20.3 C
Indonesia

Tak Hanya KPK, Professor USU Juga Minta Komnas HAM Turun Tangan Selesaikan Kasus Bendungan Lau Simeme

Must read

THE EDITOR – Pengamat Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Professor Bengkel Ginting meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)  segera turun tangan untuk menyelesaikan kasus sengketa tanah warga yang tidak dibayar sesuai harga demi pembangunan Bendungan Lau Simeme di Sibiru-Biru, Delitua, Sumatera Utara.

Dalam pembicaraan lewat telepon antara The Editor dengan Professor Bengkel Ginting pada Rabu (26/2/2025) Ia mengimbau agar Komnas HAM segera turun tangan menyelesaikan persoalan harga tanah yang dituntut oleh masyarakat di 5 desa yang terkena dampak pembangunan bendungan tersebut.

“Komnas HAM harus turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini,” ungkapnya.

Baca Juga:

Menurutnya, Komnas HAM memiliki wewenang besar untuk melihat kasus ini lebih jauh karena berkaitan dengan hak masyarakat untuk mempertahankan tanah mereka yang akan digunakan oleh negara.

Ia juga yakin Komnas HAM akan menelusuri tentang status tanah yang ditentukan melalui Surat Keputusan (SK) 44 Tahun 2005 yang dianggapnya cukup aneh dan kontroversi.

“Termasuk nanti akan dicari tahu juga oleh Komnas HAM tentang usia pohon buah-buahan milik masyarakat apakah relevan dengan SK 44 tahun 2005 itu. Lihat mana yang lebih tua usianya, pohon itu yang sudah berbuah atau SK itu,” kata Professor lebih lanjut.

Dari penelitian Komnas HAM, Ia yakin kasus ini akan sangat mungkin untuk dibawa ke level pemeriksaan langsung oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

KOMNAS HAM PERLU MEMERIKSA STATUS TANAH MILIK MASYARAKAT TERDAMPAK SEBAGAI BAHAN RUJUKAN KE KPK

Professor Bengkel Ginting juga meminta agar Komnas HAM juga meneliti proses implementasi pembangunan Bendungan Lau Simeme dari awal sampai akhir supaya diketahui status tanah masyarakat itu tanah ulayat atau bukan. 

Karena sejauh penelitiannya, masyarakat tidak dilibatkan secara langsung dan tidak diberitahu secara detail tentang dampak negatif dan positif pembangunan tersebut.

“Bila tanah itu tanah ulayat dan dipakai oleh pemerintah sebagai proyek maka ganti ruginya harus sesuai dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak),” katanya.

Kumpulan warga dari 5 desa di Kecamatan Sibiru-Biru ini tidur di fasilitas umum Bendungan Lausimeme pada Rabu (12/2/2025). Mereka membersihkan area fasilitas dari genangan akibat hujan deras sore tadi (FOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)
Kumpulan warga dari 5 desa di Kecamatan Sibiru-Biru ini tidur di fasilitas umum Bendungan Lausimeme pada Rabu (12/2/2025). Mereka membersihkan area fasilitas dari genangan akibat hujan deras sore tadi (FOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)

Karena kasus ini sudah begitu lama, Ia juga meminta agar KPK turun tangan untuk lakukan pemeriksaan secara detail.

“Penyelidikan akan semakin mudah karena pembangunan bendungan itu melibatkan tim pengkaji dari ITB (Institut Teknologi Bandung) dan USU.

Sekretaris Militer Presiden Brigjen Suharyanto Pernah Instruksikan Warga Terdampak Pembangunan Bendungan Lau Simeme Untuk Tidak Orasi dan Tidak Temui Presiden Jokowi Saat Peresmian. Simak Liputannya!

SEKMILPRES BERJANJI AKAN UNDANG WARGA TERDAMPAK PEMBANGUNAN BENDUNGAN LAU SIMEME KE ISTANA NEGARA

Kisah tragis masyarakat dari 5 desa yang tanahnya tidak dibayar sesuai dengan harga NJOP untuk pembangunan Bendungan Lau Simeme di Deli Serdang, Sumatera Utara semakin terungkap.

