THE EDITOR – Stasiun Whoosh Karawang perlu didukung dengan layanan angkutan umum agar mempermudah masyarakat mengakses pusat kota dengan cepat. Pasalnya, selama ini pengguna Whoosh hanya bisa menggunakan layanan ojek, taksi atau angkutan shuttle gratis bila turun di Karawang, padahal lokasi Stasiun Whoosh Karawang sangat strategis lantaran berbatasan langsung dengan beberapa kawasan pengembangan besar, seperti Kawasan Deltamas, Trans Heksa Karawang (THK), Kawasan KIIC, Komersial Resinda, dan pusat komersial lainnya
“Saat ini hanya tersedia angkutan lanjutan menggunakan ojek daring, taksi daring, dua armada mobil penumpang yang diberikan pihak pengembang kawasan,” ungkap Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat dalam keterangan yang diterima oleh The Editor beberapa waktu lalu.
Untuk mendukung kegiatan ini, Djoko mengimbau agar Pemerintah Kabupaten Karwang menyiapkan fasilitas angkutan umum dari perumahan dan kawasan pemukiman melewati ke stasiun, serta dari pusat kota, seperti di beberapa kawasan industri dan lokasi wisata yang ada di Kabupaten Karawang.
“Kawasan tersebut adalah bangkitan perjalanan yang nantinya akan menggunakan Kereta Whoosh menuju Jakarta atau sebaliknya dalam waktu lebih cepat ketimbang moda lainnya,” ungkapnya.
Menurut Djoko, aksesibilitas dan kelanjutan perjalanan hingga mendekati perumahan dan pemukiman akan menjadi kunci keberhasilan penumpang Kereta Whoosh.
Karena sekarang ini jika masyarakat yang akan menggunakan Kereta Whoosh, pilihannya hanya menggunakan ojek, taksi atau angkutan layanan shuttle gratis.
Ia mendata bila menuju pusat Kota Karawang, tarif yang dikenakan menggunakan ojek daring Rp 40 ribu dan taksi daring Rp 100 ribu.
Dua armada angkutan shuttle yang diselenggarakan oleh The Grand Outlet dan Villaggio Outlets jelas tidak maksimal dan tidak akan banyak menarik penumpang menggunakan Kereta Whoosh.
“Oleh sebab itu keberadaan angkutan umum mutlak harus ada,” katanya.
APBD KARAWANG MAMPU
Djoko membeberkan bila saat ini APBD Kabupaten Karawang Tahun 2024 sebesar Rp 5,86 triliun mestinya mampu membuat angkutan umum di Kabupaten Karawang jauh lebih baik ketimbang daerah lainnya.
“Apalagi didukung sejumlah kawasan industri, tentunya jauh lebih baik asal memang harus ada kemauan politik (political will) kepala daerahnya,” katanya.
“Pengadaan sarana bus bisa meminta bantuan dari Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan swasta yang mengelola operator yang ada dengan berkonsorsium membuat badan usaha. Dapat berupa koperasi, sehingga memudahkan memberikan bantuan subsidi operasional dari APBD,” bebernya.
Keberadaan angkutan umum di Kabupaten Karawang, kata Djoko, akan sangat membantu mengurangi angka kemiskinan, anak putus sekolah, pengurangan perkawinan usia anak, dan stunting.
Karena daerah miskin biasanya memiliki akses terhadap transportasi buruk. Belajar dengan kasus di Jawa Tengah, di sejumlah wilayah di Provinsi Jawa Tengah, sebagian anak harus putus sekolah lantaran angkutan umum sudah tidak tersedia di daerahnya. Angka putus sekolah meningkat yang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah pernikahan dini sekaligus meningkatkan kelahiran bayi stunting. Angkutan umum yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat.
Tak hanya itu, keberadaan transportasi umum ini juga akan dapat membantu menurunkan angka inflasi di daerah dan mengurangi pengeluaran biaya rutin bertransportasi setiap hari.
“Pengeluaran biaya transportasi di Indonesia rata-rata masih di atas 25 persen dari penghasilan setiap bulan. Idealnya, kurang dari 10 persen penghasilan setiap bulan,” katanya.
Menurut Djoko, rendahnya pelayanan angkutan umum di tengah ketergantungan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi berpotensi mengurangi jumlah angkutan umum yang beroperasi.
Pembiaran terhadap kondisi yang ada akan mempercepat hilangnya pelayanan angkutan umum. Intervensi Pemerintah termasuk Pemda dinilai perlu untuk menghindari kegagalan pasar layanan angkutan umum.
PEJABAT DI INDONESIA TIDAK PEDULI PADA ANGKUTAN UMUM
Kata Djoko, di banyak kota-kota di dunia yang memiliki jaringan kereta cepat dipastikan di setiap stasiun yang disinggahi pasti ada layanan angkutan umum. Hanya di Indonesia saja para penentu kebijakan kurang paham akan penyediaan angkutan umum bagi warganya.
“Penyediaan angkutan umum itu kewajiban bukan beban. Sudah ada dalam amanah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum. Cuma sayangnya tidak ada sanksi bagi kepala daerah yang tidak lakukannya,” ungkapnya.
Djoko juga mengingatkan agar Bupati Karawang terpilih dapat belajar dengan beberapa kota di Bodetabek, seperti Kota Depok (Trans Depok), Kota Bekasi (Trans Patriot), Kabupaten Bekasi (Trans Wibawa Mukti), dan Kota Bogor (Trans Pakuan) yang sudah lebih dulu memiliki akses angkutan umum ke stasiun kereta, yakni KRL Jabodetabek.
Hal lain yang harus dilakukan adalah menambah kapasitas prasarana jalan. Jalan pangkalan perlu diperlebar menjadi dua jalur empat lajur. Akses menuju KM 47 dibangun jalan tembus dari Stasiun Karawang ke Jalan Industri Trans Heksa Karawang (THK). Akses menuju Kawasan Deltamas dibangun jembatan dan akses jalan dari Stasiun karawang ke Kawasan Deltamas. Juga dibuka gerbang tol (tol gate) ke KM 42 Jalan Tol Jakarta – Cikampek (Japek).