23.6 C
Indonesia

Produksi Arang Ramah Lingkungan di Kongo Bantu Lansia Tetap Punya Uang dan Lestarikan Hutan

Must read

KONGO – Pada usianya yang tidak lagi muda serta kondisi baru saja pensiun dari pekerjaan pemerintah, Bavon Mubake (62) menemukan panggilan baru dalam membuat pelet bahan bakar, yang membuatnya tetap menghasilkan uang.

Tidak hanya itu, pekerjaan ini pun membantunya dalam melestarikan hutan berharga di Kongo timur.

Pekerjaan ini mengharuskan Mubake mengumpulkan berbagai sampah, termasuk kardus serta batang dan daun jagung.

Baca Juga:

Campuran tersebut direndamnya, dikeringkan, lalu digilingnya menjadi bubuk yang akan dicampur dengan serbuk gergaji berkarbonasi dan ditekannya menjadi briket yang dapat dibakar dengan aman sebagai bahan bakar memasak.

“Pekerjaan ini membantu saya untuk mendidik anak-anak saya, untuk mendapatkan makanan di atas meja, dan juga memiliki cukup untuk membeli pakaian dan lainnya,” ungkapnya kepada Reuters.

Briket yang dihasilkannya tidak memiliki bau, tidak berasap, dan dijual dengan harga hanya 100 franc Kongo (sekitar Rp746), menghasilkan panas sepersepuluh dari biaya arang tradisional.

Ini adalah pekerjaan fisik tetapi membuat Anda awet muda, tegas Sylvestre Bin Kyuma Musombwa, Kepala Pusat Rehabilitasi Untuk Lansia di Bukavu, Provinsi Kivu Selatan, tempat Mubake bekerja.

Setelah tiga bulan beroperasi, pusat ini mampu memproduksi sekitar 2.000 briket per minggu, membantu mengurangi ketergantungan kota pada hutan hujan, sambil menjaga pensiunan seperti Mubake tetap memiliki uang dan berdiri di kaki mereka sendiri.

“Orang-orang mengatakan bahwa ketika Anda menjadi tua, Anda dapat duduk dan menunggu kematian. Namun, kami berpikir bahwa dengan bekerja, Anda dapat menunda usia tua,” kata Musombwa.

Dengan akses listrik yang terbatas, kebanyakan orang di Bukavu memasak dengan “makala”, atau arang, yaitu potongan kayu yang dibakar perlahan yang ditebang dari taman nasional terdekat.

Taman nasional itu sendiri adalah rumah bagi gorila dataran rendah timur yang terancam punah.

Kegiatan tersebut juga datang dengan biaya lingkungan.

Menurut Global Forest Watch, Kivu Selatan telah kehilangan 12% tutupan pohonnya dalam dua dekade terakhir, sebagian besar karena pertanian tebang-dan-bakar dan produksi arang.

Menurut Inisiatif Hutan Afrika Tengah, ini adalah pola yang terlihat di Lembah Sungai Kongo, hutan tropis terbesar kedua di dunia setelah Amazon, yang menyerap 4% emisi karbon global setiap tahun.

“Dikatakan tidak ada yang hilang, tidak ada yang diciptakan. Kalau kita menebang saja pohon untuk kayu bakar, maka terbakar dan habislah,” kata Musombwa.

“Kami memutuskan untuk mengumpulkan sampah orang, mendaur ulangnya, dan membuat bentuk energi lain darinya,” pungkasnya.

 

Sumber: Reuters

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru