BOGOR – Kabar menurunnya harga minyak goreng di sejumlah daerah membuat sebagian masyarakat berbondong-bondong membelinya.
Perlu diketahui, harga minyak goreng yang melejit telah terjadi sejak menyambut Natal tahun lalu hingga setidaknya pertengahan bulan ini.
Minyak goreng yang biasanya dijual dengan harga 14 ribu rupiah untuk satu liternya, menjadi lebih dari 20 ribu rupiah kemarin.
Kenaikan ini tentunya membuat masyarakat kewalahan.
Bukan hanya ibu rumah tangga yang harus mengatur keuangan keluarga, melainkan juga para pengusaha makanan.
Mereka harus memilih antara menaikkan harga namun ditinggal pelanggan dan tidak mengubah harga namun mengalami kerugian.
Hingga akhirnya pemerintah mematok harga minyak goreng yang dijual di pasaran, yaitu 14 ribu per satu liter.
Kebijakan ini dikabarkan akan berlangsung hingga 6 bulan, dengan pemerintah yang menutupi kekurangan biaya kepada perusahaan.
Adapun kabar ini tidak sepenuhnya disambut baik oleh sebagian masyarakat.
Lebih tepatnya, mereka mulai mengkhawatirkan hal lain yang terjadi setelah stabilnya harga minyak goreng, yaitu harga gas yang naik.
“Percuma [harga minyak goreng] turun kalau harga gas malah naik!” ucap salah satu warga dengan kesal.
Nyatanya warga tersebut sudah mendengar rencana kenaikan harga gas LPG ukuran 3 kg, atau yang biasanya disebut gas melon.
Adapun kenaikan harga ini disebabkan rencana penyaluran gas yang akan diubah oleh pemerintah.
Penyaluran gas yang sebelumnya bersifat terbuka dan dapat dibeli oleh siapapun, akan diubah menjadi tertutup dan diusahakan hanya digunakan oleh masyarakat yang “membutuhkan”.
Perubahan ini akan mengakibatkan kenaikan harga gas di pasaran yang kekurangan pasokan.
Meskipun begitu, rencana ini hingga kini belum mendapat persetujuan dari Presiden RI, Joko Widodo.
Masyarakat berharap, pemerintah dapat mengatasi kedua hal tersebut agar tidak lagi merugikan banyak pihak.