PANGKAJENE DAN KEPULAUAN – Polisi dinilai tidak adil karena menahan Kepala Desa Biring Ere, Syawir selama 13 hari tanpa melalui pemeriksaan objektif oleh tim ahli Polres Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan.
Demikian diungkapkan oleh Koordinator JATAM (nasional jaringan advokasi tambang) Melky Nahar.
“Bila dilihat sepertinya terlalu terburu-buru bagi polisi mengatakan ini adalah penambangan,” ungkapnya saat berbincang dengan redaksi beberapa waktu lalu.
Perlu diketahui, Polres Pangkajene dan Kepulauan sempat menahan Syawir selama 13 hari dengan tuduhan melakukan aktivitas penambangan ilegal di desa tempat ia bertugas yakni Desa Biring Ere, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan.
Tudingan kepada Syawir itu membuat melky terkejut karena fakta di lapangan sangat berbeda dengan sudut pandang kepolisian dan media massa online serta koran setempat.
(Untuk mengetahui lebih jauh tentang sepak terjang Syawir silahkan klik di: Niat Tulus Kades Syawir Mengembangkan Desanya Justru Membawanya Berakhir di Penjara)
Sayangnya keberadaan wahana wisata sebagaimana dilaporkan oleh Syawir dalam rencana pembangunan desa yang dikeluarkan tahun 2022 ini tidak dijadikan oleh polisi sebagai alat bukti sedikitpun.
Kondisi ini membuat Melky gusar dan meminta agar polisi kembali melihat ke lapangan dan mengambil keputusan dengan mengambil seluruh bukti dan fakta di lapangan sebagaimana seharusnya.
Kajian Kepala Departemen Advokasi dan Kajian WALHI (wahana lingkungan hidup) Sulawesi Selatan, Slamet Riadi yang menyebut bahwa pengerukan sungai mengancam lingkungan dan masyarakat sekitar juga dinilai tidak berasalan oleh Melky.
Menurut Melky, banjir besar yang pernah terjadi di Desa Biring Ere tahun 2021 lalu tidak akan pernah terjadi lagi karena pembangunan yang dilakukan oleh Syawir akan membuat aliran sungai justru menjadi normal.
Warna sungai yang berubah jadi jernih setelah sebelumnya berwarna cokelat pucat karena pendangkalan dasar sungai menurut Melky harus jadi bahan pertimbangan polisi.
Melky juga meminta agar WALHI dan polisi menilai dengan seksama kondisi di lapangan. Karena dari sudut pandang Melky, yang dilakukan oleh Syawir adalah program pembangunan desa wisata yang dibarengi dengan program normalisasi sungai.
“Dan berhasil yang dilakukan oleh kepdes Biring Ere ini,” kata Melky.
Melky mengingatkan agar setiap pihak yang melihat aktivitas pembangunan wisata Desa Biring Ere ini melihat kondisi lapangan sebelum memberikan pendapat dan komentar agar tidak menjadi bias politik.
Karena dalam aktivitasnya, pembangunan desa wisata yang dilakukan oleh Syawir adalah dengan mengembangkan Sungai Desa Batu Payung.
Dan bila destinasi wisata dibangun tanpa melakukan program normalisasi sungai maka yang terjadi adalah banjir bandang.
“Menurut saya ini adalah program normalisasi sungai yang dilengkapi dengan aktivitas penggalian. Karena dalam perjalanannya untuk mengurangi banjir diperlukan alat berat untuk mengeruk sungai yang penuh pasir dan batu,” ungkap Melky lagi.
Perlu diketahui, dalam susunan anggaran desa yang diajukan oleh Syawir di awal tahun 2022 lalu.
Tertulis nama kegiatan untuk program destinasi wisata ini adalah “pembangunan wisata alam dan kuliner batu payung”.
Lokasi pembangunan akan dilakukan di Kampung Palattae dengan sumber pembiayaan dari dana desa dan bagi hasil pajak di tahun anggaran 2022.
Jumlah anggaran yang akan dikeluarkan untuk pembangunan destinasi wisata seluas 2000 meter persegi ini sebesar Rp 210.182.800.
Dimana pencairan tahap I adalah Rp 150.506.000, tahap II Rp 59.676.800 dan BHP tahap I Rp 7.343.240. Sementara BHP tahap III mencapai Rp 13.514.860. BHP tahap III ini belum cair.
Keputusan Polisi Sangat Mencurigakan
Dan Melky juga menilai polisi sangat mencurigakan dalam menentukan nasib Syawir. Karena menurutnya penangkapan dan tudingan yang diberikan kepada Syawir hingga kasusnya harus masuk ke kejaksaan berat sebelah.
Selama ini, lanjut Melky, terdapat ratusan kasus penambangan ilegal yang dilakukan oleh kepala desa di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan serta di Sulawesi pada umumnya.
“Penambangan ilegal ada banyak di Indonesia. Aparat terlalu terburu-buru dalam menentukan hukuman bagi kepala desa Biring Ere tanpa melihat duduk perkara alasan pembangunan destinasi wisata,” kata Melky.
Salah satu kasus tambang liar dan tidak ditindaklanjuti oleh polisi yang berhasil dirangkum redaksi salah satunya terjadi di Kelurahan Sapanang Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep).
Penambang bernama H M Ilyas alias H Lolo dibiarkan bebas begitu saja dan tidak ditindaklanjuti.
Humas Polres Pangkep Iptu Hasri kepada repliknews.com diketahui bila Lolo hanya akan ditindak kembali bila tetap melanjutkan aktivitas penambangan ilegalnya.
Tak hanya di Kelurahan Sapanang, aktivitas penambangan ilegal juga terjadi di Kampung Baruttung, Kecamatan Balocci, Pangkep.
Aksi penambangan liar yang sudah terjadi selama satu tahun ini justru sampai menimbulkan banjir bandang karena aliran air terhambat oleh timbunan yang berhasil dikeruk dari dasar sungai.
Warga sekitar Kampung Baruttung juga sempat melakukan aksi demo hingga beberapa kali, namun belum mendapat tanggapan dari pihak kepolisian.
Kondisi ini sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh Kepala Desa Biring Ere, Syawir. Karena di lokasi yang disebut sebagai area tambang liar justru jadi tujuan wisata cantik yang menarik turis.
“Yang ada justru terbangunnya destinasi wisata dan air sungai kembali menjadi jernih,” kata Melky menanggapi kondisi Desa Biring Ere yang kini bebas banjir dan asri.
Bila program pembangunan wisata mengharuskan kepala desa harus mengeruk sungai agar tidak lagi terjadi banjir, maka fakta seperti itu harus ada dalam laporan kepolisian. Agar terjadi azas keadilan sosial bagi setiap masyarakat.
Untuk itu, ia ingin penyelidikan ulang dilakukan. Pasalnya Syawir sempat ditahan selama 13 hari di Polres Pangkep dan ditangguhkan penahanannya pada tanggal 16 Agustus 2022 kemarin.
Sebagaimana diketahui, Kepala Desa Biring Ere, Syawir saat ini tengah menjadi buah bibir di Tanah Air, pasalnya, pria yang baru menjabat selama 7 bulan ini dituding melakukan pelanggaran atas proyek pembangunan destinasi wisata Sungai Batu Payung di lokasi tempat ia bertugas.
Redaksi The Editor juga sempat mendatangi Desa Biring Ere tempat Syawir bertugas. Saat tiba, redaksi disuguhi pemandangan destinasi wisata yang menakjubkan dan warga yang ramah.
Aktivitas penambangan yang ditudingkan oleh pihak kepolisian ternyata tidak terbukti karena yang ada justru beberapa wahana bermain yang sudah bisa dinikmati oleh turis seperti flying fox, bebek air dan wisata ketahanan pangan.