JAKARTA – Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuai sorotan. Salah satunya soal adanya penghapusan pasal dalam UU lama tersebut.
Disebut, dalam draft terbaru, Pasal 39 huruf c disebut akan dihapus. Di mana dalam UU lama berbunyi; “Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis”.
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto tak membenarkan atau menyalahkan akan usulan tersebut. Menurut dia, pemerintah masih fokus pada pasal 47 mengenai jabatan sipil dan pasal 53 mengenai batas usia dinas keprajuritan.
“Ya ini kan masih dalam proses ya, kita utamanya untuk tni adalah pasal 47 dan 53. Namun terkait dengan kegiatan bisnis, ini masih terus dalam pembahasan,” kata Hadi usai acara Kompolnas di Jakarta Utara seperti disadur dari Liputan6.com pada Rabu (17/7).
Karena sampai saat ini, lanjut dia, pihaknya masih menunggu usulan lain dari TNI dalam menambah dan melakukan revisi terhadap UU Nomor 34 Tahun 2004.
“Kemudian TNI juga akan menambah pasal pasal dalam revisi,” jelas Hadi.
Hadi mengklaim, dalam revisi UU TNI ini adalah menciptakan sebuah aturan yang menyesuaikan dengan kebutuhan zaman.
“Diantara ancaman ancaman yang sekarang sudah nyata ancaman global, adalah ancaman siber crime, ancaman biologi, dan ketiga adalah ancaman kesenjangan. Dan ini akan dijabarkan dalam bentuk operasi militer selain perang,” klaim dia.
Senada, Staf Khusus Presiden Grace Natalie mengatakan, bahwa revisi UU TNI tersebut berada di Kemenko Polhukam.
“Saat ini Kemenko Polhukam masih dalam tahap menyusun DIM (Daftar Investarisasi Masalah),” ungkap dia kepada Liputan6.com pada Rabu (17/7/2024).
Grace pun tak mau berspekulasi pemerintah akan menerima usulan penghapusan pasal larangan berbisnis bagi prajurit TNI tersebut. “Kami masih pelajari dulu,” jelasnya.
Menurut Politikus PSI ini, masih ada proses dalam pembahasan revisi UU TNI ini. “Tenggang waktunya kan ada 60 hari sejak surat DPR diterima presiden, tetap karena DPR memasuki masa reses maka pembahasannya baru akan dimulai pada masa sidang berikutnya,” kata Grace.
Sementara itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak meyakini penghapusan pasal ini tidak akan jadi masalah.
“Kalau kita berbisnis, kata-kata bisnis itu bagaimana? Kalau misalnya kita buka warung apa berbisnis itu? Ya kan? Kalau misalnya jual beli motor atau apa, ya kalau dia belinya benar tidak menggunakan itu ya, jadi berbisnis ya bisnis. Yang enggak boleh itu saya tiba-tiba mengambil alih menggunakan kekuatan,” jelas dia.
Menurut Maruli, di era zaman sekarang semua orang akan diawasi. Sehingga tak perlu khawatir.
“Jadi enggak usalah terlalu berpikir ke mana-mana. Silahkan cek potensinya bagaimana, kualitas, background pendidikannya bagaimana kenapa bisa masuk, itu silahkan dicek. Jadi enggak ada masalah mau bisnis. Memang kalau saya mau jualan apa gitu, jadi agen yang legal, kenapa enggak boleh? Karena kan batasannya bisnisnya susah ini. Masa kalau sampingan kita jualan rokok karena memang kurang uang, kan halal. Kan di luar jam kerja,” kata Maruli.
Tak Masuk Dalam Draft
Anggota Komisi I DPR Dave Laksono menyatakan, usulan menghapus larangan anggota TNI berbisnis dalam Revisi UU TNI harus dikaji mendalam.
Dia berharap, jika itu ada, maka dibuat aturan rinci terlebih dahulu dan penjelasan mengenai sebab pencabutan larangan tersebut.
“Harus dijelaskan bila Kemhan dan Mabes mengizinkan prajurit bisnis, maka harus ada aturan jelas, jangan sampai prafesionalitas TNI terganggu dan mereka awalnya bertugas menjaga keamanan malah berbalik sibuk mengurusi usaha masing-masing,” kata Dave saat dikonfirmasi, Rabu (17/7).
Dia mengingatkan, tugas TNI adalah menjaga stabilitas negara oleh sebab itu tugas negara lah untuk menjamin kesejahteraan prajurit.
“TNI memiliki peran dan tanggung jawab sangat penting dan menjadi salah satu punggung utama menjaga stabilitas negara, salah satu tugas pemerintah adalah memastikan kesejahteraan dan kebutuhan dasar setiap prajurit itu terpenuhi baik kebutuhan sehari-hari lalu sandang, pangan, papan,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Bobby Rizaldi menyatakan usulan pencabutan larangan bisnis itu tidak ada dalam draft Revisi UU TNI.
“Ini tidak ada di dalam draft,” kata Bobby.
Dia menyebut prajurit hatus menjalankan tugas sesuai tupoksinya dan bukannya berbisnis.
“Bahwasanya seorang prajurit harus menjalankan tupoksi nya, tidak merendahkan martabat institusi, dan tidak menjadi pemegang saham dalam usaha yg berada dalam ruang lingkup kekuasaannya,” jelasnya.
“Ya kalau ada induk koperasi untuk kesejahteraan prajurit, simpan pinjam, harusnya tidak masalah,” sambungnya.