KAMBOJA – Sehubungan dengan ramainya berita penipuan pekerjaan yang dialami puluhan warga negara Indonesia (WNI) di Sihanoukville, Kamboja, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh mengungkap bahwa ini bukan kali pertama mereka menangani kasus serupa.
Pada tahun 2021, KBRI Phnom Penh berhasil menangani dan memulangkan 119 WNI korban penipuan pekerjaan yang berhubungan dengan investasi palsu.
Akan tetapi, angka tersebut meningkat dengan cepat bahkan melebihi sebelumnya hingga pertengahan tahun ini.
“Namun pada tahun 2022, kasus serupa justru semakin meningkat dan hingga Juli 2022, tercatat terdapat 291 WNI menjadi korban. 133 orang diantaranya sudah berhasil dipulangkan,” demikian bunyi pernyataan KBRI Phnom Penh.
Berdasarkan modus pada kasus-kasus sebelumnya, diketahui bahwa para korban diminta melakukan penipuan dengan tujuan investasi bodong.
Lebih mirisnya lagi, kebanyakan target penipuan tersebut adalah masyarakat Indonesia juga.
“Kasus penipuan di perusahaan investasi palsu kian marak terjadi karena banyaknya tawaran kerja di Kamboja melalui media sosial,” ungkap KBRI Phnom Penh.
Untuk menekan jumlah kasus tersebut, Kementerian Luar Negeri RI telah memfasilitasi penyidik Bareskrim Polri untuk melakukan penyelidikan langsung di Kamboja.
Merujuk pada keterangan WNI yang telah bebas, diketahui pula bahwa sebagian besar perekrut berasal dari Indonesia.
Informasi tersebut terus disampaikan kepada pihak Bareskrim Polri untuk diselidiki lebih dalam guna penindakan terhadap para perekrut.
Berbagai langkah sosialisasi juga ditingkatkan agar masyarakat waspada pada modus penipuan lowongan kerja di Kamboja tersebut.
54 WNI disekap dan diancam akan dijual
Dilansir dari medcom.id, ke-54 WNI yang kini tengah menghadapi penyekapan di Kamboja mendapat ancaman akan dijual kembali dalam beberapa hari.
Salah satu WNI yang melapor ke tiktoker dengan username @wafief1 mengatakan bahwa ia dan yang lainnya sudah tidak betah berada di sana dan berharap agar ada proses penjemputan segera.
“Kami dipaksa untuk bekerja sebagai menipu warga Indonesia,” ungkapnya melalui pesan singkat.
Pada awalnya, para WNI tersebut diiming-imingi gaji sebesar US$1.000–1.500, atau sekitar Rp15–22,5 juta.
Akan tetapi, pada kenyataannya mereka hanya mendapat gaji sebesar US$800 per bulan.
Mereka juga harus bekerja selama 12 jam sehari, dari pukul 10 pagi sampai 10 malam, di gedung tujuh lantai dengan pengamanan yang ketat.
Mereka bahkan tidak diizinkan untuk keluar dari area gedung.
Tidak hanya itu, pelapor tersebut juga mengatakan bahwa jika salah satu dari mereka ingin pulang, perusahaan meminta bayaran US$3.000–4.000, atau sekitar Rp45–60 juta.
Ia meminta kepada tiktoker tersebut untuk menyebarkan laporannya agar pemerintah mau mengupayakan pembebasan.