BELANDA – Perdana Menteri Belanda Mark Rutte membuat pernyataan mengejutkan mengenai kemerdekaan Indonesia dalam diskusi terbaru parlemen negara itu.
Lewat diskusi yang memperdebatkan sebuah kajian mengenai dekolonisasi 1945–1950 itu, Rutte mengakui bahwa Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus 1945.
“Belanda mengakui sepenuhnya dan tanpa syarat bahwa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945,” tuturnya pada Rabu (14/6), dikutip dari AD.nl.
Selain itu, ia juga mengatakan akan secepatnya menghubungi Presiden Indonesia Joko Widodo untuk dilakukan “pengakuan bersama”.
Melansir Merah Putih, pernyataan tersebut adalah yang pertama dari pihak Belanda sejak Indonesia merdeka 78 tahun lalu.
Selama ini, negara tersebut hanya mengakui momen pemindahan kedaulatan dari tangan Belanda ke pihak Indonesia pada 27 Desember 1949.
Hingga setidaknya tahun 2005, pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 hanya sebatas “secara politik dan moral”, tulis CNN Indonesia, dan bukan pengakuan penuh seperti yang disampaikan pekan ini.
Banyak pihak menilai munculnya pengakuan yang disampaikan Rutte sekaligus menjadi pengakuan Belanda atas kejahatan perang yang dilakukannya di tanah Indonesia pada kurun waktu 1945–1949.
Pasalnya, Belanda saat itu mengobarkan perang terhadap Indonesia yang telah berdiri sebagai negara berdaulat sebagai upayanya mendapatkan kembali Hindia Belanda.
Sementara itu, dengan berpegang pada klaim bahwa Indonesia merdeka pada tahun 1949, Belanda dapat berdalih bahwa yang dilakukannya adalah upaya mengamankan Hindia Belanda dari pemberontakan sipil.
Akan tetapi, Rutte sejatinya tidak secara eksplisit mengakui bahwa negaranya telah melakukan kejahatan perang terhadap Indonesia.
Ia beralasan bahwa istilah “kejahatan perang” baru muncul dalam Konvensi Jenewa yang diadakan pada tahun 1949.
“Masa kekerasan itu terjadi sebelum Konvensi Jenewa. Kesimpulannya kami tidak setuju itu kejahatan perang secara yuridis. Secara moral ya, tetapi tidak secara yuridis,” tegasnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh juru bicara Rutte setelah perdebatan di parlemen, yang mengatakan bahwa pengakuan itu tidak berlaku untuk urusan hukum.
Klaimnya itu mengacu pada kontrak-kontrak yang dibuat oleh Belanda terkait utusan Indonesia antara tahun 1945–1949. Hal itu, menurutnya, tidak berubah.
Ia juga mengatakan bahwa PBB juga masih menggunakan tahun 1949 dan perbedaan ini tidak berhubungan dengan pertanyaan apakah Belanda pada saat itu berperang melawan negara yang merdeka.