JAKARTA – Sering kita melihat acara hajatan digelar seramai mungkin hingga menghalangi jalan umum. Tenda dipasang hingga menyeberang jalan, membuat para pengguna jalan tersebut sulit untuk melintas karena ramainya para tamu yang datang.
Belum lagi jika penyelenggara hajatan tidak memasang tanda jalur alternatif, orang-orang yang hanya ingin melanjutkan perjalanannya pun akan bingung dan mungkin akan menyebabkan kemacetan.
Lantas, apakah yang demikian boleh terjadi?
Jawabannya adalah boleh, dengan syarat dan kondisi tertentu.
Dilansir dari akun Instagram @makassar_info, menggelar hajatan dengan menggunakan jalan umum tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.
Pasalnya, penyelenggaraan ini dapat mengganggu ketertiban lingkungan dan lalu lintas.
Seorang pemerhati masalah transportasi, Budiyanto, menjelaskan bahwa hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Selain itu, diatur juga dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 mengenai Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.
“Ada aturanya, tidak bisa sembarangan, apalagi menyangkut jalan umum yang statusnya nasional. Ada proses perizinan, tidak bisa hanya setempat (RT/RW), tapi juga dari kepolisian,” kata Budiyanto, awal bulan ini, Senin (4/7).
“Tingkatannya ini tergantung kondisi jalan dan jumlah keramaian. Bila skalanya kecil, Polsek bisa. Kalau lebih [besar], harus ke izin ke Polres,” lanjutnya.
Proses perizinan tersebut, lanjut Budiyanto, baik ke Polsek maupun Polres, tidak berarti langsung disetujui.
Petugas akan lebih dulu mendatangi lokasi yang akan menjadi tempat diselenggarakannya hajatan. Mereka akan menilai apakah lingkungan tersebut kondusif atau tidak.
Seperti, apakah ada akses alternatif lain yang bisa dilalui untuk pengendara motor dan mobil, apakah berpotensi terjadi kemacetan atau tidak.
Pengalihan arus lalu lintas ke jalan alternatif juga harus dinyatakan dengan rambu-rambu.
Menurutnya, penggunaan jalan di luar fungsi jalan dan tidak mendapatkan izin merupakan pelanggaran hukum.
“Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pidana Ps 274 Undang-Undang No 22 Tahun 2009, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta,” pungkasnya.