28.4 C
Indonesia

Pandawa Boyong, Lakon Pertama di Dunia Yang Berhasil Mengajak Panglima TNI Ke Pentas Teater

Must read

JAKARTA – Jakarta dengan rasa Eropa. Mungkin kalimat itu sangat cocok dikatakan untuk suasana pada Minggu (15/1) kemarin, ketika ratusan penari menyemarakkan Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Cahaya lampu dipadu dengan kostum Jawa kolosal membuat panggung TIM makin semarak saat itu.

Ratusan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang jadi peserta pagelaran internasional berjudul “Pandawa Boyong” ini tampak gagah dan cantik berseliweran di sekitar panggung.

Sebelum acara dimulai, Jaya Suprana selaku penanggung jawab acara ini terlebih dahulu menyapa hangat para penonton yang hadir pada saat gladi resik acara yang berlangsung pada Sabtu (14/1).

Perlu diketahui, produser pagelaran akbar ini adalah Aylawati Sarwono yang merupakan istri dari Jaya Suprana.

Jadi tak heran bila Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan istrinya juga ikut serta memainkan karakter-karakter penting dalam lakon ini.

“Ini jadi panggung pertama di dunia yang bisa membuat Panglima TNI menari,” kata Jaya Suprana yang langsung disambut oleh tepuk tangan ratusan penonton di TIM yang memiliki kapasitas hingga 1200 orang itu.

Aylawati Sarwono, meski bertindak sebagai produser, namun ia juga ikut memainkan karakter sebagai Banowati, yakni istri dari Duryodana, yang tertua dari seratus Kurawa anak Destarata.

Duryodana adalah tokoh antagonis yang utama dalam cerita Mahabarata (Wikipedia).

Aylawati Sarwono sebagai Banowati. (Foto: Elitha Evinora Br Tarigan/THE EDITOR)

Lakon Pandawa Boyong sendiri menceritakan upaya kembalinya Pandawa bersaudara dan rombongannya ke Istana Hastinapura usai menjalankan masa pengasingan selama bertahun-tahun.

Upaya itu tentu tak berjalan mulus, karena Kurawa tak mau memberikan istana yang telah mereka duduki kepada Pandawa.

Mereka bahkan merobek surat perjanjian yang dibawa Kresna selaku utusan Pandawa, menertawakan nasib saudaranya yang tak bisa kembali ke istana.

Akan tetapi, takdir telah menggariskan kisahnya. Perang Baratayudha pun pecah karena Kurawa tak mau menyanggupi janjinya sebelumnya.

Setelah beberapa kali diselipi guyonan dan adegan selingan di luar cerita, babak perang dalam pertunjukan ini tentu menjadi puncaknya.

Satu per satu pihak yang berlawanan bertemu dan adu kekuatan, seperti Bisma dengan Srikandi dan Bima Sena yang melawan Sengkuni.

Koreografi yang tampak dipikirkan dengan sangat baik, tata cahaya yang memukau, dan efek suara yang menggelegar membuat suasana menjadi kian mencekam dalam keapikan.

Sedikit tambahan candaan menjadi pelengkap agar penonton tak terlalu tegang dalam duduknya.

Kekurangan, jika boleh dibilang begitu, yang amat disayangkan dalam pertunjukan ini adalah volume mikrofon beberapa pemain yang agaknya tak semaksimal yang lain.

Akibatnya, ada beberapa dialog yang tak begitu terdengar. Beruntungnya konteks percakapan masih dapat tergambar dari respons pemain yang lain.

Di samping itu semua, walaupun yang tim The Editor saksikan adalah gladi resik, pertunjukan tersebut telah memberikan gambaran betapa menakjubkannya pertunjukan pada malam utama.

Seperti yang disampaikan oleh Laksamana Yudo Margono, bahwa pertunjukan ini adalah bukti dari terwujudnya sinergitas antara TNI, Polri, dan seluruh elemen masyarakat, semoga semuanya dapat bersatu melawan keburukan dengan kejujuran dan sikap ksatria–layaknya Pandawa yang menumpas habis Kurawa.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Baru