AFGHANISTAN – Badan PBB untuk anak-anak (UNICEF) baru-baru ini menerbitkan laporan terbaru mereka tentang jumlah korban anak-anak dari berbagai peperangan yang terjadi. Dari laporan tersebut, diketahui jumlah korban anak-anak dari perang Afghanistan adalah yang tertinggi di dunia.
“Afghanistan misalnya, memiliki jumlah korban anak terverifikasi tertinggi sejak 2005. Lebih dari 28.500 jiwa [atau] terhitung 27 persen dari semua korban anak terverifikasi secara global,” ucap Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore, dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari situs resmi mereka pada Minggu (2/1).
Perang yang berkecamuk sejak tahun 2001 ini telah menimbulkan banyak korban, termasuk juga anak-anak. Dapat dikatakan, anak-anak lah pihak yang paling menderita di sini.
Mereka kehilangan orang tua, tempat tinggal, teman, pendidikan, waktu bermain, kesempatan berkembang, bahkan masa depan karena harus berhadapan dengan situasi menegangkan setiap harinya.
Fore mengucapkan, perang yang terus berlangsung semakin hari semakin mengabaikan kesejahteraan anak-anak.
“Tahun demi tahun, pihak-pihak yang berkonflik terus menunjukkan pengabaian yang mengerikan terhadap hak dan kesejahteraan anak-anak,” ucapnya.
“Anak-anak menderita, dan anak-anak sekarat karena ketidakpedulian ini. Setiap upaya harus dilakukan untuk menjaga anak-anak ini aman dari bahaya.”
Hingga kini, PBB telah memverifikasi sebanyak 266 ribu kasus pelanggaran berat terhadap anak-anak di lebih dari 30 situasi konflik di Afrika, Asia, Timur Tengah, dan Amerika Latin selama 16 tahun terakhir.
Verifikasi dilakukan lewat mekanisme pemantauan langsung dan laporan yang masuk ke PBB. Itu artinya, jumlah pelanggaran di lapangan sebenarnya mungkin jauh lebih banyak dari yang mereka dapatkan.
Selain Afghanistan, UNICEF juga menyebut Yaman, Suriah, dan Ethiopia sebagai “neraka” bagi keberlangsungan hidup anak-anak.
Kontak senjata, kekerasan antar-komunal, dan sumber ketidakamanan lainnya kerap terjadi di empat negara ini. Mereka meminta “semua pihak yang berkonflik” untuk mengambil tindakan nyata dalam melindungi anak-anak.
“Pada akhirnya, anak-anak yang hidup melalui perang hanya akan aman ketika pihak-pihak yang berkonflik mengambil tindakan nyata untuk melindungi mereka dan berhenti melakukan pelanggaran berat,” kata Fore.
“Saya menyerukan semua pihak yang berkonflik untuk mengakhiri serangan terhadap anak-anak, menjunjung tinggi hak-hak mereka dan berjuang untuk resolusi politik damai untuk perang.”
Sementara itu, PBB menyebut Afghanistan kini tengah menghadapi “salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia”.
Hal itu terjadi sejak runtuhnya Kabul menyusul penarikan pasukan Amerika dari negara tersebut 20 tahun setelah invasi militer terjadi. Kondisi ini membuat Taliban kembali berkuasa dan Afghanistan dijatuhi sanksi internasional.
Amerika Serikat kemudian diketahui tidak lagi mengirimkan bantuan ke salah satu negara Asia Tengah itu. Tujuannya adalah untuk menekan posisi Taliban dari puncak kekuasaan Afghanistan.
Akan tetapi, para aktivis menilai sanksi tersebut tidak akan berimbas pada para penguasa, dalam hal ini Taliban, melainkan kepada penduduk yang akan memicu kelaparan massal dan krisis bahan bakar.
Anak-anak, dalam hal ini, kembali menjadi pihak yang dirugikan akibat gizi buruk dan kekurangan pangan.