BELARUS – Presiden Belarus Alexander Lukashenko mengatakan bahwa negaranya harus terlibat dalam negosiasi untuk menyelesaikan perang di Ukraina. Ia juga berharap dapat mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam beberapa hari mendatang.
“Tidak ada kesepakatan terpisah di belakang Belarus,” kata Lukashenko seperti dikutip oleh kantor berita negara Belarus Belta, Kamis (7/4).
“Karena Anda menyeret kami ke dalam ini–terutama negara-negara Barat–posisi Belarus secara alami perlu didengar dalam negosiasi ini,” tambahnya.
Lukashenko berulang kali memilih untuk menggunakan kata “perang” dalam sebuah pertemuan dengan para pejabat keamanannya. Padahal, istilah tersebut dilarang oleh Moskow.
Menteri Luar Negeri Vladimir Makei bahkan melangkah lebih jauh, dengan mengatakan bahwa Lukashenko sendiri “harus berpartisipasi dalam pertemuan [final]”.
Sebelumnya, puluhan ribu tentara Rusia dikirim ke Ukraina pada 24 Februari lalu dari wilayah Rusia dan Belarus dalam apa yang disebutnya sebagai “operasi militer khusus” yang dirancang untuk mendemilitarisasi dan “denazifikasi” tetangganya.
Akan tetapi, Ukraina dan pemerintah Barat menolak alasan tersebut dan mengatakannya sebagai dalih palsu untuk perang agresi.
Kini, sebanyak lebih dari 10 juta warga Ukraina telah meninggalkan rumah mereka. Kota-kota negara tersebut juga telah hancur akibat serangan terus menerus.
Pihak berwenang Ukraina juga mengatakan bahwa ribuan warga sipilnya tewas dan terluka.
Lukashenko mengatakan angkatan bersenjata Belarus tidak mengambil bagian dan tidak akan mengambil bagian dalam konflik.
Pada hari Kamis, ia menegaskan bahwa Belarus telah secara tidak adil dicap sebagai “kaki tangan agresor”.
Sebagai informasi, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan lainnya, telah menyeret Belarus ke dalam sanksi besar-besaran yang dijatuhkan kepada Rusia.
“Kami tidak membutuhkan perang ini,” kata Lukashenko seperti dikutip Belta.
“Karena sebagai akibat dari konflik antara dua bangsa Slavia ini, kamilah yang mungkin paling menderita,” lanjutnya.
Lukashenko tidak terima dengan fakta bahwa Minsk bukan peserta dalam putaran pembicaraan damai antara delegasi dari Kyiv dan Moskow, yang telah diadakan di Belarus dan Istanbul.
Belarus sebelumnya mengizinkan pasukan Rusia untuk menggunakan negara yang berbatasan dengan Ukraina sebagai pangkalan belakang dan telah menjadi tuan rumah untuk tiga putaran pembicaraan damai kedua negara tersebut.
Lukashenko mengeluh bahwa pembicaraan bulan lalu di Istanbul adalah hasil dari “tekanan dari barat di Ukraina, untuk tidak pergi ke Belarus bagaimanapun caranya”.
Ia mengatakan bahwa Belarus tidak bersikeras untuk mengadakan pembicaraan di wilayahnya.
“Biarkan mereka mengadakan pembicaraan di sana. Yang penting ada hasil. Karena, saya tekankan lagi, perang menyebabkan kerugian besar bagi Belarus,” ujarnya.
Meskipun Belarus sekarang sangat bergantung pada Rusia untuk dukungan ekonomi dan militer, Lukashenko di masa lalu telah mencoba untuk menjauhkan diri dari Moskow demi hubungan yang lebih baik dengan Uni Eropa.
Pada tahun 2020, Kremlin membantu Lukashenko menghentikan secara paksa protes massa pro-demokrasi yang menuduh kecurangan dalam pemilihan yang memberinya masa jabatan keenam berturut-turut sebagai presiden serta menghancurkan apa yang tersisa dari oposisi politik Belarus.
Sumber: Al Jazeera