26.4 C
Indonesia

Pengamat: Calon Kepala Daerah Yang Hanya Ingin Terkenal di Tiktok Itu Pemalas dan Ingin Bodohi Masyarakat

Must read

THE EDITOR – Jangan pilih kepala daerah yang hanya ingin terkenal dan berkampanye di media sosial seperti Tiktok, Facebook dan Instagram karena mereka pasti pemalas dan tidak ingin bekerja untuk masyarakat.

“Masyarakat tidak lagi melihat (kecerdasan) para kontenstan tapi siapa yang paling sering muncul di reel Instagram, Facebook, Tiktok,” demikian dikatakan oleh Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago saat berbincang dengan The Editor pada Selasa (1/10/2024).

Fenomena ingin terkenal di media sosial, kata Arifki, membuat para kontestan Pilkada hanya fokus pada diri sendiri, bukan pada masyarakat yang seharusnya mereka layani saat menjabat nanti.

HATI-HATI, ADA UPAYA UNTUK MEMBODOHI MASYARAKAT

Arifki mengingatkan bila sangat wajar bila kepala daerah menggunakan media sosial dalam berkampanye sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Barack Obama saat menjadi kontestan di Pilpres Amerika Serikat.

“Tapi Barack Obama pakai media sosial, tapi garis berpikir mereka terukur. Kebaca oleh publik (strategi) mereka. Beda dengan kita kan, viral saja dulu, goyang-goyang saja dulu,” katanya menjelaskan.

Hal semacam ini, lanjutnya, menunjukkan seolah para kandidat ini mengalami FOMO atau takut kehilangan momen Pilkada.

“Apakah terjadi karena momen Pilkada dekat dengan Pilpres, jadi euforia di Tiktok,” katanya.

Anthony curiga ada sebagian oknum yang masuk sebagai kontestan di Pilkada yang ingin menyamakan pola pikir masyarakat di perkotaan dan di pedesaan. 

Kecenderungan ini nantinya dikhawatirkan oleh Anthony akan mengesampingkan kebutuhan masyarakat lokal dan mendorong perilaku budaya yang tidak baik.

“Ada upaya ingin menyamakan cara berpikir orang Jakarta dengan orang lokal,” katanya.

KONTESTAN POLITIK TIDAK INGIN MASYARAKAT JADI PINTAR

Salah satu cara yang sangat dikritisi oleh Anthony dalam Pilkada adalah penggunaan influencer yang tidak memiliki background akademis yang berkualitas.

Menurutnya, penggunaan influencer untuk mengundang keramaian dalam kampanye digunakan untuk membuat masyarakat tidak bertanya lebih jauh tentang visi dan misi yang akan digunakan oleh kandidat bila menjabat nanti sebagai kepala daerah. 

“Sehingga Pilkada yang diharapkan untuk memunculkan pemimpin yang lebih baik, yang punya visi misi yang jelas cenderung terlupakan,” katanya.

“Jaman dulu artis-artis diundang untuk mengumpulkan orang, ini malah (undang) orang langsung pulang. Goyang-goyang langsung pulang, tidak ada visi misinya,” jelasnya.

Dengan kata lain, ungkapnya, kandidat hanya ingin membuat persepsi agar masyarakat tahu bila ia sangat terkenal dan viral dan layak dipilih meski tidak memiliki visi dan misi membangun daerah.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Baru