JAKARTA – Nilai rupiah terus jatuh hingga ke level paling rendah hari ini, Kamis (20/6) yaitu sebesar Rp16.420 per dolar AS. Sementara di hari sebelumnya baru mencapai angka Rp16.368 per dolar AS.
Dilansir dari Kontan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bila salah satu penyebab naik turunnya nilai rupiah terjadi karena faktor domestik.
Baca juga: Pengamat: Rupiah Melemah Sinyal Menurunnya Kepercayaan Pebisnis Atas Kemenangan Prabowo Subianto
Faktor domestik yang ia maksud adalah adanya persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan terkait dengan pemerintahan selanjutnya.
Selain itu, lanjutnya, rupiah juga cenderung naik dan turun disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen
Dari sisi global, lanjutnya, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Fed Funds Rate (FFR), penguatan mata uang dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik.
Faktor-faktor tersebut, lanjutnya yang membuat kondisi nilai tukar rupiah cenderung naik dan turun, meski sempat menguat pada level Rp 15.900 per dolar AS, setelah BI menaikkan BI Rate ke level 6,25% pada April 2024.
BI Yakin Rupiah Akan Menguat di Akhir Tahun
Akan tetapi, masih kata Perry, BI meyakini kondisi nilai tukar rupiah pada akhir tahun ini akan cenderung menguat, meski tidak akan berlangsung dalam waktu dekat.
“Apakah BI melayani rupiah ke depan menguat? Yes. Fundamentalnya akan menguat, tapi dari gerakan bulan ke bulan faktor-faktor informasi sentimen akan membuat volatilitas naik turun, nah itu yang terus kita lakukan,” ungkapnya.
Meski demikian, Ia memperkirakan fundamental perekonomian global dan domestik akan membaik. Dari sisi global, sejalan dengan perkiraan The Fed akan menurunkan Fed Funds Rate (FFR) pada akhir tahun 2024 ini sebesar 25 basis poin (bps).
Di samping itu, lanjutnya, Bank Sentral Eropa (ECB) juga sudah menurunkan suku bunganya lebih awal.
Dari sisi domestik, Perry juga menyampaikan fundamental perekonomian Indonesia cenderung membaik.
Di antaranya, kondisi inflasi yang tetap terjaga, pertumbuhan ekonomi domestik yang relatif baik, kondisi neraca transaksi berjalan yang juga baik, serta imbal hasil yang masih menarik.
“Tapi sabar, dari bulan ke bulan, akan ada berita-berita yang kita sebut faktor sentimen, ketidakpastian, seperti itu, ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi, tidak mempengaruhi tren, tetapi naik turunnya nilai tukar,” ungkapnya.
Meski begitu, Perry tidak menjelaskan lebih lanjut terkait sentimen terhadap kebijakan fiskal pada pemerintahan selanjutnya.
Namun, Ia menekankan, “persepsi, ini belum tentu benar loh, jangan diyakini kalau persepsi,” imbuhnya.