ASISI – Kalau ke Italia, jangan lupa ke kota Assisi, demikianlah kata salah satu temanku ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di Italia. Tak terasa saya sudah beberapa kali mengunjungi Assisi, dan kota ini tak henti-hentinya memanggilku untuk datang dan datang lagi.
Kali ini bersama Christour, kami melakukan perjalanan menuju Assisi. Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang dua jam, akhirnya Group Ziarah Christour ini, yang digawangi Pak Wibisono tiba di kota Assisi. Pemandangan dari halte bus saja sebenarnya sudah mencuri perhatian kami untuk mengabadikannya lewat kamera ponsel masing-masing.
Sepanjang rute yang dilalui bus, kami disuguhi dengan pemandangan indah berupa lembah dan kota-kota kecil dengan bangunan rumah-rumah dan gereja yang cantik seperti layaknya kota-kota kecil di Eropa.
Informasi cuaca digital di dalam bus menunjukkan angka 28 derajat celcius pada pukul 9 pagi ini. Suatu angka yang rada wajar, mengingat saat ini adalah musim panas. Warna kuning bunga matahari menghiasi lembah dan bukit-bukit kecil sepanjang perjalanan menambah kemilaunya keindahan Assisi, yang terletak di propinsi Perugia, Italia.
Selain Fransiskus, kota bergaya medieval ini juga terkenal karena melahirkan tokoh besar lainnya, diantaranya Santa Clara. Kota ini sendiri memiliki penduduk sekitar 28,299 orang dan selalu dipadati jutaan peziarah dari seluruh dunia setiap tahunnya.
Pujian tak henti-hentinya dilontarkan oleh hampir semua peziarah ketika menyaksikan pemandangan kota Assisi tua yang terlihat seperti negeri dongeng, di bukit Subasio. Warna kotanya putih kekuningan karena gedungnya terbuat dari batu gamping tanpa semen, menambah keunikan dan keklasikan kota tua ini.
Jalanan yang kami lalui terbuat dari batu kali, kecil dan berkelok-kelok. Perlahan kami merayap ke atas, menuju ke pusat kota. Setelah memasuki kota, kami berfoto di sepanjang jalan yang menanjak dengan dilatarbelakangi kota Assisi tua.
Santo Fransiskus Assisi
Selain mengunjungi kota Assisi tua, kami juga memasuki Basilika Santo Fransiskus dari Assisi. Assisi adalah tempat kelahiran dan meninggalnya Santo Fransiskus. Fransiskus dilahirkan di kota Assisi, Italia pada tahun 1181. Ayahnya bernama Pietro Bernardone, seorang pedagang kain yang kaya raya, dan ibunya bernama Donna Pica.
Di masa mudanya, Fransiskus lebih suka bersenang-senang dan menghambur-hamburkan harta ayahnya ketimbang belajar. Ketika usianya 20 tahun, Fransiskus ikut maju berperang melawan Perugia. Ia tertangkap dan disekap selama satu tahun hingga jatuh sakit.
Pada suatu hari, ketika sedang berdoa di Gereja St. Damiano, Fransiskus mendengar suara Tuhan, “Fransiskus, perbaikilah Gereja-Ku yang hampir roboh”. Fransiskus pun pergi untuk melaksanakan perintah Tuhan. Ia menjual secara diam-diam setumpuk kain ayahnya yang mahal untuk membeli bahan-bahan guna membangun gereja yang telah tua itu.
Ayahnya sangat murka dan mengurungnya di dalam kamar. Fransiskus, dengan bantuan ibunya, berhasil melarikan diri dan pergi kepada Uskup Guido, yaitu Uskup kota Assisi. Pak Bernardone segera menyusulnya. Ia mengancam jika Fransiskus tidak mau pulang bersamanya, Ia tidak akan mengakui Fransiskus sebagai anaknya dan dengan demikian tidak akan memberikan warisan barang sepeser pun kepada Fransiskus.
Mendengar itu, Fransiskus malahan melepaskan baju yang menempel di tubuhnya dan mengembalikannya kepada ayahnya. Belakangan disadarinya bahwa gereja yang dimaksud adalah semangat kekristenan itu sendiri!.
Basilika ini dibangun pada tahun 1228 dan terdiri dari 2 bangunan gereja, yaitu bangunan gereja bagian atas, bangunan gereja bagian bawah dan makam bawah tanah, dimana sisa-sisa jasad Santo Fransiskus dikebumikan. Interior didalam gereja bagian atas adalah salah satu contoh awal bangunan bergaya gotik di Itali. Dinding gereja bagian atas dan bawah tersebut dihiasi dengan lukisan fresco dari pelukis-pelukis terkenal seperti Cimabue, Giotto, Pietro Cavallini dan beberapa seniman lukis lainnya.
Kami pun menyempatkan diri untuk mengujungi dan berdoa di makam Santo Fransiskus, yang terletak di katakombe di basilika tersebut. Relik Santo Fransiskus dimakamkan di dalam peti batu dan diletakan di atas altar. Banyak peziarah datang dan berdoa di depan altar, atau duduk disamping pagar besi, dimana relik tersebut disemayamkan. Mereka berdoa sambil menyentuh pagar besi tersebut sambil mempersembahkan lilin.
Adapun lilin-lilin ini yang telah didoakan oleh para peziarah ini akan dinyalakan di altar yang terletak di dalam seluruh basilika tersebut. Adapun derma yang disumbangkan peziarah digunakan untuk karya Fransiskan, termasuk perawatan orang sakit di seluruh dunia.
Desain dan bentuk arsitektur yang indah dan rumit, lukisan fresco, makam bawah tanah yang sederhana tapi tenang ini, menambah kekusyukan kami yang datang untuk berdoa.
Setelah kami memuaskan mata dengan melihat pemandangan secara keseluruhan dan selanjutnya perlahan-lahan berjalan turun, kami kembali ke alun-alun, dan mempersiapkan diri merayakan Perjamuan Ekaristi di kapel yang terletak di atas katakombe Santo Fransiskus. Kami semua bersyukur dan terharu karena bisa berdoa dan berada di tempat ini.
Semangat Santo Fransiskus Assisi
Tak dapat disangkal bahwa hidup dan karya Santo Fransiskus telah menginspirasi jutaaan orang di dunia, bahkan Paus Fransiskus yang adalah seorang Yesuit. Dari seorang pemuda yang kaya, dia berani meninggalkan kenyamanan dirinya untuk mengikuti Kristus. Setiap tahun jutaan peziarah berkunjung, mencari hikmat Allah dalam kesederhanaan ala Fransiskan. Inilah sukacita terbesar kita sebagai manusja, ketika kita mampu membahagiakan orang lain dengan kedamaian dan sukacita. Hidupnya yang sangat sederhana dan bersahaja
Ia wafat pada tanggal 3 Oktober 1226, dalam usianya yang ke empat puluh lima tahun dengan stigmata (Luka-luka Kristus) di tubuhnya. Dalam Gereja Katolik Santo Fransiskus adalah santo pelindung binatang dan anak-anak. Pestanya dirayakan setiap tanggal 4 Oktober.
Penulis adalah seorang pastor dari Keuskupan Agats Papua