24.3 C
Indonesia

BRIN Jaga Ekosistem Danau Tektono-Vulkanik Maninjau, Masyarakat Rasakan Hasilnya

Must read

JAKARTA – Baru-baru ini, kategori Encouragement Award untuk 2021 (2nd) Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award berhasil diraih oleh peneliti asal Indonesia, Cynthia Henny.

Periset dari Pusat Riset Limnologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu meneliti peningkatan kualitas air dan restorasi ekosistem Danau Maninjau, melalui penerapan sistem pengolahan lahan basah apung dan aerasi terpadu.

Danau Maninjau yang terletak di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, adalah danau tektono-vulkanik. Secara alami, danau ini memiliki kandungan gas sulfur yang tinggi di lapisan dasar.

Baca Juga:

Kondisi berkurangnya oksigen (defisit oksigen) di sekitar danau kerap terjadi setiap gas sulfur naik secara alami ke atas permukaan (biasanya pada musim hujan), atau ketika terjadi pembalikan massa air lapisan bawah yang anoksik ke permukaan yang dipicu oleh angin.

Fenomena tersebut disebut “turbo belerang”, dan kini kondisinya diperparah dengan eksploitasi sumber daya di danau melalui budi daya ikan atau dikenal dengan Keramba Jaring Apung (KJA).

Dalam kegiatan tersebut, tidak jarang ikan-ikan yang dibudidayakan ditemukan telah mati secara massal.

“Secara alami memang danau vulkanik mengandung gas sulfida yang tinggi. Namun kondisi ini diperparah dengan keberadaan KJA yang sudah ada selama lebih dari dua dekade belakangan,” papar Cynthia.

Kondisi tersebut, lanjutnya, menyebabkan penurunan kualitas air danau secara besar-besaran, eutrofikasi, kondisi hipoksia danau, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kematian ikan secara massal.

Cynthia dan timnya memulai penelitian ini pada 2018 lalu, dengan menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta masyarakat di sekitar Danau Maninjau.

Penelitian tersebut dilakukan dengan penerapan sistem pengolahan lahan basah apung dan aerasi terpadu sebagai upaya untuk mengurangi beban polutan akibat aktivitas eksploitasi KJA dan meningkatkan oksigen air pada waktu-waktu kritis di saat naiknya gas sulfida ke permukaan air danau.

“Sistem ini bertujuan meningkatkan kualitas air danau, meningkatkan kadar oksigen, menjaga populasi ikan dan biota danau lainnya serta lebih meningkatkan kesehatan ekosistem dan meningkatkan manfaat ekologis,” tambahnya.

Lebih rinci, Cynthia menjelaskan, pengolahan lahan basah apung (floating wet land), dilakukan dengan cara menanam tanaman air ataupun darat pada suatu media apung, seperti melati air.

Akar dari tanaman tersebut dibiarkan menembus media tanam, yang berfungsi untuk menyerap polutan, seperti nutrien ataupun kontaminan organik di air sebagai penyebab eutrofikasi dan penurunan kualitas air danau.

Sistem pengolahan lahan basah apung kemudian dikombinasikan dengan sistem aerasi.

Terdapat dua sistem aerasi yang digunakan, yaitu Fountain Aeration system dan ultrafine-bubble generator (nozzle).

Fountain Aeration system, lanjut Cynthia, membantu pergerakan air danau dengan cara menyemburkan air ke udara sehingga menstimulasi adanya oksigen kembali ke air.

“Sistem ini membantu pengadukan di permukaan air. Seperti air mancur, air dari danau disemprotkan ke udara sehingga menstimulasi adanya oksigen kembali ke air. Dampak stimulasi oksigen dari sistem ini memang skala areanya lebih kecil, hanya 1 sampai 3 meter,” katanya.

Ultrafine-bubble generator (nozzle) kemudian dipasang di samping pengolahan lahan basah apung.

Sistem ini sendiri berfungsi untuk mensuplai oksigen yang diambil dari udara, kemudian dimasukkan ke dalam air, sehingga meningkatkan kadar oksigen di air danau.

“Cara kerjanya seperti diffuser, sistem ini menyuplai oksigen, oksigennya diambil dari udara, kemudian oksigennya dimasukkan ke dalam air, sehingga menghasilkan gelembung-gelembung sangat kecil yang meningkatkan kadar oksigen di dalam air,” tuturnya.

Ultrafine-bubble generator (nozzle) memiliki dampak peningkatan kadar oksigen pada area yang lebih luas, 4 hingga 5 meter dan oksigennya bisa tahan lebih lama di dalam air.

Selain meningkatkan kualitas air yang bermanfaat bagi ekosistem danau, sistem pengolahan lahan basah apung dan aerasi terpadu pada akhirnya berdampak pada peningkatan hasil tangkap petani ikan setempat di area sekitar sistem.

“Masyarakat mengaku hasil tangkapan ikannya meningkat di area pemasangan sistem ini di Danau Maninjau,” ungkap Cynthia.

Selain Cynthia, satu orang periset BRIN lainnya, Yenny Meliana, periset bidang teknik kimia, meraih kategori Outstanding Innovation Award atas penelitiannya terkait pestisida nabati berteknologi hijau untuk mengatasi pencemaran air dan tanah untuk lingkungan berkelanjutan.

Sementara itu, dua peneliti asal Indonesia yang juga meraih kategori Encouragement Award, adalah Edwan Kardena dari Institut Teknologi Bandung dan Jamaluddin Jompa dari Universitas Hasanuddin.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru