JAKARTA – Sebuah penelitian mengungkap bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental pada masyarakat.
Utamanya gangguan kecemasan (anxiety) dan depresi, yang diteliti usai pemungutan suara diadakan pada 14 Februari lalu masing-masingnya berada di angka 16% dan 17%.
Hal itu disampaikan peneliti utama Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa Ray Wagiu Basrowi, Rabu (28/2), menyebut bahwa yang didalami pihaknya hanyalah tingkat sedang-berat.
“Ini kita hanya melihat yang tingkat gangguan jiwa sedang dan berat, kalau kita masukin ringan isinya bisa lebih banyak lagi,” jelasnya.
Penelitian ini terwujud dengan menggunakan metode survei yang melibatkan 1.077 responden dari 29 provinsi di Indonesia dan wilayah di luar negeri.
Berdasarkan jenis kelamin, 77% persen adalah perempuan. Sementara berdasarkan usia, 71% berusia di bawah 40 tahun.
Yang menarik, kata Ray, sebanyak lima puluh lima responden atau lima persen dari keseluruhan responden adalah calon anggota badan legislatif (caleg).
“Dari data caleg yang secara random mengikuti survei ini, tercatat bahwa 13 persen dari mereka mengalami anxiety. Sedangkan untuk caleg yang mengalami depresi mencapai 11 persen,” ungkapnya.
Adapun hal-hal yang memicu munculnya risiko gangguan kesehatan mental pada masyarakat pasca-Pemilu di antaranya faktor internal, faktor eksternal, hingga tekanan untuk memilih caleg atau calon presiden (capres) tertentu.
“Terdapat hubungan signifikan antara kecemasan dengan Pemilu 2024. Ditemukan 3 dari 10 responden yang selama proses pemilu mengalami konflik diri, konflik eksternal, dan mendapat tekanan secara signifikan mengalami kecemasan sedang hingga berat,” ujarnya.
“Bahkan mengakibatkan 2,6 sampai 3 kali lebih berisiko untuk mengalami kecemasan sedang hingga berat,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa 31% responden dengan konflik diri mengalami depresi sedang-berat yang tingkat risiko mencapai 2,5 kali lipat.
Sebanyak 25% responden yang berkonflik dengan pihak lain terkait Pemilu 2024 mengalami depresi sedang-berat dengan risiko hampir 2 kali lipat.
Kemudian, 40% responden yang mendapatkan tekanan dalam memilih calon tertentu mengalami depresi sedang-berat dengan risiko hingga 3,3 kali lebih besar untuk mengalami depresi.
“Kecemasan dan depresi ini adalah indikator awal gangguan kesehatan jiwa,” ucapnya.