Ternyata, saat peresmian bendungan dilakukan, tidak satupun warga yang belum dibayarkan uangnya secara adil diberi kesempatan untuk mendekat dan berbicara dengan Presiden Joko Widodo. 

Padahal, dari penelusuran redaksi The Editor, tim khusus dari Istana Kepresidenan secara langsung meminta warga terdampak untuk bertemu dengannya.

Tim khusus itu bernama Sekretariat Militer Presiden (Sekmilpres).

BAGAIMANA KRONOLOGISNYA?

Peter Tarigan, Koordinator Lapangan Aksi Damai Bendungan Lau Simeme, mengatakan kepada The Editor bila Kepala BIN Kodam 1 Bukit Barisan bernama Robert Siahaan menghubunginya pada tanggal 14 Oktober 2024 melalui pesan handphone.

Dalam pesan tersebut, Robert Siahaan mengatakan akan menjembatani pertemuan antara warga dengan Presiden Joko Widodo yang rencananya akan meresmikan bendungan pada tanggal 16 Oktober 2024.

Saat itu, Ia bersama dengan warga lain bernama Muliana diajak untuk bertemu langsung dengan Sekmilpres untuk menyelesaikan persoalan tanah warga yang belum dibayar dengan harga yang layak.

“Tapi, sebelum kami di kirimi pesan permintaan itu, kami, warga desa sudah mengirim surat kepada Polres Deli Serdang untuk memohon diberi kesempatan bertemu dengan Presiden Jokowi pada saat peremian Bendungan Lau Simeme yang jatuh pada tanggal 16 Oktober 2024,” kata Muliana menambahkan.

Kata Muliana, Robert Siahaan menawarkan untuk warga terdampak bendungan bertemu langsung dengan Sekmilpres di malam itu juga, tepatnya tanggal 14 Oktober 2024.

Muliana, Peter Tarigan dan perwakilan warga desa akhirnya sepakat untuk bertemu di Raja Kopi Medan pada tanggal yang sama. Di sana, Robert yang berpakaian kaos berwarna putih dan celana jeans serta sepatu berwarna hitam ini sudah menanti dan langsung bercengkrama dengan mereka.

Hujan deras membanjiri fasilitas umum tempat warga dari 5 desa di Kecamatan Sibiru-Biru tinggal baik siang dan malam. Tempat ini tidak dilengkapi dengan dinding pembatas dan lantainya tidak dibuat terlalu tinggi sehingga saat hujan deras area ini langsung digenangi air (FOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)
Hujan deras membanjiri fasilitas umum tempat warga dari 5 desa di Kecamatan Sibiru-Biru tinggal baik siang dan malam. Tempat ini tidak dilengkapi dengan dinding pembatas dan lantainya tidak dibuat terlalu tinggi sehingga saat hujan deras area ini langsung digenangi air (FOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)

Pertemuan ini menurut Muliana diketahui juga oleh Kasat Intel Polres Deli Serdang bernama Kompol Syahrial Efendi Siregar.

“Kami telponan-telponan terus saat itu dengan Kasat Intel dan Kanit Intel Polres Deli Serdang. Jadi, percayalah kami sama Siahaan itu,” katanya.

“Karena Kasat Intel dan Kanit Intel juga ingin memfasilitasi pertemuan kami dengan Sekmilpres. Tapi, setelah ada dihubungi oleh Kepala BIN Kodam 1 Bukit Barisan, akhirnya polisi serahkan ke mereka,” kata Muliana.

SEKMILPRES JANJI AKAN PERTEMUKAN WARGA DESA DENGAN PRESIDEN JOKOWI DI MEDAN DAN AKAN DIBAWA JUGA KE ISTANA NEGARA

Setelah bertemu dan berbincang, Robert Siahaan langsung mengambil gambar Muliana dan Peter Tarigan dengan telepon genggamnya untuk alasan akan dikirimkan ke tim Sekmilpres.

Sebagai warga biasa, Muliana dan Peter Tarigan menganggap permintaan Robert Siahaan adalah bagian dari protokoler presiden dan langsung mengiyakannya.

