20.4 C
Indonesia

Tiga Hari Setelah Gulingkan Pemerintahan, Militer: Semua Akan Kembali Ketika Kondisinya Tepat

Must read

BURKINA FASO – Pemimpin militer Burkina Faso yang baru, Letnan Kolonel Paul-Henri Damiba, mengatakan bahwa negara Afrika Barat itu akan kembali ke tatanan konstitusional seperti sedia kala ketika kondisinya sudah tepat.

Hal itu ia sampaikan pada hari Kamis (27/1), yang juga menjadi kali pertamanya berbicara di televisi nasional sejak memimpin pemberontakan yang menggulingkan Presiden Roch Marc Kabore pada hari Senin (24/1).

“Ketika kondisinya tepat, sesuai dengan tenggat waktu yang akan ditentukan rakyat kita dalam semua kedaulatan, saya berkomitmen untuk kembali ke tatanan konstitusional yang normal,” kata Damiba.

Baca Juga:

Mengenakan baret merah, seragam tentara, dan diapit oleh bendera nasional, Damiba mengatakan rencananya untuk mengumpulkan sejumlah perwakilan masyarakat Burkina Faso guna menyepakati peta jalan untuk merencanakan dan melaksanakan reformasi yang diperlukan.

Pada hari Senin, setelah merebut kekuasaan, junta militer mengatakan bahwa mereka akan mengusulkan kalender untuk kembali ke tatanan konstitusional “dalam jangka waktu yang wajar”.

Akan tetapi, rincian rencana tersebut belum dikemukakannya.

Para petugas, yang menyebut diri mereka Gerakan Patriotik untuk Perlindungan dan Pemulihan (MPSR), melancarkan pemberontakan pada Minggu (23/1) malam.

Presiden Kabore disingkirkan pada Senin. Ia disalahkan karena gagal menahan kekerasan yang semakin memburuk oleh kelompok militan Islam.

Damiba berjanji kepada orang-orang di seluruh negara Sahel Afrika Barat yang terkena dampak kekerasan dari militan yang terkait dengan Al Qaeda dan Negara Islam; mengatakan dia akan mengambil kembali kendali atas zona-zona tersebut.

Keamanan negara kini akan menjadi prioritasnya.

Pidato Damiba terlaksana sebelum pertemuan darurat 15 anggota Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS).

Mereka berencana bertemu pada hari Jumat (28/1) dan akan membahas langkah dalam menghadapi kudeta ini.

ECOWAS memberlakukan sanksi terhadap dua negara tetangga Burkina Faso, Mali dan Guinea, menyusul pengambilalihan militer masing-masing pada Agustus 2020 dan September 2021.

Kudeta terbaru di Afrika Barat dan Tengah ini terjadi di tengah pemberontakan Islam yang semakin berdarah.

Dengan tewasnya ribuan orang dan jutaan orang yang harus mengungsi di seluruh wilayah Sahel, kepercayaan rakyat pada para pemimpin untuk memerangi masalah tersebut semakin terkikis.

Junta di Mali dan Guinea, serta di negara Afrika Tengah Chad, negara yang diambil alih kekuasaannya oleh militer pada April 2021, semuanya telah membentuk pemerintahan transisi dengan campuran perwira militer dan warga sipil.

Junta di Mali dan Chad menyetujui transisi 18 bulan ke pemilihan demokratis, sementara Guinea belum menetapkan batas waktunya.

Otoritas Mali, bagaimanapun, telah kembali pada komitmen awal mereka dan telah mengusulkan penundaan pemilihan, yang semula dijadwalkan bulan depan, hingga empat tahun.

 

Sumber: Reuters

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru