THE EDITOR – Direktur Fasilitasi Kerjasama, Lembaga Pemerintahan Desa, dan Badan Permusyaratan Desa Kementerian Dalam Negeri Murtono mengimbau agar masyarakat Desa Lambar yang mengabaikan keluhan warganya agar segera melapor ke camat.
Tujuan pelaporan ini adalah untuk menindaklanjuti kinerja kepala desa dalam melayani masyarakat.
Sebagaimana diketahui, Kepala Desa Lambar, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dianggap mengabaikan keluhan warga yang berbulan-bulan meminta agar lahan mereka tidak dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah oleh pendatang yang bermukim di sekitar area persawahan mereka.
“Masyarakat desa (Lambar) segera melapor ke camat setempat kinerja kepala desa agar segera ditindak lanjuti,” ungkap Murtono kepada The Editor beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Elia Roma Ropen Ginting, warga Desa Lambar mengatakan ia telah berkali-kali memberitahu Kepala Desa Lambar yang bersama Gelora Sitepu agar mengeluarkan aturan agar pendatang dan masyarakat tidak membuang sampah ke area persawahannya, namun tidak ditanggapi.
“Sudah dua kali (kepala desa) dihubungi selama dua bulan ini, tapi jawabannya hanya mengatakan bila kurang ada kesadaran dari masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan,” kata Elia kepada The Editor pada Rabu (30/10/2024).
Ia menjelaskan bila, saat ini puluhan hektar sawahnya yang berada di Jalan Alternatif Desa Suka – Desa Lambar dipenuhi oleh sampah plastik yang saat ditelusuri berasal dari rumah kontrakan yang dihuni oleh pendatang alias bukan warga asli dari Desa Lambar. Akibatnya, sawah yang ia miliki kerap tergenang banjir dan sulit untuk ditanami.
Dari pantauan The Editor, sampah bertebaran di depan kontrakan yang dihuni lebih dari 10 orang pendatang yang berasal dari wilayah Toba Samosir.
Para pendatang ini sehari-hari bekerja sebagai buruh di perkebunan dan saat ditelusuri, beberapa kontrakan yang dihuni oleh pendatang dari daerah yang sama ternyata bernasib sama, yaitu kotor.
Sampah terlihat berserakan di rumah-rumah mereka masing-masing dan kondisi ini dikeluhkan oleh warga.
Tak hanya sampah yang memenuhi persawahan warga, aliran air yang mengandung tanah dan sampah dari gudang pencucian wortel juga sempat memenuhi area sawah dan mempersulit gerak masyarakat yang melintas di kawasan tersebut setiap hari.
“Belum lagi kalau hujan deras atau ada air kiriman dari desa lain. Jadi sawah dipenuhi oleh sampah dan tidak bisa ditanami apapun,” ungkap Elia.
Elia sangat menyayangkan sikap Kepala Desa Lambar yang tidak merespon keluhan warga seperti dia.
Elia yang tinggal di Jakarta mengaku sering mendapat keluhan dari keluarganya yang merasa diintimidasi oleh situasi yang merugikan mereka.
Jadi, mau tak mau, Elia harus turun langsung menyelesaikan persoalan sampah dan saluran air yang membuat rusak puluhan hektar sawahnya.
Ia berharap pemerintah daerah dapat turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini.
Saat ini, lanjut Elia, pembangunan parit tengah dilakukan agar air bekas cucian wortel dapat mengalir ke saluran yang seharusnya.
Namun, ia berharap agar kepala desa Lambar tetap melihat kondisi sampah yang jumlahnya tak pernah berkurang setiap hari.
“Bak sampah yang tersedia di depan kontrakan sudah ada tapi tidak cukup untuk menampung sampah. Akhirnya sampahnya beterbangan sana dan sini. Solusi dari kepala desa tidak ada” katanya.
Untuk menghadapi situasi ini, Elia mengaku akan menghubungi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karo agar situasi semacam ini bisa diselesaikan dengan baik.