PRANCIS – Seorang anggota parlemen Prancis diskors setelah mengibarkan bendera Palestina di tengah-tengah perdebatan yang berlangsung di parlemen pada Selasa (28/5).
Anggota tersebut, Sebastien Delogu, tiba-tiba berdiri dan membentangkan bendera Palestina ketika parlemen berdebat tentang apakah Prancis harus mengakui Palestina.
Meskipun mendapat teguran langsung, politisi dari partai sayap kiri radikal France Unbowed (LFI) itu juga menerima tepuk tangan dukungan dari sejumlah koleganya.
Beberapa bahkan terlihat ikut berdiri sambil terus bertepuk tangan, sementara yang lain menyuarakan sorakan mendukung.
Atas tindakannya itu, Delogu dijatuhi sanksi skors selama dua pekan dan pemotongan setengah tunjangan parlemennya selama dua bulan.
Keputusan itu diambil setelah anggota parlemen melakukan pemungutan suara di tengah perdebatan yang terhenti karena aksinya.
Ia kemudian meninggalkan majelis rendah sambil menunjukkan gestur V sebagai tanda perdamaian, sementara anggota parlemen sayap kanan dan tengah memuji sanksi terhadapnya.
Melansir The National, Ketua Parlemen Yael Braun-Pivet mengecam tindakan Delogu, menyebutnya sebagai perilaku yang tidak dapat diterima.
Penangguhan terhadap pria asal Marseille itu terjadi pada hari yang sama ketika Irlandia, Norwegia, dan Spanyol mengumumkan pengakuan terhadap Palestina.
Langkah ketiga negara berarti 145 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui negara Palestina.
Akan tetapi, belum ada satu pun anggota negara industri Kelompok Tujuh (G7) – termasuk Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat – yang melakukan hal tersebut.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Februari mengatakan mengakui negara Palestina bukan lagi hal yang “tabu”.
Meskipun begitu, Perdana Menteri Gabriel Attal di majelis rendah pada Selasa menghindari pertanyaan dari anggota parlemen LFI lainnya tentang apakah Prancis akan segera bergabung dengan sekutu Eropanya untuk melakukan hal tersebut.
Perang Israel-Gaza telah menciptakan ketegangan di Perancis, yang memiliki komunitas Yahudi terbesar di antara negara mana pun setelah Israel dan Amerika Serikat, serta komunitas Muslim terbesar di Eropa.