24.3 C
Indonesia

Diaspora Enggan Kembali Karena Lapangan Kerja Kurang dan Paspor Indonesia Lemah

Must read

CNA – Menurut laporan Kementerian Luar Negeri, ada lebih dari tujuh juta diaspora Indonesia di seluruh dunia, termasuk orang keturunan Indonesia, pekerja migran baik legal maupun ilegal.

Kebanyakan mereka tinggal di Malaysia, Belanda, Arab Saudi, Taiwan dan Singapura.

Ada berbagai alasan mengapa warga Indonesia dan mantan WNI memilih pindah ke luar negeri, di antaranya pendidikan dan peluang kerja, stabilitas di negara lain, pernikahan, dan karena lemahnya paspor Indonesia.

Baca Juga:

Salah satu WNI yang pindah ke luar negeri adalah Vivi Fajar. Rencana awal Vivi ke AS 18 tahun lalu adalah untuk mengambil gelar master di bidang administrasi bisnis, kemudian mencari pengalaman kerja, sebelum akhirnya kembali ke tanah air.

“Namun lambat laun pekerjaan saya jadi menyenangkan dan saya punya banyak teman di sini,” kata perempuan 41 tahun yang bekerja sebagai administrator asuransi ini sebagaimana dilansir oleh CNA pada Jumat (28/6).

Vivi kini tinggal di California bersama suami dan ketiga anaknya. Dia senang karena rumahnya dekat dengan masjid yang bagus.

“Saya juga kerap bertemu dengan kawan-kawan sesama Indonesia, jalan-jalan ke taman dan menikmati alam serta udara bersih, yang tidak bisa dilakukan di Jakarta,” kata dia. 

Sebelumnya Vivi memang tinggal di ibukota Jakarta, yang terkenal dengan polusinya yang parah.

Warga diaspora lainnya, Monique Patricia, telah tinggal di Belanda sejak 2017. Perempuan 54 tahun ini pindah ke Rotterdam setelah tinggal di Singapura sejak 1999.

Dia mengaku tertarik dengan Belanda karena lingkungannya yang tertata rapi, dan berencana memasuki usia pensiun di negara itu. 

Meski pajak penghasilan di Belanda lebih tinggi, hampir 50 persen, namun Monique yang merupakan pelaku wirausaha mengaku “ada banyak keuntungan yang dia peroleh”.

“Biaya sekolah mulai dari SD hingga SMA, dan asuransi kesehatan untuk putri saya ditanggung hingga dia berusia 18 tahun,” kata Monique.

Sementara Florentina Anne, diaspora Indonesia di Brisbane, mengaku memilih tinggal di Australia karena adanya stabilitas dan jaminan keamanan bagi kedua anaknya. 

“Sebagai orangtua, kita ingin memastikan adanya lingkungan yang aman bagi anak-anak … dari segala potensi pergolakan politik,” kata perempuan berusia 41 tahun ini.

Florentina, yang tinggal di Bogor sebelum pindah ke Brisbane 20 tahun lalu, menyaksikan sendiri gejolak ketika krisis ekonomi Asia terjadi pada 1997 dan kerusuhan serta kisruh politik pada 1998. 

Ketika itu, aksi protes dan kerusuhan besar pecah di seluruh Indonesia, menewaskan setidaknya 1.200 orang dan memaksa Presiden Soeharto mundur.

Kerusuhan 1998 membuat ribuan warga Indonesia mencari aman di luar negeri, banyak dari mereka tidak kembali lagi. Lepas dari peristiwa tersebut, Indonesia kini mengalami kondisi politik yang relatif stabil dan dianggap sebagai salah satu negara paling demokratis di Asia Tenggara.

Diaspora yang baru saja mendapat kewarganegaraan Singapura – yang hanya ingin disebut H.I. – mengatakan salah satu alasan dia pindah warga negara adalah karena kekuatan paspor Singapura.

“Saya memutuskan mengubah kewarganegaraan karena adanya kemudahan bepergian ke luar negeri tanpa harus repot-repot mengurus visa,” kata data scientist berusia 40 tahun ini.

H.I. telah tinggal selama 20 tahun di luar negeri, sehingga dia mengaku sudah memiliki keterikatan dan kehidupan yang stabil di Singapura.

Tahun lalu, direktur jenderal imigrasi Silmy Karim mengatakan setiap tahunnya ada sekitar 1.000 WNI yang menjadi warga negara Singapura. 

Dari 2019 hingga 2022, Silmy mengatakan ada 3.912 WNI yang melepaskan kewarganegaraannya di Singapura, mayoritas berusia antara 25 dan 35 tahun. 

Alasan mereka, kata Silmy, adalah kehidupan yang lebih baik di negara jiran itu.

Warga Indonesia yang masih mempertahankan kewarganegaraannya juga menyampaikan alasan yang sama.

Seperti halnya H.I., ahli saraf Irma Kurniawan juga telah tinggal di Basel selama lebih dari dua dekade dan menikah dengan pria Swiss.

Dia mengaku selalu gamang soal kewarganegaraan Indonesia-nya, apakah harus dipertahankan atau dilepaskan. 

Namun perempuan 41 tahun ini memilih mempertahankannya dengan alasan keluarga dan akar budaya.

“Selama pandemi COVID-19, orang asing tidak boleh masuk Indonesia. Dan itu menyadarkan saya keuntungan menjadi WNI, dan membuat saya lebih yakin – setidaknya untuk sekarang – untuk mempertahankan kewarganegaraan Indonesia,” kata Irma, yang orangtuanya tinggal di Jakarta.

Masih memiliki paspor Indonesia memungkinkan WNI di luar negeri bisa masuk dan tinggal di negara ini kapan pun. Mereka juga bisa membeli dan mewarisi rumah dan tanah di Indonesia.

Jika menanggalkan kewarganegaraan, maka mereka sudah menjadi orang asing, dilarang memiliki lahan dan properti di negara ini.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru