JAKARTA – Sama seperti pabrik-pabrik pada umumnya, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sebagai ‘pabrik’ yang memproduksi daya untuk mengaliri listrik sebaiknya juga tidak berdekatan dengan tempat tinggal masyarakat. Kegiatan kedua belah pihak bisa saja terganggu dan mengganggu satu sama lain sehingga hubungan tinggal menjadi tidak harmonis.
Selanjutnya, tentu saja, limbah dan efek samping lainnya dari ‘pabrik’ itu sendiri.
Seperti yang diketahui, radiasi nuklir dapat memberikan manfaat maupun ancaman bagi manusia yang terpapar, tergantung seberapa parah paparan tersebut.
Nyatanya, radiasi nuklir kerap digunakan dalam dunia medis untuk mengobati dan mendiagnosis penyakit seperti pada pemeriksaan ct scan dan rontgen.
Dalam kegiatan medis, dosis radiasi telah disesuaikan dengan kebutuhan agar pasien tidak menerima dampak buruk yang mungkin dapat berkelanjutan.
Adapun dosis radiasi yang tidak terkendali dapat terjadi lewat pemancar energi nuklir lainnya, meledaknya bom nuklir, atau bocornya reaktor nuklir.
Sebagai salah satu pengelola energi nuklir, PLTN tidak dapat dikatakan selalu berada dalam status aman mengingat apapun bisa terjadi di luar kendali.
Seperti meledaknya 3 reaktor PLTN Fukushima, Jepang, pada 2011 lalu, misalnya.
Gempa bumi dan tsunami yang terjadi saat itu mengakibatkan sistem pendingin inti reaktor gagal berfungsi. Suhu panas tidak dapat terkendali dan ledakan tidak dapat dihindari.
Setidaknya 145.000 orang dievakuasi. Sebagian besar dari mereka mengaku trauma dan menolak kembali ke Fukushima meskipun pemerintah menyatakan keadaan sudah lebih aman bertahun-tahun setelahnya.
Atau ledakan Chernobyl yang lebih awal terjadi.
Ledakan yang terjadi pada tahun 1986 ini diklaim sebagai ledakan terburuk dalam sejarah, dengan total isotop radioaktif yang dilepaskan 30 kali lebih besar dari ledakan bom atom yang menghantam Jepang pada 1945.
Radiasi nuklir yang tidak terkendali dapat menimbulkan berbagai macam efek pada tubuh manusia maupun lingkungan.
Pada tubuh, efeknya dapat berupa demam, sakit kepala, muntah darah, hingga kematian. Sementara itu, bagian tubuh yang paling rentan mengalami kerusakan adalah lambung, usus, mulut, pembuluh darah, dan sel-sel yang memproduksi darah di sumsum tulang.
Untuk lingkungan, dampaknya dapat berupa perubahan iklim secara ekstrem, lepasnya karbon dioksida dalam jumlah besar saat penggalian uranium untuk bahan bakar nuklir, hingga limbah radioaktif yang sulit diatasi bahkan hingga ribuan tahun mendatang.
Oleh karena itu, PLTN sebaiknya dibangun agak jauh dari pemukiman masyarakat. Selain itu, pengawasan terhadap pembangkit ini juga harus lebih ketat sehingga segala bentuk kerusakan dapat diminimalisasi.