THE EDITOR – Indonesia mencatatkan prestasi membanggakan dalam UN E-Government Survey 2024, meraih peringkat 64 di antara 193 negara anggota PBB, melompat 13 peringkat dari posisi 77 pada tahun 2022.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan capaian tersebut tidak hanya menunjukkan kemajuan transformasi digital pemerintah Indonesia, tetapi juga untuk memberikan dampak positif bagi pelayanan publik dan partisipasi masyarakat.
“Peningkatan capaian ini merupakan komitmen Indonesia dalam transformasi digital pemerintah melalui pembangunan berkelanjutan. Dan kita selalu optimis, cita-cita bangsa Indonesia untuk menghadirkan pelayanan publik semakin mudah diakses akan terwujud melalui keterpaduan layanan digital,” katanya dalam keterangan yang diterima oleh The Editor di Jakarta, Kamis (19/09).
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan PBB ditahun-tahun sebelumnya, diketahui bila peringkat Indonesia menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan.
Saat pertama kali Indonesia ikut serta pada tahun 2008 berada pada peringkat 106 hingga pada tahun 2018 berada pada peringkat 107, dimana perkembangan cenderung stagnan.
Berdasarkan hal tersebut, melalui komitmen Bapak Presiden Joko Widodo berupa penetapan Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2018 tentang SPBE, maka sejak saat itu terjadi peningkatan signifikan di tahun 2020 meningkat menjadi peringkat 88, tahun 2022 meningkat kembali menjadi peringkat 77, hingga saat ini pada tahun 2024 menjadi peringkat 64.
Sehingga sejak penerapan kebijakan SPBE, maka Indonesia telah meningkat signifikan 43 peringkat, yang semula 107 di 2018 menjadi peringkat 64 di 2024.
UN E-Government Survey 2024 mengangkat tema “Accelerating Digital Transformation for Sustainable Development” yang bertujuan membantu negara-negara anggota mengidentifikasi kekuatan dan tantangan masing-masing dalam implementasi pemerintah digital, khusus pada tahun 2024 ini juga sudah memasukkan strategi penerapan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Dalam survei ini, Indonesia berhasil mencetak skor 0.7991, yang menempatkan Indonesia, untuk pertama kalinya, dalam kategori Very High E-Government Development Index (VHEGDI).
Survei ini menilai kinerja negara berdasarkan tiga dimensi utama: Indeks Pelayanan Online (Online Service Index/OSI), Infrastruktur Telekomunikasi (Telecommunication Infrastructure Index/TII), dan Sumber Daya Manusia (Human Capital Index/HCI). Dalam setiap dimensi tersebut, Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup baik.
Skor 0.8035 untuk OSI menunjukkan bahwa banyak layanan pemerintah kini dapat diakses secara digital dengan mudah oleh masyarakat.
Selain itu, Indonesia meraih skor 0.8645 untuk TII, yang mencerminkan penguatan jaringan dan akses internet di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil. Sementara itu, untuk HCI, Indonesia memperoleh skor 0.7293, yang sudah berada di atas rata-rata dunia dan regional Asia.
Indonesia juga mencatatkan kemajuan yang signifikan dalam E-Participation Index, naik dua peringkat dari 37 menjadi 35, dengan skor 0.7945.
Peningkatan ini mencerminkan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan digital, menunjukkan bahwa warga negara semakin aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Partisipasi yang lebih baik ini diharapkan dapat memperkuat demokrasi dan meningkatkan transparansi dalam pemerintahan.
Lebih lanjut, Indonesia mencatatkan skor 0.8718 dalam Open Government Data Index, berhasil mempertahankan posisi dalam kategori Very High Open Government Data Index(VHOGDI).
Capaian ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan akses publik terhadap data, yang mendorong transparansi dan memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pengawasan serta pengambilan keputusan.
PBB menekankan bahwa kesenjangan digital masih menjadi isu besar, terutama di negara-negara berkembang. Akses yang tidak merata dan kapasitas yang bervariasi dapat mengancam kemajuan menuju Agenda 2030. Hal ini menuntut negara-negara, termasuk Indonesia, untuk mempercepat upaya dan inovasi dalam menjembatani kesenjangan tersebut. Di tingkat global, kesenjangan dalam akses dan pemanfaatan teknologi digital berpotensi memperlebar jurang perbedaan antara negara maju dan negara berkembang.
Menteri Anas mengatakan bahwa hasil survei tersebut perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan. Kementerian PANRB sebagai Ketua Tim Koordinasi SPBE Nasional menjadikan ini sebagai momentum untuk memperkuat implementasi SPBE di seluruh Indonesia.
Mantan Kepala LKPP ini mengatakan bahwa kerja sama dengan berbagai pihak sangat diperlukan, terutama dalam meningkatkan infrastruktur telekomunikasi, pengembangan sumber daya manusia, dan tata kelola pemerintahan digital yang efektif.
Strategi perbaikan yang terarah harus difokuskan pada penguatan infrastruktur telekomunikasi dan peningkatan tata kelola serta layanan. Pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi aparatur pemerintah dan masyarakat sangat penting agar teknologi dapat dimanfaatkan secara optimal.
Menteri Anas menambahkan bahwa komitmen besar pemerintah Indonesia dalam transformasi digital juga ditunjukkan dengan adanya INA DIGITAL sebagai GovTech Indonesia.
“Saat ini kita sudah memiliki INA DIGITAL yang terdiri dari talenta digital terbaik Indonesia untuk membantu mewujudkan keterpaduan layanan digital,” ujarnya.
Dalam waktu dekat pemerintah juga akan melakukan rilis terbatas secara bertahap pada tiga produk awal yang dikembangkan oleh INA DIGITAL. Rilis Terbatas Tahap 1 (Alpha) yang direncanakan pada minggu ke-4 bulan September 2024 ini akan merilis Aplikasi INA ku, INA gov, dan INA pas sebagai era baru transformasi digital pemerintah.
Pemerintah digital menjadi salah satu pilar dalam mendukung transformasi digital nasional, menjadi strategi utama dalam membangun pemerintahan yang efektif dan inklusif, sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).
“Diharapkan semua elemen bangsa dapat berkontribusi dalam pengembangan pemerintah digital, mengedepankan kolaborasi dan inovasi untuk menghadapi tantangan global,” pungkasnya.