INDIA – Setiap harinya, India membuang berton-ton sampah karangan bunga ke laut. Bunga-bunga tersebut, yang sebelumnya merupakan persembahan dalam ritual keagamaan, berubah menjadi potensi ancaman bagi lingkungan dalam waktu singkat.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Dan apa langkah penanggulangannya?
Business Insider mengungkap bahwa, meskipun ‘sampah’ bunga bersifat mudah terurai oleh alam, berbagai zat kimia sintetis yang dipaparkan terhadapnya – seperti pestisida – bersifat merusak air.
Dengan kondisi perairan India yang sudah luas tercemar, kehadiran limpahan bunga dari para pemeluk agama menjadi beban baru untuk alam dalam mengolahnya.
Menyadari potensi ancaman tersebut, beberapa perusahaan start-up memfokuskan diri dalam mengolah sampah-sampah karangan bunga yang telah digunakan dalam upacara keagamaan.
Salah satunya adalah Adiv Pure Nature yang didirikan oleh Rupa Trivedi. Perusahaan ini memproduksi pakaian dengan pewarna yang berasal dari bunga-bunga persembahan.
“Saya pikir jika saya bisa mendaur ulang dan menggunakan ulang sesuatu dari ini (karangan bunga persembahan), bahkan jika hanya (sekecil) setetes air laut, bahkan setetes air itu akan membuat perbedaan,” kata Rupa.
“Dan saya sangat ingin membangun bisnis yang memiliki jiwa di dalamnya dan yang bisa mewakili jiwa itu ke dunia,” tambahnya.
Rupa mendapatkan bunga-bunga persembahan dari kuil secara gratis, namun ongkos untuk mendapatkannya tidak murah.
Ia mengatakan bahwa biaya untuk menggaji para pekerja yang bertugas menjemput bunga-bunga tersebut dan memisahkannya dari rangkaian karangannya sejatinya lebih besar dari biaya membeli bunga segar.
Meskipun begitu, ia tidak berkecil hati. Ia memandang bunga-bunga tersebut sebagai berkah dari kuil dan memiliki makna khusus, sehingga mengeluarkan sedikit lebih banyak uang untuk mendapatkannya bukan lah sesuatu yang memberatkan.
“Itu (proses mendapatkan bunga dari kuil) tentu lebih mahal. Ini adalah berkah dari kuil yang didaur ulang. Jadi ada makna jelas dari bunga-bunga ini di sini,” jelasnya.
Untuk menghadirkan sebuah produk, pekerja Adiv Pure Nature memulai keseluruhan prosesnya dengan terlebih dulu memisahkan bunga-bunga dari tangkainya.
Bunga yang telah dipisahkan dan tinggal berupa kelopak lalu disimpan untuk dikeringkan.
Di sisi lain, tim pewarna melarutkan tawas – yang berfungsi menyerap dan mengunci warna bunga – ke air rebus yang digunakan untuk merendam kain.
Jika suhu air telah mencapai 60 derajat Celcius, kain diangkat dan ditempeli kelopak-kelopak bunga segar dan kering satu persatu.
Setelah itu, kain dilipat dengan kelopak-kelopak bunga yang masih ada di dalamnya, diikat, dan dikukus untuk mendapatkan warna dari kelopak bunga.
Proses pengukusan kemudian dilanjut dengan pembilasan, pengeringan, dan produksi pakaian dari lembaran kain yang telah memiliki corak berwarna dari kelopak bunga.
Rupa mengaku bisnisnya dulu mengirim bekas-bekas kelopak bunga yang sudah tidak terpakai ke pengompos setempat.
Akan tetapi, pandemi Covid-19 membuatnya berhenti melakukan itu dan harus membuang bekas kelopak bunga ke tempat sampah.
“Kami tidak memiliki pilihan selain membuangnya. Dan saya berharap kami secepatnya akan melakukan yang sebelumnya kami lakukan,” katanya.
Secara keseluruhan, Adiv Pure Nature setiap tahunnya memproduksi sekitar 40 metrik ton kelopak bunga dari sejumlah kuil dan masjid di sekitarnya.
Adapun karya-karyanya telah dijajakan ke berbagai tempat, dan juga berhasil menggaet dua merek dari luar India.
Phool dan HelpUsGreen adalah dua perusahaan lain di India yang bergerak dengan memanfaatkan sampah bunga persembahan. Keduanya sama-sama memproduksi dupa dari bunga-bunga tersebut.
Bunga-bunga yang telah dikeringkan ditumbuk hingga menjadi bubuk. Bubuk bunga itu kemudian dicampur dengan bubuk halus, air, dan minyak esensial hingga membentuk adonan. Terakhir, sedikit demi sedikit adonan ditempelkan ke kayu dupa dengan digulung bersamaan.
Phool dilaporkan mempekerjakan 700 wanita untuk membuat dupa, dengan banyak di antaranya dulunya bekerja sebagai pencari sampah.
“Kami telah berhasil memberikan mereka asuransi kesehatan, asuransi, uang pensiun, dan bahkan layanan bus,” kata Ankit Agarwal selaku cofounder Phool.
Ia mengatakan bahwa kuil-kuil pada awalnya ragu untuk memberikan sampah bekas bunga persembahan mereka.
Akan tetapi, ia kemudian meyakinkan pihak kuil dengan kalimat dalam Hindu yang bermakna “Apa yang merupakan milik Dewa akan kembali ke Dewa”.
Dalam hal ini, bunga-bunga yang sebelumnya digunakan sebagai persembahan diberikan ke Phool untuk diubah menjadi dupa yang akan kembali digunakan sebagai bagian dari upacara keagamaan.