JEPANG – Pihak Fast Retailing Jepang, pemilik merek pakaian Uniqlo mengatakan bahwa pasar luar negeri mereka mendorong pertumbuhan keuntungan selama kuartal pertama.
Hal ini terjadi bahkan ketika penjualan menurun di dalam negeri dan di Cina, yang kemudian menunjukkan kebalikan dari keadaan beberapa tahun terakhir ketika Cina dan Jepang menjadi pendorong pertumbuhan penjualan dan keuntungan yang besar bagi pengecer.
Keuntungan operasional naik 5,6% menjadi 119,4 miliar yen (sekitar 14,8 triliun rupiah) hanya dalam tiga bulan, yang penghitungannya berakhir pada 30 November lalu. Menurut rata-rata perkiraan dari Refinitiv, kenaikan mengalahkan konsensus pasar 102,6 miliar yen.
Perusahaan kemudian berencana mempertahankan prakiraannya untuk laba operasi yang naik 8,4% menjadi 270 miliar yen pada tahun fiskal yang berakhir pada Agustus.
Bisnis internasional Uniqlo melaporkan rekor hasil kuartal pertama, yang termasuk juga di dalamnya hasil penjualan dari Asia Selatan, Amerika Utara, dan Eropa sebagai pendorong angka penjualan tersebut.
Penjualan di Cina tertekan oleh pandemi, sedangkan di Jepang, cuaca yang cenderung hangat berpengaruh pada penjualan pakaian Musim Gugur dan Musim Dingin.
Perusahaan mengatakan pada bulan Oktober bahwa mereka mengharapkan situasi pulih perlahan ke tingkat pra-pandemi seiring digiatkannya vaksinasi Covid-19 dan karena mereka membuat terobosan lebih lanjut di pasar Cina.
Fast Retailing membuka toko utama di Beijing pada bulan November yang menjadi megastore ketiganya di Cina daratan. Mereka berencana untuk membuka 100 lokasi di negara tersebut setiap tahun ke depannya.
Akan tetapi, perusahaan juga telah menandai risiko produksi yang berkelanjutan sekaligus penundaan logistik yang telah terjadi pada kelompok pakaian utama.
Pada bulan September, Fast Retailing mengatakan beberapa peluncuran pakaian akan tertunda karena lockdown terkait pandemi di pabrik mitra di Vietnam.
Selain itu, Chief Financial Officer Takeshi Okazaki mengatakan kepada wartawan di Tokyo, bahwa depresiasi yen yang cepat meningkatkan biaya bahan baku dan pengiriman, menambah tekanan harga domestik.
“Kami telah mencapai titik di mana kami tidak punya pilihan selain menaikkan harga beberapa produk,” katanya.
Ketika perusahaan menjadi semakin global, kekuatan atau kelemahan yen akan menjadi kurang penting, dan pasar mata uang yang stabil akan ideal untuk operasi, tambahnya.
Saham Fast Retailing diketahui telah jatuh 9,5% tahun ini, dibandingkan dengan penurunan 1,1% pada indeks acuan Nikkei 225.
Sumber: Reuters