JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk menunda kewajiban memiliki sertifikat halal bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga tahun 2026.
Hal itu ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas yang membahas sertifikasi halal di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Rabu (15/5).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan ini hanya berlaku untuk UMKM.
Di sisi lain, pelaku usaha menengah dan besar tetap diwajibkan telah melalui sertifikasi halal paling lambat 17 Oktober mendatang.
“Jadi khusus UMKM itu digeser ke [tahun] 2026, sedangkan yang besar dan menengah tetap diberlakukan per 17 Oktober,” katanya, dikutip dari Kompas.com.
Kebijakan pengunduran wajib sertifikat halal ke tahun 2026 ini juga, lanjutnya, berlaku untuk usaha yang memproduksi obat tradisional, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang guna rumah tangga, dan berbagai alat kesehatan.
Dengan kata lain, kewajiban ini secara keseluruhan tidak hanya ditujukan kepada pelaku usaha makanan, minuman, dan produk-produk sejenisnya.
“Oleh karena itu, tadi Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman, dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024, tapi 2026,” ujarnya.
Hal senada diungkap Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki.
Ia menyebut bahwa kebijakan sertifikasi halal ditunda hingga tahun 2026 dan peraturan presiden (Perpres) terkait hal ini masih dimatangkan.
“Tadi diputuskan akan dibuat Perpres ditunda sampai [tahun] 2026,” katanya, dikutip dari CNN Indonesia.
Menurutnya, ada dua alasan di balik penundaan ini. Pertama, tersisa waktu yang sangat sedikit untuk menuntaskan proses sertifikat halal hingga target sebelumnya.
Hal ini, katanya, akan berpengaruh pada aspek pembiayaan dan masalah teknis lainnya.
Ia bahkan mengungkap bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama hingga saat ini baru mensertifikasi 44,4 juta UMKM.
Itu artinya, mereka masih perlu mensertifikasi sekitar 15,4 juta UMKM lagi – atau menerbitkan sekitar 102 ribu sertifikat halal setiap harinya.
Ia mengatakan hal tersebut berada di luar kemampuan BPJPH yang saat ini baru bisa menerbitkan hingga 2.678 sertifikat setiap harinya.
“Kalau lihat data di BPJPH hari ini rata-rata cuma 2.678 sertifikat, jadi tidak mungkin,” tutur Teten.
“Karena itu saya kira tepat Pak Presiden menunda kewajiban sertifikat sampai 2026, karena kan waktu tinggal 150 hari,” sambungnya.
Adapun alasan kedua adalah adanya potensi UMKM terjerat hukum jika belum bersertifikat halal pada tenggat waktu yang ditentukan berdasarkan kebijakan yang lama.
“Kalau pemerintah tetap menetapkan, ya mereka akan punya masalah hukum. Karena itu, atas nama kepentingan UMKM keadilan ya diperpanjang,” jelasnya.