JAKARTA – Pemerintah lewat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengimbau masyarakat bahwa batas usia maksimal bagi perempuan untuk hamil adalah 35 tahun.
Hal itu disampaikan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Rabu (27/3), menyebut bahwa tujuannya semata-mata adalah untuk mencegah anak yang lahir mengalami stunting.
“Usia 35 tahun maksimal untuk hamil karena pada dasarnya manusia dari lemah dikuatkan, dari kuat dilemahkan–dan puncaknya ada di umur 32 tahun, itu sudah mulai menua,” katanya di Jakarta.
“Sejak usia 32 tahun sudah mulai keropos tulang-tulangnya,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa usia menikah ideal yang ditetapkan BKKBN adalah 25 tahun untuk laki-laki dan 21 tahun untuk perempuan.
Terkait asupan gizi ibu hamil dan balita, lanjutnya, lebih baik ditingkatkan asupan protein hewaninya.
“Contohnya lele, karena lele lebih baik daripada daging lainnya, karena mengandung lemak yang mengandung DHA dan omega 3, dua kandungan yang membuat otak cerdas,” ujarnya, dikutip dari Antara.
Hasto juga mengingatkan agar ibu hamil yang mengalami kekurangan darah untuk rutin mengonsumsi tablet penambah darah.
Pasalnya, kekurangan darah atau anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan tipisnya plasenta sehingga janin di dalam kandungan mengalami kekurangan gizi.
Kondisi ini pun dapat berujung pada ukuran tubuh janin yang mengecil dan berpotensi mengalami kekerdilan atau stunting.
“Apabila ibu hamil kekurangan darah, maka harus minum tablet tambah darah. Tetapi jangan pakai air teh, karena air teh dapat mengurangi penyerapan tablet tambah darah,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, ia menegaskan pentingnya peran Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) untuk mengedukasi masyarakat tentang percepatan penurunan stunting guna mencapai target penurunan stunting 14 persen.
Menurutnya, intervensi terhadap percepatan penurunan stunting dapat disederhanakan menjadi tiga pendekatan yaitu makanan, ukuran ideal badan, dan kahanan (lingkungan, sanitasi, jamban, rumah).
“Ada yang sudah dikasih jamban tapi masih ada yang rutin buang air besar di sungai yang bisa menyebabkan diare, kemudian ada yang menderita TBC, karena rumahnya kumuh dan jendelanya tidak ada, tidak ada sirkulasi udara,” ucapnya.
Capaian prevalensi stunting 21,6 persen pada tahun 2022, sebutnya, membuktikan kader PPKBD dan sub-PPKBD merupakan tulang punggung dalam menciptakan perubahan sosial yang signifikan.