“Katanya perwakilan yang ketemu Sekmilpres hanya boleh 2 orang saja. KTP kami juga di foto untuk dikirimkan oleh Robert Siahaan itu,” tambah Muliana.

Percaya dengan Robert Siahaan, akhirnya, malam itu juga, Muliana dan Peter Tarigan bertemu dengan Sekmilpres di salah satu gedung yang berada di Jalan Listrik, Medan, Sumatera Utara.

“Saya lupa nama gedungnya, tapi saat masuk sudah ada 10 pria dengan pakaian bebas jaga pintu. Tas dan HP saya harus saya tinggalkan, tidak bisa dibawa masuk,” katanya.

Di ruang rapat lantai 1 itu, Muliana dan Peter Tarigan telah ditunggu oleh 2 orang pria yang salah satunya mengaku sebagai Sekmilpres dengan nama Brigjen Suharyanto.

Lingkaran berwarna merah adalah lokasi Dusun 3 Kuala Sabah, Desa Kuala Sabah berada. Lokasi tersebut merupakan salah satu titik terendah dari kawasan bendungan yang di masa depan akan dipenuhi oleh jutaan kubik air (FOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)
Lingkaran berwarna merah adalah lokasi Dusun 3 Kuala Sabah, Desa Kuala Sabah berada. Lokasi tersebut merupakan salah satu titik terendah dari kawasan bendungan yang di masa depan akan dipenuhi oleh jutaan kubik air (FOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)

Dari penuturan Peter dan Muliana, Brigjen Suharyanto berjanji akan mengundang warga desa terdampak ke Istana Negara usai peresmian bendungan. 

Namun, agar pertemuan bisa dilakukan dengan baik, Sekmilpres juga meminta agar warga desa tidak melakukan orasi saat peresmian bendungan dilakukan dan tidak menemui langsung Presiden Jokowi.

“Katanya kami jangan melaksanakan orasi. 2 atau 3 hari akan kami undang ke Istana untuk menetapkan harga tanah tersebut,” kata Peter Tarigan menirukan kata-kata Brigjen tersebut.

“Tunggu saja. Berkas kalian ini kami kasih ke Pak Jokowi” kata Muliana lanjut menirukan kata-kata Brigjen Suharyanto malam itu.

Kata Peter Tarigan, malam itu Ia dan Muliana sangat bahagia dengan janji dari Brigjen Suharyanto tersebut.

Pukul 23.00 WIB, keduanya pulang dan memberi kabar baik itu kepada teman-temannya yang sudah menunggu di Deli Serdang.

JANJI SEKMILPRES TIDAK PERNAH TERWUJUD HINGGA SEKARANG

Karena percaya pada janji Sekmilpres tersebut, Muliana dan warga desa yang terdampak pembangunan bendungan akhirnya menanti dengan bahagia di rumah mereka masing-masing di saat peresmian bendungan dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2024.

3 hari setelah peresmian, Muliana dan Peter Tarigan akhirnya menghubungi Robert Siahaan yang menjadi perantara pertemuan mereka dengan Sekmilpres. Tujuannya untuk mengingatka janji Sekmilpres tersebut.

Flooding due to heavy rain hit public facility in Lausimeme Dam where dozens people from 5 village in Sibiru-Biru Distric live for almost 5 months now already. The place did not equipped with dividing walls and properly floor (PHOTO: Elitha Evinora Beru Tarigan/THE EDITOR)

Robert Siahaan tidak pernah mengangkat telepon mereka. Padahal, Robert Siahaan kenal baik dengan Peter Tarigan. Jadi, Muliana dan warga lainnya tidak pernah menaruh curiga sedikitpun.

“Kami sudah ditipu mentah-mentah oleh mereka,” ungkapnya.

“Tapi sampai sekarang tidak pernah dipanggil dan nomernya pun tidak bisa dihubungi lagi,” lanjut Muliana pedih.

“Setelah peresmian kami telpon-telpon Siahaan (si perantara) itu tidak masuk-masuk,” tutup Muliana.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru