JAKARTA – Dewi Brewer, 53, memang lahir di Padang dan besar di Jakarta, namun setengah dari usianya dihabiskan di luar negeri. Dua puluh tahun dia tinggal di Singapura, sebelum akhirnya pindah ke Amerika Serikat sekitar tujuh tahun lalu.
Tahun lalu, ahli keuangan ini resmi menjadi warga negara AS dan bekerja sebagai pegawai negeri di kantor pemerintahan setempat.
“Keluarga saya – suami dan anak-anak – berwarga negara Amerika, jadi terlalu banyak dokumen imigrasi yang harus diurus,” kata ibu lima anak ini, menjelaskan mengapa dia memutuskan menanggalkan kewarganegaraan Indonesia-nya.
“Lebih mudah bagi keluarga saya jika memiliki satu kewarganegaraan,” ujarnya seperti dikutip dalam CNA pada Jumat (28/6).
Kendati demikian, Dewi masih berusaha memegang teguh akar budayanya. Dia menjadi relawan di pusat Asia-Amerika di tempatnya tinggal di Frederick, Maryland.
Dia juga bagian dari komunitas Indonesia di Maryland, Washington DC dan Virginia, dan bergabung dengan grup musik angklung.
Dewi gembira ketika Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly mengatakan pemerintah berupaya menarik pulang para diaspora, dan mereka boleh mempertahankan kewarganegaraan asingnya. Pasalnya, Dewi berencana tinggal di Indonesia saat dia pensiun nanti.
Dalam kunjungan bulan lalu ke Washington DC, Yasonna mengatakan pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan skema yang mirip dengan overseas citizenship of India (OCI).

Di antara keunggulannya, OCI memberikan visa multiple-entry dan multipurpose seumur hidup bagi diaspora India yang telah melepas kewarganegaraannya.
Individu yang berasal dari India dan pasangannya bisa menjadi warga permanen India. Mereka berhak bekerja dan tinggal tanpa batas waktu.
Namun mereka tidak punya hak berpolitik dan tidak bisa menerima subsidi pemerintah.
Pemegang OCI juga tidak boleh bekerja untuk pemerintah dan harus membayar pajak pendapatan dari pekerjaan mereka di India.
Mereka juga diharuskan membayar tarif layanan publik seperti halnya orang asing.
Pada sebuah forum di Jakarta pada 13 Juni lalu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto membenarkan bahwa Presiden Joko Widodo kemungkinan akan mengadopsi model OCI milik India.
Hadi mengatakan, akan dilakukan studi untuk menakar keuntungan investasi dan ekonominya, dan akan digelar juga konsultasi publik.
Asesmen dilakukan hingga akhir Juli, dan hasil rekomendasinya akan diberikan kepada presiden, kata Hadi.
Para imigran dan warga Indonesia kepada CNA mengaku menyambut baik wacana tersebut.
Namun para ahli merasa perlu ada langkah lebih lanjut agar diaspora berkenan untuk pulang.
MEMUDAHKAN DIASPORA PULANG KE TANAH AIR
Perbincangan mengenai diaspora ini dimulai sejak kedatangan petinggi perusahaan teknologi seperti CEO Apple Tim Cook dan CEO Microsoft Satya Nadella ke Indonesia pada April lalu.
Kepada Jokowi, Cook berbicara tentang peluang investasi dan rencana pembangunan pabrik Apple di negara ini.
Sementara Nadella mengatakan Microsoft akan berinvestasi US$1,7 miliar (Rp27,6 triliun) di Indonesia untuk infrastruktur cloud dan AI baru mereka.
Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Tenggara menjadi tujuan investasi karena berbagai perusahaan melakukan diversifikasi operasional akibat kompetisi sengit antara AS dan China.
Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, bahan baku penting bagi teknologi ramah lingkungan seperti kendaraan listrik.
Pada pertemuan dengan Microsoft, Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan mereka tengah mempertimbangkan dwi kewarganegaraan bagi bekas warga negara Indonesia (WNI).
Namun pernyataan berbeda disampaikan oleh Hadi pada forum 13 Juni lalu, bahwa Jokowi tetap ingin memberlakukan kebijakan kewarganegaraan tunggal.
Kepada VOA Indonesia bulan lalu, Yasonna mengatakan rencana meniru OCI milik India telah didiskusikan beberapa kali dengan Jokowi.
Kebijakan ini, kata dia, kemungkinan akan diberlakukan dua bulan lagi, sebelum Jokowi menyerahkan tampuk pimpinan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto pada 20 Oktober mendatang.
“Yang paling penting ini memudahkan diaspora kita pulang ke Indonesia, bekerja dan tinggal di sini dan menikmati tanah air mereka seumur hidup,” kata dia.
Menurut analis, fokus pertama dari skema ini adalah memberikan kemudahan bagi diaspora untuk memasuki Indonesia.
Memberikan bebas visa akan memungkinkan diaspora pemegang paspor asing tinggal lebih dari satu bulan di negara ini.
Jika menggunakan visa single-entry (visa kunjungan satu kali kedatangan), mereka dibatasi hanya boleh satu bulan untuk berwisata, kunjungan ke pemerintahan, pertemuan bisnis, pembelian barang atau transit di Indonesia.