YERUSALEM – Usai Perang Salib, maka tanah suci Yerusalem berada di bawah kendali Kekaisaran Ottoman. Dan setelah Perang Dunia I berakhir di tahun 1918, Inggris menguasai wilayah yang telah jatuh tersebut, yang disebut saat itu sebagai Palestina.
“Sebuah dokumen yang memberi Inggris kendali administratif atas wilayah tersebut, dan termasuk ketentuan untuk mendirikan tanah air nasional Yahudi di Palestina yang mulai berlaku pada tahun 1923,” ujar Penulis dan Pengajar Kitab Ibrani asal Indonesia Rita Wahyu Wulandari kepada The Editor, Minggu (17/5).
Pada tahun 1947, lanjutnya, setelah lebih dari dua dekade pemerintahan Inggris, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengusulkan rencana untuk membagi Palestina menjadi dua bagian, yakni negara Yahudi merdeka dan negara Arab merdeka. Kota Yerusalem yang diklaim sebagai ibu kota oleh orang Yahudi dan Arab Palestina akan menjadi wilayah internasional dengan status khusus.
Para pemimpin Yahudi menerima rencana tersebut, tetapi banyak orang Arab Palestina yang beberapa di antaranya telah aktif melawan kepentingan Inggris dan Yahudi di wilayah tersebut sejak 1920-an, dengan keras menentangnya.
Kelompok Arab ini berpendapat bahwa mereka mewakili mayoritas penduduk di wilayah tertentu dan harus diberikan lebih banyak wilayah. Untuk menyuarakan keinginan ini, mereka mulai membentuk pasukan sukarelawan di seluruh Palestina.
Tzipi Livni (1958-), lanjut Rita, politikus senior Israel yang pernah menjabat sebagai Minister of Justice of Israel pada periode 2013–2014) pernah berkata di forum internasional bahwa tidak ada lagi orang keturunan Kanaan Sebab semua sudah dimusnahkan oleh bani Israel saat serangan ke Yerikho dibawah pimpinan Yosua bin Nun (baca Yosua 6).
Yang ironis adalah pernyataan Fathi Hammad, Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Nasional Hamas, pada 23 Maret 2012 yang mengaku memiliki banyak keluarga yang menunjukkan bahwa penduduk Palestina berakar dari Mesir.
“Kami memiliki banyak keluarga yang disebut al-Masri, yang berakar dari Mesir! Mereka mungkin dari Alexandria, dari Kairo, dari Dumietta, dari utara, dari Aswan, dari Mesir Hulu. Kami adalah orang Mesir; kami orang Arab. Kami adalah Muslim. Kami adalah bagian dari Anda. Secara pribadi, separuh keluarga saya adalah orang Mesir – dan separuh lainnya adalah orang Saudi,” jelasnya.
Dari kedua pernyataan baik dari pihak Israel maupun Hamas sendiri, kata Rita, rupanya memang tidak ada yang namanya etnis Palestina itu, mereka memang dari etnis Arab yang berasal dari Mesir dan Arab Saudi yang menduduki daerah yang disebut Palestina itu.
Untuk diketahui, Kata Palestina dalam bahasa Arab adalah FILASTIN – فلسطين –. Menurut sejarawan Palestina Muhammad Y. Muslih, selama seluruh periode 400 tahun pemerintahan Ottoman (1517-1918), sebelum Inggris menetapkan Mandat Palestina selama 30 tahun, maka tidak ada unit politik yang dikenal sebagai Palestina.
Dalam bahasa Arab, daerah yang diduduki pemerintahan Ottoman itu dikenal sebagai al-Ard al-Muqadassa (tanah suci), atau Surya al-Janubiyya (Suriah selatan), tetapi bukan Palestina.