeliharaan sistem tidak memadai.

“Umur pompa menjadi pendek,” ungkapnya.

Professor Sahid mengapresiasi program pengairan 1 juta sawah tadah hujan yang tengah gencar dilakukan oleh Kementerian Pertanian, dalam hal ini Ditjen Prasarana dan Sarana. 

Namun, kata Professor Sahid, program itu harus jelas posisi dan karakteristik sumber air tanahnya atau sumber air lainnya yang diambil. 

Untuk air tanah, pengambilan air tanah tidak boleh lebih besar dari pengisian air kembali di aquifer (recharge).

Perlu diketahui bahwa tidak semua air tanah ada di bawah lahan tadah hujan. 

“Posisi ke dalam dan jumlahnya sangat bervariasi. Skalanya biasanya juga kecil, satu unit sekitar ratusan hektar,” ungkapnya.

Untuk menjalankan program ini, kata dia lagi, akan dibutuhkan pompa dalam jumlah banyak dalam berbagai ukuran. 

Tak hanya itu, pengguna pompa juga harus memperkeras saluran air irigasinya agar tidak kehilangan air akibat terjadi rembesan.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Pertanian menargetkan pengembangan irigasi pompa di 500.000 hektar sawah tadah hujan di Jawa, dan 500.000 hektar lainnya di luar Pulau Jawa.

“Di Jawa, misalnya lahan tadah hujan wilayah pegunungan selatan seperti di Gunung Kidul yang sulit air tidak semuanya ada air tanah di bawahnya. Sebagian besar air tanahnya dalam karena formasi geologinya berupa kapur. Sungai-sungai bawah tanah banyak di wilayah ini,” ungkapnya. 

“Lahan tadah hujan lainnya di Pantai Selatan Jawa, air tanahnya dangkal. Tetapi pengambilan air tanah yang berlebihan akan mengakibatkan masuknya air laut yang asin ke lahan”, lanjutnya. 

“Kalau Kementerian Pertanian sudah yakin lahan tadah hujan 500.000 hektar ada di Jawa berikut keberadaan dan karakteristik sumber air tanahnya atau sumber air lainnya tersedia, saya dukung program pompanisasi ini. Oleh karena itu, survai pemetaan detail perlu dilakukan terlebih dahulu”, ungkapnya.

Tanah Subur Hanya Ada di Jawa

Menurut Professor Sahid, pengembangan sawah tadah hujan menjadi lahan sawah beririgasi pompa perlu selektif. 

Dari sisi tanah, tidak semua tanah di Indonesia sama kesuburannya dan cocok untuk budidaya pertanian khususnya padi.

“Tanah paling subur di dunia itu ada di Jawa dan sangat cocok untuk budidaya tanaman padi. Tanah yang ada di luar Jawa yang cocok untuk budidaya padi tapi tidak sesubur di Jawa antara lain di Sumatera, Bali, Lombok, sedikit Sulawesi dan NTB. Lahan sawah yang sudah terbentuk di wilayah itu kebanyakan menggunajan sistem irigasi saluran terbuka. Sistem irigasi pompa sepertinya tidak banyak. Target pompanisasi lahan tadah hujan 500.000 hektar di luar Jawa perlu dikaji lebih dalam” ungkapnya.

Investasi besar di bidang pompanisasi yang tengah dibangun oleh kementerian pertanian ini menurutnya akan membantu petani yang kesulitan akan sumber air.

Karena kehadiran pemerintah dalam menyediakan pipa dan pompa akan mempermudah air bisa mencapai lahan warga.

Tapi ia berharap pemerintah tidak menghentikan program yang telah diinvestasikan secara besar-besaran ini.

“Investasi besar program irigasi pompa dengan target sejuta hektar yang tengah dilakukan pemerintah. Kementan ini kalau terealisasi dengan baik jelas akan membantu petani di wilayah-wilayah yang sulit air. Penyediaan pompa berikut jaringan saluran irigasinya ke lahan tadah hujan perlu diikuti dengan perencanaan yang baik, bahkan sampai operasional dan pemeliharaan sistemnya agar kinerjanya dapat berlanjut”, lanjutnya.

Lebih lanjut dikatakan manajemen operasional dan pemeliharaan sistem irigasi pompa sangat penting untuk menjamin keberlanjutan kinerja pelayanan air irigasi. 

Namun keburukan manajemen operasional dan pemeliharaan sistem akan menurunkan kinerja layanan sistem irigasi pompa dan memperpendek umur teknis pompa.

Masyarakat Petani Pemakai Air Perlu Ketrampilan Manajemen Operasional dan Pemeliharaan Pompa

Untuk itu, Professor Sahid menyarankan agar Kementerian Pertanian menyediakan tenaga kerja terampil untuk manjalankan operasional dan pemeliharaan sistem pompa. 

Penyediaan suku cadang pompa menurutnya juga perlu menjadi perhatian untuk dimasukkan menjadi bagian subsidi secara berkesinambungan. 

“Organisasi operasional dan pemeliharaan sistem irigasi pompa bisa dilibatkan,” ungkapnya.

Kalau sistem irigasi pompa ini mau diterapkan di daerah perkotaan, lanjutnya, baiknya arahnya dilakukan untuk budidaya pertanian sayuran dan buah-buahan dengan bentuk naungan (shelter) atau rumah kaca (green house). 

“Sistem penyaluran air irigasinya melalui jaringan pipa. Syaratnya perlu tekanan tinggi dan airnya harus bersih,” katanya.

“Diupayakan sedikit belokan dalam design jaringan pipanya karena belokan akan mengurangi tekanan. Gunakan air bersih untuk menghindari tersumbat nozzle karena kotoran atau sedimen. Bisa dilakukan tanpa tanah atau sering disebut pertanian hidroponik. Perlu pupuk kimia,” tandasya.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru