JAKARTA – Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Ali Jamil mengatakan, kementerian pertanian siap membantu menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi daerah-daerah apabila mengalami kekeringan atau kebanjiran dengan menyediakan paket bantuan kepada petani.
Hal ini dilakukan karena Kementerian Pertanian (Kementan) ingin mewaspadai perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini.
Cuaca ekstrim ekstrim berpotensi menghambat produksi pertanian. Jadi, apa saja infratruktur yang akan disiapkan oleh Dirtjen PSP Kementan.
“Pertama adalah pompanisasi dan pipanisasi. Bantuan tersebut digunakan untuk menarik air dari sumber-sumber yang ada, baik dari sungai maupun mata air. Pompa juga untuk menguras air yang menggenangi sawah akibat banjir,” ujar Ali Jamil dalam keterangan yang diterima Redaksi The Editor pada Minggu (19/2).
Kedua, lanjutnya, kementan juga bisa menyediakan pembangunan embung atau long storage.
Program ini diberikan untuk kelompok tani guna menampung air di musim hujan (bank air) kemudian dialirkan ke sawah bila dibutuhkan.
“Ketiga, membangun sumur dangkal (sumur bor) di lahan-lahan yang mengalami kekeringan,”,
“Sumur bor ini dalamnya bisa mencapai 60 meter. Ini juga cukup membantu dalam mengatasi kekeringan,” ungkapnya.
Keempat, masih kata Ali Jamil, petani diimbau untuk ikut program asuransi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Sehingga dengan asuransi ini, jika ada lahan padinya mengalami kekeringan hingga 70% akan dapat ganti rugi sebesar Rp 6 juta per ha per musim.
“Sehingga petani tidak perlu lagi was-was mengalami gagal panen karena kekeringan. Karena dari klaim bisa jadi modal menanam kembali,” tambah Ali Jamil.
Kata Ali jamil, Kementan juga mengidentifikasi sumber-sumber air yang masih dapat dimanfaatkan dan menyalurkannya dengan pompa pada lahan sawah yang masih terdapat standing crop.
“Juga mendorong percepatan pelaksanaan fisik kegiatan irigasi pertanian untuk segera dimanfaatkan dalam mengantisipasi kekeringan antara lain jaringan irigasi tersier, embung pertanian dan irigasi perpipaan dan perpompaan,” pungkasnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan pihaknya telah menyiapkan strategi untuk menghadapi cuaca atau iklim ekstrem tahun ini.
Salah satunya dengan melakukan percepatan musim tanam dan menyamakan validasi cuaca dengan BMKG.
“Selama ini, kita selalu masalah cuaca dan hama. Karena itu, kita lakukan mapping serta kerja sama dengan BMKG. Yang pasti kita terus bergerak cepat. Mudah mudahan ini bisa berjalan dengan baik dan bukan hanya beras yang terpenuhi, tapi komoditas lain selalu tersedia,” ujar Syahrul dalam keterangan yang diterima Redaksi The Editor pada Minggu (19/2).
Syahrul juga mengatakan bila keberhasilan Indonesia dalam menjaga ketersediaan pangan pada 2022 adalah modal utama dalam melakukan fokus kerja tahun ini.
Dan menurut Syahrul pendekatan kerja yang ia ambil harus berjalan efektif dan efisien.
“Pertanian di tahun 2023 itu sudah kita rancang pada tahun 2022, karena itu kita lanjutkan dengan melakukan intervensi agar produksi berjalan dengan lancar serta sesuai dengan harapan,” ungkapnya.
Untuk saat ini, masih kata Syahrul, kondisi cuaca terbilang menguntungkan karena cukup bersahabat karena hujan yang cukup mendukung produksi dalam musim tanam kali ini.
“Petani telah dapat memulai panen pada Februari, sedangkan puncak panen akan berlangsung Maret hingga April. Oleh karena itu kita berharap hasil produksi ini segera terproses di semua penggilingan. Dari penggilingan tentu akan menuju pasar, dengan begitu tentu kita berharap ketersediaan di seluruh Indonesia cukup,” harapnya.
Tahun ini, lanjutnya, beberapa OPT (organisme pengganggu tumbuhan) diperkirakan meningkat pada bulan Mei, Juni dan Juli.
OPT yang dimaksud adalah tikus dan penggerek batang yang identik kemunculannya saat musim kemarau.
Tetapi 3 OPT lainnya seperti WBC (wereng batang coklat), BLAS (bercak daun), dan BLB (penyakit kresek) juga tetap harus diwaspadai.
“Peringatan FAO terhadap potensi kelangkaan pangan bukanlah karena faktor kekeringan (iklim). Tetapi lebih ke food supply chain yang terganggu. Ini tidak boleh terjadi di negeri ini,” ungkapnya.
Berdasarkan perhitungan Syahrul, Indonesia diperkirakan akan mengalami surplus beras setidaknya 1,7 juta ton pada tahun ini.
Data BPS Valid
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras nasional 32 juta ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri saat ini kurang lebih sebanyak 30 juta ton.
“Setidaknya, akan ada cadangan hingga 1,7 juta ton,”.
“Dari data BPS juga mengatakan panen dalam rentang Februari-Maret akan mencapai sekitar 10 juta ton. Kalau dari pengamatan Kementerian Pertanian melalui satelit melihat produksi periode itu bahkan dapat mencapai 11,1 juta ton,” kata Mentan SYL.
Ia jamin data satelit yang dikeluarkan oleh BPS valid karena memotret seluruh lahan padi di Tanah Air.
Selain itu, lanjutnya, laporan dari dinas-dinas di provinsi dan kabupaten terkait panen padi juga mendukung tren yang sama.
Syahrul juga mengatakan bila ketersediaan beras hingga Idul Fitri dalam posisi aman hingga bulan Maret mendatang dimana 1,9 juta hektar lahan sawah akan panen.
“Artinya akan ada 6 juta ton beras yang dihasilkan oleh para petani dalam negeri, hingga bulan Maret mendatang. Memasuki Februari ini, ada kurang lebih 1,9 juta hektar di seluruh Indonesia yang siap panen,” ungkapnya.