23.6 C
Indonesia

PLTN di Berbagai Negara: Jerman Putar Balik dan Komisi Eropa Akan Berikan Label Hijau

Must read

JAKARTA – Pada tahun 2006, seorang ahli fisika asal Jerman, Angela Merkel, mengkritik keputusan pemerintahnya yang akan menutup PLTN. Keamanan teknologi serta sifatnya yang ramah lingkungan menjadi alasan utama Merkel berada di pihak yang berseberangan.

“Saya akan selalu menganggap tidak masuk akal kebijakan untuk menutup pembangkit listrik tenaga nuklir, yang secara teknologi aman dan tidak memproduksi emisi CO2,” kata Merkel saat itu.

Penilaiannya berubah seratus delapan puluh derajat lima tahun kemudian.

Baca Juga:

Tiga hari setelah bencana nuklir terjadi di Fukushima, Jepang, Merkel yang saat itu sudah menjadi kanselir mengumumkan pembekuan perpanjangan izin masa operasi PLTN.

“Bencana yang tidak terbayangkan” itu membuat pemerintahannya berubah pikiran dan mengganti strategi pengadaan listrik negara dengan yang lebih aman.

Hanya dalam hitungan minggu, kubu pendukung PLTN di berbagai partai konservatif pun buyar.

Hingga sekarang, hampir dua belas tahun setelah kejadian itu, Jerman tetap yakin akan segera menghentikan operasi PLTN.

Baru-baru ini, tiga dari enam PLTN yang tersisa di Jerman sudah resmi beroperasi. Tiga lainnya menyusul akhir tahun.

Pada saat yang bersamaan, Komisi Eropa Uni Eropa justru mrmpertimbangkan untuk memberikan label hijau pada investasi reaktor PLTN.

“Komisi menganggap ada peran gas alam dan nuklir sebagai sarana untuk memfasilitasi transisi menuju masa depan berbasis energi terbarukan,” tulis Komisi Eropa dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Minggu (2/1).

Label hijau tersebut hanya akan diberikan ketika proyek PLTN memiliki rencana serta dana dan tempat untuk membuang limbah radioaktif dengan aman.

Selain itu, pembangkit nuklir juga diharuskan mendapat izin pembangunan sebelum tahun 2045.

Beberapa negara basis Eropa yang menentang tenaga nuklir adalah Jerman, Austria, dan Luksemburg.

Di sisi yang berseberangan, ada Finlandia, Prancis, hingga Republik Ceko yang mendukung keberadaan PLTN.

Kawasan Asia Tenggara sendiri hampir memiliki dua PLTN pertama pada 2016 lalu, dengan Vietnam dan rencananya yang bernilai triliunan rupiah.

Rencana itu sendiri sudah ada sejak tahun 2009, namun terus tertunda hingga biaya yang melonjak dua kali lipat pada 2016.

Pemerintah setempat mengatakan bahwa calon pengembang mencari teknologi yang lebih aman setelah tragedi Fukushima terjadi.

Oleh karena tingkat keamanan yang meningkat, biaya yang dibutuhkan pun juga meningkat.

Vietnam akhirnya membatalkan rencana tersebut karena kondisi keuangan negara yang sedang tidak stabil.

Dana yang sebelumnya sudah disiapkan pun akhirnya dialokasikan oleh pemerintah ke pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek yang mengatasi perubahan iklim.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru