29.4 C
Indonesia

Koreografer Wanita Asal Indonesia Ramaikan Panggung ASEAN 

Must read

JAKARTA – Penonton berdecak kagum dan tak henti-hentinya bertepuk tangan saat menikmati pagelaran seni tari yang digelar oleh Kementerian Kebudayaan dalam acara memeriahkan acara Asean Best of Performing Arts di Gedung Teater Jakarta tahun 2023 lalu.

Pertunjukan tari berdurasi 120 menit itu tak terasa sama sekali karena 11 penari yang tampil dari seluruh negara-negara Asean itu ditata dengan apik.

Mungkin ini yang disebut dengan pagelaran kelas dunia yang membuat penonton betah, dan tak ingin beranjak sedikitpun dari kursinya.

Siapa koreografer acara ini?

Muda, cantik, dan berbakat. Demikian sebutan yang cocok disematkan ke Santi Dwi Saputri (38), seorang penari dan juga koreografer yang dipercaya oleh Kementerian Kebudayaan dan Asean menata tari untuk acara Asean Exhibition di Gedung Teater Jakarta beberapa waktu lalu.

Saat berbincang dengan The Editor beberapa waktu lalu, Santi, demikian ia disebut, mengatakan bila dibutuhkan waktu sekitar 1 bulan untuk merancang gerakan tari yang dipentaskan selama 2 hari dengan durasi 2 jam.

Bagaimana cara perempuan yang mengajar di Jaya Suprana School and Performing Arts ini menyusun semua struktur tarian ASEAN yang menuntut kehadiran fisik para penarinya yang berada di luar negeri? Berikut petikan wawancaranya:

The Editor: Pengalaman kemarin di acaranya ASEAN, saya dengar anda adalah koreografernya. Apa itu benar?

Persiapan sebelum tampil di acara Asean Exhibition di Gedung Teater Jakarta beberapa waktu lalu oleh Santi Dwi Saputri (baju ungu-depan) (Foto: Istimewa/ THE EDITOR)
Persiapan sebelum tampil di acara Asean Exhibition di Gedung Teater Jakarta beberapa waktu lalu oleh Santi Dwi Saputri (baju ungu-depan) (Foto: Istimewa/ THE EDITOR)

Santi: Iya, kebetulan memang diminta untuk jadi lead choreographer-nya. Jadi kita bikin ceritanya. Inginnya sih memunculkan lebih banyak teman-teman, jadi bukan medley aja. Saya diminta menjadi koreografer itu merupakan tantangan tersendiri.

The Editor: Bisa dijelaskan sedikit tentang proses di balik layar ASEAN kemarin? Bagaimana proses persiapannya sampai bisa menciptakan sebuah acara yang begitu hebat?

Santi : Jadi, awal mula pertama, sudah jelas kita bikin storyboard-nya dulu. Ide pertama kenapa muncul seperti kemarin itu karena aku melihat, beberapa kali kalau kita collab kok kayak medley aja. Jadi yang nempel-nempel gitu.

Terus tidak memunculkan tarian arau kreativitas baru dari masing-masing negara. Yang aku lihat tuh banyak sebenarnya yang bisa digali. Ada tariannya, ada martial arts-nya, ada puppet gitu kan ya.

Nah makanya itu aku kemarin itu awal pertama ngayal itu idenya satu kata. Semuanya kan berawal dari ngayal, jadi imagine. Jadi kita imagine kekuatan-kekuatan apa saja yang ada di temen-temen ASEAN ini. 

Jadi dari setiap negara, Indonesia punya apa yang bagus-bagus? Filipina punya apa? Timor punya apa? Kita coba sortir itu dulu, baru kita jahit ceritanya. Karena kita limited time untuk latihan, jadi kita bikin zoom.

Kita Zoom meeting sama mereka, kita minta suggestion-nya dari mereka, kita poles semuanya, baru kita jahit lagi. Jadi misal scene satu, kita dengar dulu dari temen-temen. “Aku pengen dong memunculkan tarian rakyat!” Coba dong kasih suggestion ke kita. Dan dapat suggest segala macem, nah dari situ kita sortir lagi. 

Aku lihat, oh ini kekuatannya di sini, ini kurang, ini lebih kuat di sini. Kemudian kita jahit. Jadi sebenarnya proses ceritanya sendiri pun, ketika H-7 ada perubahan. Jadi kayak ada tokoh tambahan lah, ada apa. Itu ada perubahan sedikit karena menyesuaikan dari kita lihat ada kekuatan dari talent-talent.

Misalnya kekuatan talent yang lebih besar dari apa yang kita bayangkan. Nah terus ketika dia sampai ke Jakarta, kita coba jahit. “Jadi kamu aku bikin ya, pokoknya aku minta kamu dua kali…” kita berikan hitungan, range, terus baru kita jahit di situ. Itu pun pas kita latihan masih ada penyesuaian musik. Misalnya ada yang kurang beat-nya, itu masih menyesuaikan. 

Even H-1 masih begitu. Tapi ya memang, untuk koreografi hal yang semacam kemarin itu harus benar-benar dibayangkan. Imajinasinya harus benar-benar. Jadi kita ngayal itu berkali-kali, nggak bisa it’s a snap.

Jadi kita mikir dulu, membayangkan, ini kayak gini oke nggak ya. Tapi ya memang surprisingly yang kemarin itu really beyond our expectation. Benar-benar lebih wow dari yang aku bayangkan. Dan aku senang dengan hasilnya.

Tarian dari salah satu negara ASEAN (Foto: Asean Best of Performing Arts/ THE EDITOR)
Tarian dari salah satu negara ASEAN (Foto: Asean Best of Performing Arts/ THE EDITOR)

The Editor: Anda bekerja sendiri di belakang layar menyusun semuanya?

Santi: Jadi sebenarnya aku tuh dibantu juga sama temanku yang artistic director, itu dia juga salah satu tim kreatif kita. Jadi kita tukar ide. Kalau secara gerak atau tarian mungkin aku lebih menguasai, nah untuk tambah-tambahan wow factor-nya dia membantu aku mengkurasi wow factor dari setiap adegan. Namanya Putra, dia juga bantu secara artistiknya.

Jadi kita barengan, berdua tuh ngayal terus. Sampai terus ada suggestion, kita meeting lagi. “Ini aku punya ide, kasih ini ini ini, jadinya seperti ini.” Nanti kita sama-sama mikir, ini oke nggak ya, ini kelihatannya oke, maybe this one no–kita harus kurangin, kita harus tambahin wow factor-nya. 

Jadi kita kerja sama di situ. Split-nya itu dia bukan orang yang bisa menari banget, aku pun bukan orang yang bisa desain panggung atau ide-nya–mungkin dia yang lebih jago. Jadi kita menggabungkan dua otak ini.

Ditambah juga ide dari teman-teman. Karena ada ide dari teman-teman, ketika zoom itu, kita langsung dapat ide. “Oh iya ini bagus, ini bisa kayak gitu.” If it’s a good idea, langsung kita tampung dan kita coba eksekusi. Jadi kemarin eksekusi bagusnya, syukurnya, berjalan dengan baik dan teman-teman juga support.

The Editor: Pertunjukan selama 2 jam tak terasa sama sekali. Sebagian penonton justru ingin tampilan yang lebih lama lagi. Apa yang ada di benak Mbak Santi ketika menciptakan itu?

Santi: Kalau dari sisi tema, memang ASEAN. Aku sama Putra waktu itu mencoba berpijak bikin sesuatu like Lion King–yang broadway itu, itu kan sangat mendunia ya. Atau yang bisa memanfaatkan kemampuan sirkusnya menjadi suatu yang besar dan semuanya terlihat.

Jadi waktu itu kita lihat, kita pelajari, dan wah kayaknya ini menarik. Nah, ASEAN itu belum punya. Itu menjadi cikal bakal pertama kali kita ngayal tentang ASEAN. ASEAN apa ceritanya? Waktu saya ikut Ramayana Festival di Bangkok, itu cuma ya nempel-nempel aja.

Kayak, ini Ramayana versi Indonesia, versi Thailand, Kamboja. Gak ada sesuatu yang bisa dimunculkan lebih. Padahal setiap negara punya keunikan, kan? Nah jadinya di situ kita coba, let’s try to create ASEAN story. Nah itu kenapa ada tokoh anak. 

Kenapa sih tokoh anak, kenapa tokoh buku? Karena kita mikir generasi muda itu sekarang sudah nggak tahu budaya. Nggak pengen lah tahu budaya. Jadi kita pengen nyinggung ini, bukan masalah Indonesia sih. Masalah luar negeri juga sama. Kayak anak-anak mudah tuh kadang-kadang, Gen Z segala macem suka malas. Disuruh nari tradisional malas, disuruh belajar musik tradisional malas, nothing special for them. 

Makanya kenapa kita pengen coba. Kenapa ada tokoh anak itu karena pengen nyinggung ke sana. Terus, selain itu, buku. Buku itu karena waktu kemarin itu ada sustainable program.

Jadi kita ingin memunculkan module dance–belum keluar sih. Kenapa buku? Kita melihat ini penting banget. Misalnya ada buku ASEAN, dalam artian buku mengenai budaya dan tarian-tarian ASEAN, generasi ke bawah paling nggak bisa lah dapat. 

Kemudian juga, tema yang kita mau angkat ini chronicles. About history. Karena dari titik itu kita bisa memunculkan, ketahuan sejarah ASEAN itu sebenarnya nyatu tuh gara-gara itu, gara-gara kerajaan jaman-jaman dulu kan.

Tidak semua negara punya kerajaan kan, but they do have history. So we call it chronicle. Ada cerita lah di balik itu, jadi itu yang mau kita munculkan. Makanya itu kenapa country performance kemarin  tidak hanya asal tari folk dance, melainkan memang dance yang cukup menarik dan jarang diangkat.

We want to meet the chronicle dan juga collaboration. Kemudian ada semua kings or queens, itu kan jarang dimunculkan. Jadi paling nggak audience bisa lihat, oh ternyata ada berbeda-beda tapi seragam ya gitu. Contoh, Malaysia, kemarin kan ada agak semi-semi Melayu campur Jawa.

Foto: Asean Best of Performing Arts/ THE EDITOR
Foto: Asean Best of Performing Arts/ THE EDITOR

The Editor: Dunia koreografer itu menjanjikan nggak? Untuk anak-anak muda yang mau belajar.

Santi: To be a choreographer itu nggak bisa instan. You have to experience first to be dancer, or musicians, or whatsoever. Setelah dari sana baru bisa mengkoreograf. Kalau nggak, nanti hasilnya kayak instan aja. It doesn’t remain long. Itu yang aku pelajari ya. Aku belajar juga dari pesan-pesan dari maestro, guru-guru. Itu aku lihat mereka membuat koreografi nggak instan.

Contoh, waktu itu aku pernah belajar tarian Betawi, tarian itu pernah menang parade tari, itu aku lihat prosesnya, menari juga. Aku lihat dia berproses bikin musiknya, gerakannya, nggak langsung lima menit. Like hanya dua menit, tiga menit dulu, dipentasin di kedutaan.

Baru dikembangkan lagi. Itu kenapa kalau mau jadi koreografer, memang harus step-nya itu dari bawah dulu. Kita jangan pernah takut untuk mencoba dari bawah. Karena itu lah proses, supaya kita bagus, hasil karya pun bagus. 

About one promising output, it will be promising if you do it well. Jadi contoh, kayak misalnya, dulu aku waktu SMA sempat ikut POPDA (pekan olahraga daerah, sebelum PON). Itu aku inget banget instruktur ku bilang, pokoknya kalau kalian maju lomba, jangan pernah pengen menang.

Just do your best. Aku selalu ingat itu. Jadi misalnya aku nari, koreograf untuk lomba, aku selalu bilang ke mereka, we want to win, tapi kita tetap low profile. Sama kayak koreografi juga, targetku ini kemarin hanya harus berhasil.

Itu aja, aku nggak ada harus jadi the best of the best of the best, Ini menjadi kebanggaan bagi yang nari dan semua penonton. Udah kepuasan tersendiri. Everybody is happy, everybody feels like they are involved, they can give something best for the event. Itu udah poin plus. 

Dari situ, aku bisa bilang temen-temen jadi merasa they wanna be the best, and we all give the best. Itu akan berjalan. Karena aku yakin, orang bikin Lion King, orang bikin yang lain, they have they same passion.

Passion-nya lebih ke arah we want to give the best, we want to share the dancing, the performance, jadi everybody can really love it, can really enjoy it. I think that’s the key. Dari situ everything will go. Semuanya pasti akan mengikuti lah, termasuk money juga, value, penghargaan, acknowledgement.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Baru