JAKARTA – Cuaca panas yang akhir-akhir ini melanda banyak negara tidak hanya membuat orang-orang sibuk mengipasi diri. Di beberapa negara, kondisi ini menimbulkan kebakaran, banyak orang yang terkena heatstroke, hingga meninggal dunia.
Lalu biasanya akan muncul kalimat seperti, “untung cuma punya satu matahari” atau “mataharinya satu aja udah sepanas ini, gimana dua?“, yang diucapkan oleh sejumlah pihak.
Kalimat itu seakan menjadi tanda pengingat untuk selalu bersyukur karena tinggal di planet yang hanya mengorbit pada satu matahari.
Tapi, tahukah Anda, bahwa ada dunia yang pernah memiliki 4 matahari (bintang) sekaligus?
Dunia tersebut terdeteksi oleh para peneliti berada di konstelasi TW Hydrae yang berjarak sekitar 150 tahun cahaya (1 tahun cahaya = 9,4 triliun km) dari Bumi. Dunia itu kemudian dinamakan HD 98800.
Menurut para peneliti di Institut Niels Bohr Universitas Kopenhagen itu, sistem di dunia ini menunjukkan adanya dua bintang biner yang mengorbit satu sama lain dan satu bintang besar yang mengorbit keduanya.
Melihat sistem ini saling terjepit erat, para astronom berspekulasi bahwa sebelumnya ada empat bintang di dalamnya sampai tiga matahari lainnya melahap yang keempat.
“Sejauh yang kami tahu, ini adalah yang pertama dari jenisnya yang pernah terdeteksi. Kita tahu banyak sistem bintang tersier (sistem bintang tiga), tetapi mereka biasanya secara signifikan kurang masif. Bintang-bintang besar dalam rangkap tiga ini sangat berdekatan–ini adalah sistem yang kompak,” Alejandro Vigna-Gomez, seorang postdoc di Akademi Internasional Niels Bohr dan penulis studi terkait dilansir dari Times Now News.
Bintang-bintang biner mengorbit satu sama lain dalam satu hari. Jika keduanya digabungkan, maka akan memiliki berat yang 12 kali massa matahari bumi.
Sementara itu, bintang ketiga disebutkan membuat bingung para peneliti.
Pasalnya, matahari yang satu ini memiliki berat 16 kali massa matahari bumi dengan orbit lingkaran dalam yang mengelili kedua bintang sebelumnya sebanyak enam kali dalam setahun.
Sistem ini, karena kecerahannya yang tinggi, pertama kali ditemukan oleh komunitas astronom amatir yang mengambil data dari Transiting Exoplanet Survey Satellite Observatory milik NASA.
Pada awalnya, mereka mengira itu adalah anomali dan astronom profesional yang berhati-hati kemudian mengkonfirmasi bahwa itu adalah sistem bintang tiga yang unik.
Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana kombinasi unik dari bintang biner dan bintang masif ini terbentuk, Alejandro berkolaborasi dengan rekan penelitiannya dari China, Bin Liu.
Keduanya kemudian mengkodekan data dan menjalankan 100.000 iterasi pada superkomputer untuk menilai hasil yang paling mungkin dari skenario ini.
“Sekarang kami memiliki model skenario yang paling mungkin pada sistem unik ini. Tapi model saja tidak cukup,” ungkap Alejandro.
“Dan ada dua cara [agar] kita dapat membuktikan atau menguraikan teori kita tentang formasi ini. Salah satunya mempelajari sistem secara rinci dan yang lainnya membuat analisis statistik populasi bintang,” sambungnya.
“Jika kita masuk ke sistem secara rinci, kita harus mengandalkan keahlian seorang astronom. Kami sudah melakukan observasi awal, tapi kami masih harus melihat data dan memastikan kami menafsirkannya dengan baik,” pungkasnya.
Alejandro dan Bin disebutkan tengah memanfaatkan teleskop dan observatorium yang tersebar di seluruh dunia untuk melihat sistem yang unik ini.
Temuan baru-baru ini dipresentasikan pada pertemuan virtual American Astronomical Society.