23.4 C
Indonesia

Theresia Suharti, Sang Maestro Tari Dari Keraton Yogyakarta

Must read

YOGYAKARTA – Di usianya yang ke-77, Theresia Suharti masih terlihat sangat cantik dan aktif. Gerak langkahnya juga masih gesit, terlihat saat tim liputan The Editor menunggunya di pintu gerbang kediamannya yang berada di Jalan Kemitbumen, area Keraton Yogyakarta.

Theresia Suharti, demikian nama lengkap wanita yang mengabdikan seluruh hidupnya sebagai abdi dalem di Keraton Yogyakarta ini memang sangat berbeda.

Saat itu jam menunjukkan pukul 18.30 WIB, Theresia terlihat berjalan cepat dari pintu timur keraton untuk menghampiri kami yang telah menanti di depan rumahnya.

Saat itu ia harus memantau persiapan akhir para penari yang akan tampil di acara ulang tahun Sultan Hamengkubowono.

“Ayo kita masuk ke dalam,” kata Theresia menyapa kru The Editor dengan ramah.

Saat pintu gerbang ia buka, tampak halaman yang cukup luas dan bersih tapi hanya ditanami pohon saja. Kata Theresia, pohon durian yang ada di sana ditanam oleh almarhum ayahnya.

Perawakannya memang kecil tapi sangat sigap membuka pintu rumah yang gerendelnya di pasang vertikal untuk menempelkan pintu ke tembok atas rumah.

Theresia sendiri adalah maestra tari yang merekonstruksi Bedhaya Semang, tari sakral asal Keraton Yogya yang ratusan tahun tidak ditarikan oleh siapapun.

“Sultan ke-10 ini memberikan ide yang sangat bagus untuk membuat pijakan (tari) Bedhoyo yang terakhir disebut Bedhoyo Saptojati,” kata Theresia mengawali pembicaraan.

Atas izin dari Sultan Hamengkuowono, akhirnya Theresia menciptakan tari Bedhoyo Saptojati dengan cara melatih para guru penari muda di Istana.

Tari Bedhoyo Saptojati ini belum pernah ditarikan di luar Keraton. Kata Theresia, Bedhaya Saptojati baru pertama kali ditarikan di dunia dan itupun hanya bisa dilakukan di depan Sultan Hamengkubowono saat perayaan ulang tahunnya.

Theresia mengungkapkan bahwa dasar pemikiran dari Sultan Jogya menjadi pondasi ia dalam menciptakan gerak tari legendaris itu.

Di tangan Theresia juga perkembangan tari untuk puteri mulai berkembang di dalam lingkup Istana Keraton Yogyakarta.

Penari Yang Menjaga Penampilan Tetap Cantik Dan Awet Muda

Sebagai seorang penari yang bertugas di Istana, Theresia tetap menjaga penampilan tetap cantik dan rapi meski usianya sudah 77 tahun.

Ia masih tetap menggunakan sanggul, kebaya dan kain yang diharuskan oleh keraton untuk dipakai oleh para abdi dalem yang bertugas.

Dan Theresia tetap terlihat anggun dan elegan saat memakainya, seperti usia seolah tak berarti apa-apa baginya.

“Saya saat harus berangkat ke keraton saya harus dandan sendiri. Kalau saya harus ke salon, kadang belum tentu sesuai dengan yang diungkapkan (saat di dandani). Kalau harus ngajak para perias kan susah juga. Mau tidak mau kita harus belajar. Belajar bersanggul sendiri, pakai kain sendiri,” tambahnya.

Pada dasarnya, lanjut Theresia, seorang penari memang harus bisa berdandan sendiri karena saat menari mereka harus menterjemahkan tarian dengan sempurna dalam bentuk gerak dan tampilan. Bila tidak, maka kain, pakaian, serta riasan yang mereka harus pakai saat di panggung menjadi salah.

“Kalau kita belajar tari kan tidak hanya gerak saja. Jadi, kalau ingin menampilkan diri dalam tari itu maka bagaimana wujudnya kan tergantung isi tarian itu. Untuk itu kita juga harus belajar hal-hal sangat detail tentang (berdandan),” ungkap Theresia.

“Kalau tidak (bisa berdandan) nanti berkain (memakai kain) belum tentu bagus, kadang tidak bagus atau tidak, tapi saat memakainya sopan atau tidak, memilih kainnya pas atau tidak,” tutup Theresia.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Baru