
AMERIKA SERIKAT – Sebuah komunitas spiritual di Australia mengaku bisa memanggil Yesus Kristus, Muhammad dan Buddha dalam setiap pertemuannya. Pertemuan yang juga dihadiri oleh salah seorang warga negara Indonesia ini ternyata sangat menarik perhatian karena komunitas ini memberi kesempatan bagi peserta yang hadir untuk berbicara dengan setiap roh Tuhan dan nenek moyang yang mereka inginkan.
Komunitas spiritual di Australia ini ternyata banyak dicari oleh warga Australia. Peserta yang hadir dalam komunitas ini juga kerap bepergian ke manca negara untuk mengikuti pertemuan religius.
“Semua paham agama disatukan tapi tidak berarti menyembah. Biasanya pertemuannya hanya beberapa puluh saja,” kata Marni, bukan nama sebenarnya, perempuan Jawa berkewarganegaraan Australia saat berbincang dengan The Editor beberapa waktu lalu.
Marni mengaku sudah berkunjung ke beberapa negara di Asia untuk ikut kelas yang berkaitan dengan meditasi, yoga dan spiritual. Pertemuan The Editor dengan Marni di Bali juga berkaitan dengan kelas meditasi di kawasan Sanur.
Komunitas spiritual yang dijelaskan Marni di Australia adalah praktek kebudayaan yang umum ditemukan di Indonesia. Namun mengundang berbagai Tuhan untuk hadir lewat media tubuh seorang pria atau wanita belum pernah muncul di Tanah Air. Karena kebanyakan orang Indonesia hanya menggunakan roh leluhur mereka saja.
Kata Marni, di Australia pencarian akan komunitas semacam ini sudah biasa. Marni pindah ke Australia dengan alasan bisnis yang tengah Ia jalani bangkrut.
“Segala fasilitas yang saya miliki harus dilelang. Pembantu 4 orang harus diberhentikan dan saya akhirnya pindah ke Australia,” kata Marni.
Marni ternyata sangat getol berkeliling dunia hanya untuk mencari ketenangan dalam konsep spiritual tanpa embel-embel agama. Pertemuan rutin di berbagai tempat kerap Ia datangi untuk memuaskan pengetahuannya. Dan tentu yang Ia lakukan tidak salah.
Sampai Umur Kapanpun Manusia Tetap Akan Mencari Tuhan
Circuit Rider, majalah kristiani yang diterbitkan secara tahunan mengatakan bahwa penyebab utama mengapa gereja-gereja di dunia kosong karena rendahnya hubungan pribadi manusia dengan Tuhan.
Gereja disebut hanya sebagai alat untuk menunjukkan identitas dan komunitas bagi masyarakat. Padahal, manusia dari berbagai usia membutuhkan hubungan yang intim dengan Tuhan.
“Orang-orang skeptis terhadap institusi. Agama tidak berarti apa-apa bagi generasi berikutnya setelah wajah atau persahabatan aktual yang memberinya konteks,” tulis David Teel, penulis kolom Circuit Rider.
Meski budaya manusia selalu mengalami perubahan, disebutkan bahwa ternyata manusia itu sendiri taj pernah berhenti mencari makna dari kehidupan.
David membuktikan teorinya dengan membuka kelas Disciple Bible Study. Dimana untuk kelas perdana Ia berhasil mengumpulkan delapan orang. Dan ternyata di dua tahun pertama anggota yang mendaftarkan diri untuk menghadiri seri pelajaran Alkitab mencapai 48 orang.
“Dalam tiga tahun berikutnya, jumlahnya meningkat secara eksponensial,” ungkapnya.
Apa yang jadi rahasianya? Ternyata mereka yang hadir dalam pertemuan pembahasan Alkitab ini memiliki tingkat emosional yang sama terhadap pengetahuan akan Alkitab. Mereka memilih untuk belajar Alkitab lebih mendalam secara berkala karena di sekolah Minggu biasa mereka tidak menemukan pengetahuan ini.
Anggota baru yang hadir dalam pertemuan ini diundang oleh mereka yang sudah menghadiri salah satu seri pendalaman Alkitab yang didirikan oleh David.
Meski klise namun David yakin bahwa kelas pendalaman Alkitab adalah cara untuk menumbuhkan gereja. Namun Ia tidak menampik bila pendalaman Alkitab juga berpotensi mengubah jemaat. Karena saat manusia fokus peduli pada Tuhan maka manusia juga akan mulai peduli pada setiap kata yang Ia katakan.
Kelas Alkitab yang dibuka oleh David ternyata menghasilkan dua pandangan baru di pribadi pesertanya. Pertama, mereka mau meluangkan waktu lebih banyak untuk mempelajari pribadi Allah dalam Alkitab secara berkala. Kedua, peserta didiknya mulai paham tentang cara Allah bekerja yang dimulai dari penciptaan, perjanjian hingga membangun komunitas.
Jadi, bila manusia diberi kesempatan untuk mengenal pribadi Tuhan, maka secara tidak langsung Ia akan mulai menarik manusia lain untuk bergabung dalam komunitas.
Kata David, tidak semua orang mengerti dan setuju akan tujuan kitab suci. Namun ketika manusia menemukan konteks dan memelihara hubungan dengan Tuhan maka kekosongan yang biasa muncul dalam dirinya akan hilang perlahan.