JAKARTA – Kita mungkin berpikir bahwa hewan-hewan buas seperti hiu, harimau, singa, dan lainnya adalah makhluk yang paling berbahaya di muka bumi.
Mereka bertubuh besar, memiliki kekuatan yang dapat mengalahkan mangsanya, dan memburu banyak makhluk lain untuk bertahan hidup.
Akan tetapi, hewan-hewan itu sejatinya masih bisa dikalahkan oleh manusia–dengan berbagai cara yang dikembangkan dari masa ke masa demi berbagai tujuan.
Ada yang berakhir sebagai santapan, bahan membuat pakaian, penelitian untuk obat-obatan, bahkan peliharaan.
Hal itu pun mendorong para ilmuwan untuk pertama kalinya mencoba membayangkan posisi manusia dalam kehidupan ini.
“Ukuran dan skala dari apa yang kami temukan mengejutkan kami,” kata Dr Rob Cooke dari Pusat Ekologi dan Hidrologi Inggris di Wallingford, Oxfordshire, dikutip dari BBC.
“Manusia memiliki keragaman penggunaan hewan yang menakjubkan, tetapi kita perlu bergerak menuju hubungan manusia-alam yang berkelanjutan di seluruh dunia,” tambahnya.
Para peneliti menganalisis data pada hampir 50.000 mamalia liar, burung, reptil, amfibi, dan ikan yang dipanen manusia untuk makanan, obat-obatan atau pakaian, atau dikumpulkan dari alam liar untuk perdagangan hewan peliharaan.
Mereka menemukan bahwa manusia menggunakan atau memperdagangkan 14.663 spesies–sekitar sepertiga dari semua vertebrata–dan menyebabkan 39% di antaranya menuju kepunahan.
Dampak aktivitas-aktivitas manusia seperti itu pun mencapai 300 kali lebih besar daripada predator puncak seperti hiu putih, singa, atau harimau.
Manusia kini memiliki pengaruh yang lebih besar pada hewan lain di planet ini daripada kapan pun dalam sejarah.
Kita saat ini memasuki Anthropocene, periode saat aktivitas manusia menjadi pengaruh dominan terhadap iklim dan lingkungan.
Hewan peliharaan sekarang menjadi mayoritas spesies hewan di darat, membentuk dunia alami.
Para peneliti memperingatkan bahwa eksploitasi berlebihan terhadap hewan liar akan memiliki “konsekuensi mendalam bagi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem”.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature Communications.
Baca juga: Viral Hiu Paus Terlihat di Jakarta, Dinas KPKP: Pernah Terlihat Juga Sebelumnya