21.2 C
Indonesia

Negara-Negara Benua Afrika dan Kudeta yang Tak Berkesudahan

Must read

AFRIKA – Para pemimpin negara-negara Afrika mengeluhkan tentang “gelombang” kudeta, setelah lima kali pengambilalihan militer pada tahun lalu.

Meskipun begitu, jumlah kudeta di Afrika sejatinya telah menurun, dengan menyebarnya pemilihan umum dan transfer kekuasaan secara damai.

Sementara itu, dua negara yang kekuasaan pemerintahnya direbut oleh tentara baru-baru ini, Burkina Faso dan Mali, tengah berjuang untuk menahan pemberontakan Islam.

Baca Juga:

Pekan lalu, percobaan kudeta juga terjadi di Guinea-Bissau. Presiden negara tersebut kemudian menuduh geng-geng penyelundup narkoba sebagai dalang di baliknya.

Perlu diketahui, Guinea-Bissau terletak di titik transit utama antara negara-negara penghasil kokain di Amerika Latin dan pasarnya di Eropa.

Hal tersebut memungkinkan kuatnya basis para “pemain” dari dunia bisnis yang satu ini.

Presiden Ghana, Nana Akufo-Addo, mengatakan bahwa kudeta di Mali telah “menular”, mendorong perwira militer di negara tetangganya di Afrika Barat, Guinea dan Burkina Faso, untuk mengikutinya.

Sementara kudeta di Afrika Barat disambut oleh dukungan, pengambilalihan militer di Sudan pada Oktober 2021 lalu justru memicu sejumlah aksi protes yang menuntut kembalinya pemerintahan sipil.

Jurnalis BBC menuliskan bahwa aksi-aksi tersebut kemudian “bertemu dengan kekuatan kejam”, yang menyebabkan tewasnya puluhan demonstran.

Kepala Dewan Perdamaian dan Kedamaian Uni Afrika, Bankole Adeoye, mengatakan bahwa setiap pemimpin negara anggota persatuan tersebut “dengan tegas mengutuk … gelombang perubahan pemerintahan yang tidak konstitusional”.

Selain itu, pemerintah militer, ungkapnya, tidak akan ditoleransi.

Adapun pertemuan tersebut baru terlaksana akhir pekan kemarin di ibukota Etiopia, Addis Ababa.

Setelah peristiwa pengambilalihan militer, Burkina Faso, Guinea, Mali, dan Sudan mendapat skors dari persatuan Uni Afrika.

Adeoye mengatakan ini adalah pertama kalinya tindakan seperti itu dilakukan terhadap sejumlah negara sekalgius dalam periode 12 bulan terakhir.

Akan tetapi, beberapa pihak menuduh Uni Afrika menerapkan standar ganda dengan tidak menangguhkan tetangga Sudan, Chad.

Tentara negara tersebut diketahui ikut turun tangan ketika Presiden Idriss Déby tewas dalam pertempuran dengan pemberontak April lalu.

Putranya, Mahamat, kemudian ditunjuk sebagai pemimpin baru negara itu oleh dewan militer.

Banyak negara Afrika mengalami kudeta di tahun-tahun setelah kemerdekaan, sekitar tahun 1960-an dan 70-an.

Akan tetapi, jumlah kudeta menurun secara signifikan sejak tahun 1990-an.

Sepanjang dekade pertama abad ini, terdapat delapan pengambilalihan militer yang berhasil di negara-negara Afrika.

Sekarang, pada dekade kedua, meskipun baru berjalan dua tahun, Central Florida dan Kentucky Universities melaporkan sudah ada enam kudeta berhasil di antara negara-negara tersebut.

Salah seorang wartawan BBC, Kalkidan Yibeltal, melaporkan dari Addis Ababa, mengatakan bahwa Uni Afrika telah dikritik karena tidak berbuat cukup untuk menyelesaikan krisis keamanan di benua itu.

Termasuk di Ethiopia sendiri, negara yang kerap terjadi perang saudara yang telah menewaskan ribuan orang.

Serangkaian peristiwa kejam tersebut pada akhirnya mendorong ratusan ribu orang ke jurang kelaparan.

Hal tersebut lantas dibantah oleh Adeoye.

Ia mengatakan bahwa Uni Afrika telah terlibat sejak hari pertama dan bekerja keras untuk menengahi gencatan senjata.

 

Sumber: BBC

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru